Jumat, 3 Oktober 2025

Kemunduran Sektor HAM Tanda Hilangnya Etika Poltik

LSM Kontras menilai, Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kemunduran dalam melindungi hak asasi manusia (HAM)

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Kemunduran Sektor HAM Tanda Hilangnya Etika Poltik
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Keluarga dan korban pelanggaran HAM masa lalu memegang surat yang akan ditujukan kepada menkopolhukam, Djoko Suyanto, di depan Gedung Kemenpolhukam, Jakarta, Kamis (5/4/2012). Aksi keluarga dan korban pelanggaran HAM masa lalu, yang dalam aksinya didampingi Kontras dan Ikohi tersebut merupakan bentuk kekecewaan terhadap pemerintah, dalam penanganan kasus HAM masa lalu.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - LSM Kontras menilai, Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kemunduran dalam melindungi hak asasi manusia (HAM) masyarakatnya.
Sedikitnya ada tiga hak signifikan yang tersoroti komisi orang hilang ini hingga memasuki tahun ke-14 pasca runtuhnya orde baru.

Pertama, masih banyak legislasi yang anti HAM, baik aturan-aturan lama yang belum dicabut maupun aturan-aturan baru yang mengancam identitas, kepemilikan adat, dan kebebasan sipil.

"Pemerintah gagal melakukan penyesuaian atas aturan-aturan yang ada sesuai jaminan hak asasi sebagaimana diatur dalam konstitusi dan berbagai aturan HAM lainnya," ujar Koordinator Kontras, Haris Azhar dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Minggu (20/5/2012).

Kedua, lanjut Haris, yakni makin bertambahnya praktik kekerasan, bahkan negara memberikan dukungan atau perlindungan kepada pelaku kekerasan lain seperti organisasi massa dan perusahaan-perusahaan.

"Ketiga, sistem dan mekanisme akuntabilitas negara dalam soal kekerasan yang buruk dan diskriminatif. Institusi negara lebih memilih penyelesaian dalam institusinya, namun berbeda dengan masyarakat sipil yang dengan mudah menjadi korban rekayasa kasus," terangnya.

Menurut Haris, upaya mengoreksi terhadap peristiwa dan kebijakan pelanggaran HAM sangat rendah diakomodir pemerintah. Seperti Aceh, contohnya. Dibuat perdamaian tapi tanpa keadilan. Selain itu, Papua terus didiskriminasi dan dibiarkan berhadapan dengan kekerasan.

Situasi di atas, imbuh Haris disebabkan oleh hilangnya etika politik dalam birokrasi dan institusi-institusi negara. Sehingga, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan pemerintahannya percaya koalisi politik antar sejumlah partai dan koalisi stabilitas keamanan lewat Polri, BIN, TNI. "Semuanya demi pengamanan kedudukan SBY sampai masa jabatan berakhir," ujarnya.

Oleh karena itu, hal ini menurut Haris tentu saja membuat kemandulan dan kecerdasan politik Pemerintahan SBY untuk bisa dan berani menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat dari Aceh sampai Papua, dari waktu lampau hingga kini.

Akibatnya, para pelaku pelanggaran HAM bebas berkeliaran berbisnis dan berpolitik menguasai sektor-sektor publik.

"14 tahun pasca era Presiden Soeharto, transisi politik/reformasi hanya dijadikan alat penguatan kelompok-kelompok politik dan memaksakan kehendaknya. Tidak ada satu pun kasus-kasus kejahatan dimasa otoritarian orde baru seperti pelanggaran HAM berat, korupsi dan perampasan tanah rakyat, yang diselesaikan. Gawat, situasi ini justru mengamankan kroni kekerasan rezim orde baru," tandasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved