LPSK Maksimalkan Hak Korban Pelanggaran HAM Masa Lalu
Korban pelanggaran Hak Aasasi Manusia (HAM) masa lalu kian frustrasi, akibat ketidakjelasan penanganan proses hukum
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korban pelanggaran Hak Aasasi Manusia (HAM) masa lalu kian frustrasi, akibat ketidakjelasan penanganan proses hukum atas tindak pidana pelanggaran HAM berat masa lalu yang mereka alami.
Berlandaskan hal tersebut Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tergerak untuk membantu meringankan beban psikologis dan fisik para saksi dan korban merujuk pada ketentuan yang terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pemberian. Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban.
"LPSK mengundang sejumlah korban, pendamping, dan LSM pemerhati HAM, institusi pemerintah dan beberapa komisi guna mengambil langkah strategis dalam rangka memetakan potensi dan memaksimalkan upaya pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu," kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai dalam keterangan persnya yang diterima Treibunnews.com, Minggu (3/6/2012).
Sebelumnya, Jumat (30/5/2012), juga digelar pertemuan anatara LPSK bersama perwakilan dari korban HAM masa lalu dan LSM yang konsen terhadapnya. Seperti, Korban Tanjung Priok tahun 1984, korban penghilangan paksa tahun 1997-1998, korban tahanan politik (tapol), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Kontras, LBH Masyarakat, PULIH, Ikatan Orang Hilang (IKOHI), Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komnas Perempuan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Sosial RI.
Dari pertemuan tersebut, di dapatkan beberapa yang masuk dalam akar masalah sulitnya penanganan.
"Para korban dan pendamping selama ini menemukan kendala pada proses birokrasi yang kerap menghambat, misalnya pemberian surat keterangan dari Komnas HAM yang menyatakan bahwa korban adalah korban pelanggaran HAM berat, sebagai salah satu syarat administrasi yang harus dipenuhi korban untuk mengakses dan memperoleh hak atas kompensasi, restitusi dan rehabilitasi," terang Supriyadi Widodo Eddyono, Tenaga Ahli Bidang Bantuan, Kompensasi dan Restitusi LPSK dalam rilis yang sama.
Terhadap kendala tersebut, sambung Haris mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mempercepat proses penanganan dan meminimalisir kendala tersebut, meski LPSK juga terkendala dengan batasan ketentuan Undang-Undang.
"Sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban, LPSK dapat memberikan bantuan setelah adanya surat keterangan dari Komnas HAM agar penerima hak tersebut merupakan korban yang sudah terverifikasi dan memang berhak memperoleh hak tersebut," kata Haris.
Untuk itu, LPSK, kata Haris dalam pertemuan tersebut mendorong agar Komnas HAM segera mengagendakan pertemuan dengan pimpinan Komnas HAM untuk membicarakan hal tersebut, bahkan lebih dari itu, pihaknya berharap komnas HAM menyepakati upaya percepatan penanganan terhadap korban.
"Perlu ada terobosan yang lebih strategis untuk mempercepat proses penanganan terhadap saksi dan korban pelanggaran HAM masa lalu,” kata Haris.
(Edwin Firdaus)