Tribunners / Citizen Journalism
Perawat Bukan Pelampiasan Amarah: Saatnya Perlindungan Nyata bagi Tenaga Kesehatan
Perawat RSUP Wahidin Makassar dianiaya keluarga pasien. Kasus ini soroti lemahnya perlindungan tenaga kesehatan.
Editor:
Glery Lazuardi
Annisa Febi
- Mahasiswa D3 Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang
- Domisili di Pangkalpinang, Bangka Belitung
TRIBUNNEWS.COM - Kasus penganiayaan perawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar kembali menggemparkan publik.
Seorang pria berinisial MAR (23) tega memiting leher dan membanting seorang perawat setelah ayahnya meninggal dunia.
Pelaku yang sempat dua kali mangkir akhirnya ditangkap secara paksa oleh polisi.
Peristiwa ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap tenaga kesehatan di Indonesia dan menyoroti lemahnya perlindungan bagi mereka yang bekerja di garis depan pelayanan kesehatan.
Kekerasan terhadap tenaga kesehatan, khususnya perawat, tidak bisa dianggap wajar.
Sudah saatnya negara memperkuat perlindungan hukum, rumah sakit memperketat keamanan, dan masyarakat belajar menahan emosi serta menghormati profesi medis yang vital bagi kehidupan.
Perawat adalah garda terdepan dalam pelayanan kesehatan. Mereka bekerja di bawah tekanan besar, terutama ketika menangani pasien kritis.
Dalam kasus ini, perawat sudah berupaya sesuai prosedur: memasang alat bantu pernapasan, memantau kondisi pasien, hingga melakukan resusitasi saat henti napas.
Sayangnya, alih-alih mendapat penghargaan, perawat tersebut justru menjadi korban penganiayaan keluarga pasien.
Kekerasan terhadap tenaga medis bukanlah hal baru. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada 2022 melaporkan peningkatan 30 persen kasus kekerasan terhadap tenaga medis.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mencatat delapan kasus kekerasan fisik serius dalam setahun, mulai dari pengeroyokan, penyiraman bensin, hingga pembacokan.
Sementara itu, Komnas Perempuan mendata 25 kasus kekerasan terhadap perawat perempuan sepanjang 2020–2024.
Data ini menegaskan bahwa kekerasan terhadap tenaga kesehatan sudah menjadi persoalan sistemik.
Wajar jika keluarga pasien diliputi emosi saat kehilangan orang tercinta. Namun, duka tidak bisa dijadikan alasan untuk melampiaskan amarah pada tenaga kesehatan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Prakiraan Cuaca Makassar, Rabu 17 September 2025: Pagi Cerah |
![]() |
---|
Guru Besar UNM Prof Harris Menilai Ada 5 Pasal Mengandung Multitafsir di RUU Perampasan Aset |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Makassar Besok Rabu, 17 September 2025: Cerah Sepanjang Hari |
![]() |
---|
Polda Sulsel Tetapkan 53 Tersangka Terkait Kerusuhan saat Unjuk Rasa, Ada Anak di Bawah Umur |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Makassar, Selasa 16 September 2025: Tak Berpotensi Hujan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.