Wamen ESDM: Jangan jadi Negara Net Importir Energi
Apalagi, minyak dan gas dipakai sebanyak 65 persen, maka perlu dilakukan diversikikasi ke energi lain.
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Wakil Menteri ESDM yang baru Rudi Rubiandini mengingatkan, agar Indonesia kedepan, menjadi negara net importir energi. Karenanya, perlu program menyeluruh untuk pemenuhan energi jangka panjang.
“Jangan sampai kita masuk dalam kondisi net importir energi. Kita sudah memasuki net importir minyak,” ujarnya, Kamis (14/6/2012).
Menurut Dewan Pakar FKDPM (Forum Konsultasi Daerah Penghasil Migas) ini, perlu dipersiapkan agar ketahanan energi bangsa tetap terjaga. Apalagi, energi dapat dibangun dan dipersiapkan dalam jangka waktu 10-20 tahun.
Minyak dan gas dipakai sebanyak 65 persen, imbuhnya, maka perlu dilakukan diversifikasi ke energi lain. Disebutkan, minyak bumi Indonesia hanya sebesar 0,3 persen dari cadangan dunia, gas yang sebesar 1,2 persen.
Sedangkan untuk energi lain seperti panas bumi ,40 persen cadangan dunia. Begitu pula dengan batu bara, dan sinar matahari yang 12 jam sehari menyinari bumi ini.
"Oleh karena itu diversifikasi harus terjadi. Namun itu tidak mudah karena kita harus menjadikan energi baru terbarukan menjadi lebih menarik dibandingkan migas,” jelasnya.
Untuk jangka menengah, lanjutnya, Indonesia memiliki gas yang lumayan besar seperti di Papua, Natuna, Kalimantan dan Sumatera. Karenanya, sumber-sumber gas tersebut harus didekatkan dengan pemakainya yang kebanyakan berada di pulau Jawa, Sumatera dan Bali.
"Oleh karena itu harus kita angkut dari tempat jauh dengan LNG carrier, FSRU yang sekarang baru ada 1,” jelasnya.
Namun kalau nantinya sudah ada di Sumatera dan Jawa, maka harus dihubungkan dengan pipa-pipa yang terkoneksi secara penuh. Untuk itu menurutnya, infrastruktur harus segera dibenahi dari sekarang.
Rudi juga mengingatkan, ke depan, perlu lebih memaksimalkan penggunaan gas. Pasalnya, sekarang gas lebih banyak tujukan untuk ekspor sebesar 53 persen dan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hanya sebesar 47 persen.
"Kita harus bisa menggunakan gas semaksimal mungkin untuk dalam negeri. Dengan catatan infrastruktur cukup, kemudian harga yang bisa membuat industri hulu migas berjalan. Bila hulunya mati, maka hilirnya juga akan mati. Apabila kepala mati, tidak akan ada ekor,” jelasnya.
Untuk jangka pendek, dalam waktu 1-2 tahun ini, imbuhnya, di tengah tidak boleh menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, maka harus dicari cara lain, yakni melakukan penghematan. “Kita harus teguh dengan melakukan penghematan yang telah dicanangkan oleh presiden,” ujarnya.