Tribunners / Citizen Journalism
Bintang Jasa atau Sekadar Balas Jasa? Mempertanyakan Makna Tanda Kehormatan Negara
Di tengah kemegahan Istana Negara pada 25 Agustus 2025 lalu, 141 tokoh bangsa menerima tanda kehormatan dari Presiden Prabowo Subianto.
Praktik ini meninggalkan luka yang lebih dalam dari sekadar perdebatan sesaat.
Ia mengikis kepercayaan kita sebagai warga negara.
Ketika simbol negara yang paling sakral dapat diobral untuk kepentingan politik jangka pendek, masyarakat akan menjadi sinis.
Kehormatan yang seharusnya menginspirasi justru melahirkan apatisme.
Lebih berbahaya lagi, ini adalah normalisasi konflik kepentingan.
Memberikan penghargaan tertinggi kepada keluarga inti atau kroni bisnis seolah mengirim pesan bahwa pertautan antara kekuasaan dan kepentingan pribadi adalah hal yang wajar.
Lembaga seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) telah berulang kali mengingatkan bahaya laten ini.
Ketika elite tertinggi memberi teladan yang buruk, bagaimana kita bisa menuntut integritas dari aparatur di bawahnya?
Tentu, pihak Istana akan berlindung di balik argumen hak prerogatif Presiden.
Namun, hak prerogatif bukanlah kekuasaan absolut tanpa batas etika dan nalar publik.
Ia harus dijalankan sesuai semangat undang-undang, yaitu untuk menghargai "jasa luar biasa", bukan untuk membagi-bagikan "kue kekuasaan".
Penganugerahan tanda kehormatan bukanlah peristiwa personal antara Presiden dan penerima.
Ia adalah ritual kenegaraan di mana bangsa ini secara kolektif menundukkan kepala, mengakui, dan berterima kasih kepada putra-putri terbaiknya.
Jika proses ini tercemar oleh nepotisme dan patronase, maka yang dihina bukanlah para kritikus dan pemerhati kebijakan, melainkan memori kolektif tentang para pahlawan dan kecerdasan rakyat Indonesia.
Sudah saatnya kita menuntut reformasi. Kriteria "jasa luar biasa" harus diperjelas, Dewan Gelar dan Tanda Kehormatan perlu diperkuat independensinya, dan transparansi harus menjadi nafas dalam setiap prosesnya.
Kita harus mengembalikan cahaya bintang itu ke tempatnya yang semestinya: sebagai penanda jasa tulus bagi Ibu Pertiwi, bukan sekadar perhiasan bagi lingkar kekuasaan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.