Kontras Tolak Hukuman Mati bagi Koruptor
Kontras menentang ketentuan hukuman mati bagi terpidana kasus korupsi yang ada di draft RUU Tindak Pidana Korupsi

Laporan wartawan Tribunnews.com, Samuel Febriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), menentang adanya ketentuan hukuman mati bagi terpidana kasus korupsi yang ada di draft Rancangan Undang undang (RUU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Mereka menilai hukuman mati tak ampuh mengurangi peringkat indeks persepsi korupsi.
Menurut Kordinator Badan Pekerja Kontras, Haris Azhar, satu-satunya negara yang masih menerapkan hukuman mati bagi koruptor adalah China.
Namun peringkat indeks persepsi korupsi di negara tersebut terus menurut tiap tahunnya, yang mengindikasikan meningkatnya tindak pidana korupsi di negara tersebut. "Hukuman mati yang diterapkan oleh China tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat indeks persepsi korupsi negara tersebut. Malahan, peringkatnya cenderung menurun setiap tahunnya," ucap Haris, melalui siaran persnya yang diterima Tribunnews.com, Rabu (20/7/2011), siang.
Ia menguraikan, berdasarkan data yang dilansir LSM Transparency International (Oktober 2010), Secara berurutan, indeks persepsi korupsi di China menempati urutan yang ke-72 pada 2008, ke-79 di tahun 2009 dan ke-78 pada 2010. "Bandingkan dengan peringkatnya di tahun 2001 (57), 2002 (59) dan 2003 (ke 66)," katanya.
Posisi Indonesia menurutnya berada di peringkat ke-111 pada 2010, dan ke 110 pada 2009. "Menurun jauh dari tahun 2001 (ke-88) dan 2002 (ke-96)," terangnya. Untuk itu Kontras, ujar Hariz, meminta kepada Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, mencabut kembali pencantuman hukuman mati di draft RUU Tipikor.
"Selain tidak menghormati hak untuk hidup yang dijamin konstitusi juga tidak tepat karena terbukti tidak menimbulkan efek jera serta berpotensi menghambat proses penarikan koruptor beserta aset dari luar negeri," serunya.