Calon Presiden 2014
Dewan Pertimbangan Golkar Terus Pantau Elektabilitas Ical
Pencalonan Aburizal Bakrie (Ical) sebagai calon presiden 2014 akan terus dicermati terutama elektabilitasnya yang masih rendah dibandingkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pencalonan Aburizal Bakrie (Ical) sebagai calon presiden 2014 akan terus dicermati terutama elektabilitasnya yang masih rendah dibandingkan Partai Golkar. Dewan Pertimbangan (Wantim) akan terus memantaunya selama dua tahun ini hingga menjelang Pilpres.
“Wantim akan mendukung pencalonan Ical yang akan dideklarasikan 1 Juli mendatang. Tetapi Wantim sudah mengingatkan dan memberikan catatan mengenai elektabilitas Ical yang masih rendah dibandingkan elektabilitas Partai Golkar,” ujar Akbar Tandjung kepada wartawan di kantor AT Institute, di Jakarta, Senin (25/6/2012).
Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Partai Golkar, Akbar Tandjung memberikan dukungan atas pencalonan Aburizal Bakrie sebagai presiden 2014 dari partai berlambang Beringin, dengan sejumlah catatan.
Catatan yang dimaksud bekas Ketua Umum Partai Golkar itu adalah capres Golkar harus mempunyai elektabilitas tinggi untuk memenangkan pemilihan. Alasannya, karena ukuran Golkar adalah menang dalam pilpres 2014.
Ketika didesak apakah pencalonan Ical sudah final, Akbar menyatakan secara resmi Ical adalah capres Golkar, namun pihaknya (wantim, red) akan terus mencermati elektabilitas yang bersangkutan agar proses pencalonannya menjadi lebih mulus.
“Kita akan terus mencermatinya, terutama pendapat dan opini publik yang terus berubah selama dua tahun menjelang pilpres," katanya.
Dalam politik, sambung bekas Ketua DPR RI itu, waktu dua tahun akan banyak perubahan. Jika elektabilitas Ical membaik tentu akan didukung. Sebaliknya, jika elektabilitasnya menurun atau semakin merosot, maka harus ada langkah-langkah politis untuk menyelamatkan capres Golkar.
Sementara dalam diskusi bulanan bertema “Sudahkah Sumber Daya Alam Dikelola untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat?” narasumber yang hadir seperti Kwik Kian Gie, Refrison Baswir, dan Jimly Assiddiqie semuanya menyoroti makin mencengkeramnya neo kolonialisme dalam berbagai bidang di Tanah Air.
“Agen-agen kolonialisme sudah masuk dan berada di dalam pusat-pusat kekuasaan dan pusat-pusat pengambilan keputusan politik, seperti di pemerintahan, parlemen dan institusi negara lainnya,” kata Kwik, bekas Ketua Bappenas itu.
Bahkan dia menyebut negara Indonesia telah dijerumuskan kedalam lubang neo kolonialisme oleh ekonom-ekonom Indonesia sendiri yang sebelumnya berhasil dididik dan diindoktrinasi dengan pola pemikiran neo kolonialisme. Kwik mengajak seluruh elemen bangsa untuk menempuh berbagai cara guna mengubah keadaan yang makin parah ini.
Baca Juga: