Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Dari Stabilitas Dalam Negeri ke Diplomasi Global: Membaca Kehadiran Prabowo ke China

Prabowo hadiri undangan Xi di Beijing, sinyal stabilitas Indonesia pasca kerusuhan dan pengakuan global yang menguat.

Editor: Glery Lazuardi
Foto tangkapan layar
PRABOWO DI CHINA - Presiden Prabowo Subianto menghadiri parade militer China yang digelar di Tiananmen Square, Beijing, Rabu (3/9/2025). /Youtube CCTV 

Trubus Rahardiansah

Pengamat kebijakan publik dan akademisi senior

Profil Singkat:

Gelar: Dr. Drs. Trubus Rahardiansah, M.S., S.H., M.H.

Pendidikan:

S1 Ilmu Hukum – Universitas Gadjah Mada (1994)
S2 Ilmu Hukum – Universitas Indonesia (2012)
S3 Ilmu Hukum – Universitas Trisakti (2015)

Jabatan: Lektor Kepala di Universitas Trisakti
 
TRIBUNNEWS.COM - Keputusan Presiden Prabowo Subianto menghadiri undangan khusus Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing pada peringatan 80 tahun Hari Kemenangan, di tengah kondisi nasional yang baru pulih dari kerusuhan, dapat dibaca melalui lensa kebijakan publik yang lebih luas. 

Pertanyaan mendasarnya bukan sekadar soal kehadiran, melainkan mengapa Presiden memilih tetap berangkat, dan apa manfaat konkret yang dapat dipetik Indonesia dari langkah ini?

Seperti dijelaskan Menteri Sekretaris Negara, undangan yang datang dari Beijing bukan undangan biasa, melainkan permohonan langsung dari Presiden Xi Jinping. Ini jelas bukan perkara protokol semata, melainkan sebuah kehormatan diplomatik yang langka. 

Dari sudut pandang Indonesia, kehadiran Presiden Prabowo bukan sekadar membalas undangan, tetapi menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain aktif dalam diplomasi global, terlebih dengan Tiongkok yang sejak lama menjadi mitra strategis penting di kawasan.

Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan stabilitas domestik; sebelum berangkat, Presiden menunda keberangkatan untuk meredam kerusuhan, membuka jalur komunikasi lintas agama, dan memastikan aspirasi masyarakat didengar. 

Hal ini sejalan dengan kerangka klasik Huntington (1968) yang menegaskan bahwa stabilitas bukan semata ketiadaan konflik, melainkan kemampuan sebuah negara merespons dinamika sosial secara cepat dan adaptif. 

Prinsip ini tercermin dari langkah Presiden Prabowo yang lebih dulu membuka ruang dialog dengan demonstran damai, menengok langsung korban, serta memastikan jalur komunikasi politik terjaga, termasuk bersama tokoh lintas agama yang mengangkat isu struktural seperti reformasi pajak, pemberantasan korupsi, dan RUU perampasan aset.

Di berbagai daerah, muncul fenomena co-production of security antara warga, aparat, dan komunitas ojek online yang memperlihatkan legitimasi negara tetap terjaga.

Warga Tanah Abang, Jakmania, hingga komunitas ojol yang turun dengan aksi damai bukan sekadar simbol solidaritas, melainkan bukti bahwa masyarakat masih menaruh kepercayaan pada institusi negara. 

Halaman
12

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved