Jumat, 3 Oktober 2025

Larang TNI/Polri Pakai Premium Beresiko dan Rawan Konflik

Kebijakan untuk melarang TNI/Polri serta PNS menggunakan bahan bakar premium dianggap sangat riskan dan berbahaya.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Larang TNI/Polri Pakai Premium Beresiko dan Rawan Konflik
/ABRIANSYAH LIBERTO
Mobil dinas plat merah sedang mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium di SPBU Demang lebar daun Palembang,Sumatera Selatan,Jumat(1/6/2012).Padahal mulai hari ini kendaraan dinas harus mengunakan BBM jenis Pertamax,karena Pemerintah Pusat melarang seluruh kendaraan dinas menggunakan BBM bersubsidi mulai tanggal 1 juni , kendaraan dinas harus memakai BBM jenis Pertamax.(TRIBUN SUMSEL/Abriansyah Liberto)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan untuk melarang TNI/Polri serta PNS menggunakan bahan bakar premium dianggap sangat riskan dan berbahaya. Konflik sosial bukan tidak mungkin akan terjadi saat penerapan di lapangan.

"Riskan sekali karena memang kebijakan instan ini tidak memberikan manfaat positif, anggota Polri,TNI dan lainnya mereka juga warga negara. kebijakan itu harus dihitung juga dengan resiko-resiko. Jadi semua terencana dan ada solusi terhadap skenario kebijakan tersebut," kata Anggota Komisi VII DPR, Dewi Aryani kepada Tribunnews.com, Senin (4/6/2012).

Upaya pengamanan di sejumlah SPBU saat melarang anggota TNI dan Polri mengkonsumsi Premium kata Dewi juga sangat sulit dilakukan, dan ricuh pasti terjadi.

"Sulit dilakukan, yang bisa menertibkan adalah masing-masing instansi memberikan pemahaman yang menyeluruh soal kebijakan ini, pemerintah bertanggung jawab penuh," tegasnya.

Adanya konflik sosial yang terjadi menurut Dewi sudah jauh-jauh hari diingatkan kepada pemerintah. Hanya saja, saran itu tidak digubris dan kebijakan tetap dilaksanakan.

"Dari awal kita sudah mengingatkan soal konflik sosial. TNI, Polri, PNS itu kan jadi hidup pas-pasan. Mana bisa mereka tidak menerima subsidi?," jelasnya.

Karena itulah, Politisi PDI Perjuangan ini mendesak agar pemerintah segera sadar akan kebijakannya yang justru menimbulkan masalah. Mereka lanjut Dewi harus memberdayakan potensi energi alternatif dan menyelamatkan kebocoran anggaran.

"Penghematan belanja pegawai dan belanja barang, reformasi birokrasi dan punishment yang nyata untuk koruptor, itu kerjakan untuk menutupi kekurangan anggaran subsidi. Penerimaan negara dari pajak dan non pajak harus dibedah lagi. Hitung cermat,supaya rakyat bukan hanya jadi korban kebijakan instan," pungkasnya.

Klik Juga:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved