Kemenkumham Larang Greenpeace Lakukan Aksi Demonstrasi
Kementerian Hukum dan HAM melarang Greenpeace Indonesia melakukan aksi unjuk rasa
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM melarang Greenpeace Indonesia melakukan aksi unjuk rasa untuk mengkritisi kebijakan Pemerintah RI dan perusahaan-perusahaan di Indonesia yang merupakan ranah hukum publik. Alasannya, Greenpeace Indonesia hanya berbadan hukum perkumpulan.
Demikian dikatakan oleh Kepala Seksi Badan Hukum Sosial Sub Direktorat Badan Hukum, Direktorat Perdata, Dirjen AHU, Kementerian Hukum dan HAM, Abriana Kusuma Dewi, dalam diskusinya dengan Rudy Gani, Koordinator Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing, di Kantor Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Rabu (20/6/2012).
"Greenpeace sebagai perkumpulan tidak diperbolehkan melakukan aksi demonstrasi. Sebagai perkumpulan hanya dapat menyampaikan tiga hal, yakni ide atau gagasan, sosial dan kultural," ungkap Abriana Kusuma Dewi.
Sebelumnya, Aliansi Mahasiswa Tolak LSM Asing juga melakukan konsultasi dengan Sekjen Kemenhuk dan HAM Bambang Rantam serta Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM, Widi Asmoro. Dalam kesempatan tersebut, mereka membahas kesimpangsiuran jenis kelamin (status, red) Greenpeace SEA Indonesia Chapter.
Seperti diketahui, Greenpeace Indonesia kerap mengkritisi pemerintah dan perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan menggelar aksi demonstrasi. Diantaranya melakukan aksi demonstrasi PLTU milik PT PLN yang berbahan bakar batubara, aksi kampanye kelapa sawit Indonesia tidak ramah lingkungan yang berbuntut boikot produk CPO Indonesia oleh Amerika dan menduduki waralaba KFC (Kentucky Fried Chicken) di berbagai daerah.
Di tempat terpisah, mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Departemen Kehakiman dan HAM RI, Prof Dr Romli Atmasasmita menilai, aktivitas Greenpeace yang kerap menggelar aksi demonstrasi di depan umum sudah menyalahi UU No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum.
"Yang jelas yang boleh berdemo itu kan ormas. Setiap orang yang berada di Indonesia bebas menyatakan pendapat di muka umum, asal melapor ke polisi. Jika perkumpulan ingin melakukan unjuk rasa, semua ada aturan mainnya, ada syarat-syaratnya. Mereka terdaftar atau tidak. Kalau terdaftar kan juga tidak seumur hidup, ada masa berlakunya," papar Romli.
Greenpeace Indonesia diakui oleh Romli telah melanggar peraturan dalam hal menerima dana asing karena tanpa izin pemerintah.
‘’Dana asing yang masuk harus mendapat ijin BI, Kementerian Luar Negeri dan Departemen Dalam Negeri. Jadi, nggak bisa seenakanya,’’ kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran ini.
Sebagai perkumpulan, Greenpeace juga dilarang mengutip dana dari masyarakat.
"Perkumpulan itu bertujuan sosial . Harusnya mereka punya duit untuk disumbangkan ke masyarakat. Kalau mereka cari duit dari masyarakat, bukan lagi perkumpulan lagi, itu mah perkumpulan pengemis. Ya jelas nggak bisa dong mereka mengutip duit dari masyarakat," urainya.
Kemudian, lanjutnya, pendaftaran Greenpeace Indonesia sebagai badan hukum perkumpulan di Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum dan HAM dinilai tidak tepat. Harusnya, Greenpeace Indonesia mendaftar ke pengadilan.
"Jika mereka (Greenpeace) perkumpulan kemudian mendaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), saya justru nggak mengerti hukum apa yang mereka gunakan. Kalau menggunakan staatsblad, staatsblad-nya nomor berapa?" selorohnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di penghujung masa jabatannya sempat mempersoalkan kegiatan Greenpeace Indonesia yang dinilai merongrong pemerintah.
"Motif kehadiran Greenpeace di Indonesia itu apa. Kalau untuk menjelek-jelekkan Indonesia di luar negeri itu sudah pelanggaran. Izin mereka bisa dicabut dan dibekukan," tegas Patrialis.
Baca juga: