Jumat, 3 Oktober 2025

Kasus Sisminbakum

Marwan: Yusril Jangan Bicara Lagi Nanti Saya Permalukan

Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy tidak menerima ucapan Yusril Ihza Mahendra yang menilai

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Marwan: Yusril Jangan Bicara Lagi Nanti Saya Permalukan
tribunnews.com/herudin
Marwan Effendy, Jamwas

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy tidak menerima ucapan Yusril Ihza Mahendra yang menilai dirinya tidak memahami kasus Sisminbakum.

“Ini Yusril nggak paham itu, kalau bicara itu sesuai keahliannya saja, sesuai Profesor, jangan bicara lagi Yusril, saya peringatkan, nanti dia saya permalukan," kata Marwan dalam seminar di Hotel Ambhara, Jakarta, Senin (12/12/2011).

Marwan mengatakan kasus yang merugikan negara senilai Rp 420 miliar itu pertama kali ditangani saat dirinya menjabat sebagai Jampidsus. Dengan pengalaman selama 30 tahun sebagai penyidik, Marwan menegaskan dirinya paham atas kasus yang ditanganinya.

Marwan menegaskan adanya ketidakpahaman majelis hakim Mahkamah Agung (MA) dengan memutus bebas terpidana kasus Sisminbakum Yohanes Waworuntu. Putusan dalam Peninjauan Kembali (PK) itu menyebutkan tidak ada kerugian negara dalam proyek Sisminbakum.

“Negara memang nggak rugi tapi rakyat yang dirugikan. Masyarakat yang rugi, cuma mereka diam saja,” kata Marwan.

Ia pun menjelaskan dalam proyek tersebut, masyarakat yang ingin mengesahkan badan hukum dipungut biaya Rp 1 juta lebih, padahal biaya sebelumnya hanya Rp 250 ribu. Bahkan, kata Marwan, biaya pengesahan badan hukum di Indonesia lebih tinggi daripada Singapura.

Ikatan Notaris Indonesia kemudian melaporkan pengeluaran berlebih tersebut. Uang itu tidak masuk kepada kas negara, namun rekanan Departemen Kehakiman. “Dalam Sisminbakum bukan kerugian negara, tapi kerugian masyarakat karena pungutan liar ya. Ternyata setelah kami tindak, adanya kasus itu kan sekarang (Sisminbakum) turun harganya di Kehakiman (KemenkumHAM) itu,” kata Marwan.

Marwan kemudian melihat adanya kejanggalan dalam putusan MA yang membebaskan Yohanes Waworuntu. “Aneh, ada putusan kasasi dipatahkan PK, apa dia (hakim) nggak koordinasi dulu, atau melihat dari aspek mana. Masak bisa menilai pertimbangan hukum teman sendiri,” ujarnya.

Menurut Marwan, putusan PK seharusnya digelar rapat paripurna yang beranggotakan tujuh atau sembilan hakim.

"Jangan tiga majelis hakim membatalkan putusan tiga majelis hakim MA yang lalu. Ini nggak benar, masak satu lembaga. Ini yang saya keberatan,” imbuhnya.

Ditambah lagi, lanjutnya, hakim agung yang memutus bebas Yohanes sama dengan hakim agung yang memutus bebas kasasi mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Romly Atmasasmita. “Romly bebas. Saya tahu majelis hakim itu. Saya tahu betul kualitas hakimnya karena pernah sama saya di daerah,” kata Marwan.

Marwan bahkan menduga adanya putusan bebas  Yohanes bernuansa politis.“Di pengadilan negeri dinyatakan korupsi, pengadilan tinggi dinyatakan korupsi, kasasi MA dinyatakan korupsi, masak PK dinyatakan tidak korupsi. Apa ini tekanan politik,” tukasnya.

Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), Yohanes Waworuntu divonis lima tahun penjara karena bersalah turut serta bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek Sismibakum dan merugikan keuangan negara Rp378 juta. Beberapa pekan lalu, MA  dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) memvonis bebas Yohanes selaku Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved