Tribunners / Citizen Journalism
Industri Kulit Menjawab Krisis
Industri kulit beralih ke fashion berkelanjutan. PT Mastrotto ekspansi tas & sepatu kulit, adaptasi era post-resesi.
Hans Koeswanto
Hans Koeswanto adalah Direktur PT Mastrotto Indonesia, sebuah perusahaan penyamakan kulit yang berbasis di Kawasan Industri Sentul, Bogor.
TRIBUNNEWS.COM - Setelah melewati tekanan resesi global dan gelombang pemutusan hubungan kerja yang melanda berbagai sektor, industri kulit di Indonesia mulai menata ulang arah bisnisnya.
Di tengah pemulihan ekonomi yang masih rapuh, pelaku industri kulit memilih jalur baru, yaitu menyasar sektor fashion yang lebih adaptif dan berorientasi keberlanjutan.
Produk seperti sepatu dan tas kulit kini bukan hanya simbol gaya, tetapi juga representasi dari strategi bertahan yang cerdas menggabungkan nilai estetika, daya tahan, dan kesadaran lingkungan dalam satu paket yang relevan dengan tuntutan zaman.
Industri kulit adalah sektor manufaktur yang berfokus pada pengolahan kulit hewan menjadi berbagai produk bernilai guna dan estetika tinggi.
Kulit yang digunakan biasanya berasal dari sapi, kambing, domba, atau kerbau, dan melalui proses penyamakan agar tahan lama, lentur, dan siap digunakan dalam berbagai aplikasi.
Ruang Lingkup Industri Kulit:
Penyamakan kulit (tanning):
Proses kimiawi untuk mengubah kulit mentah menjadi kulit jadi (leather) yang tidak mudah rusak.
Finishing kulit:
Tahapan akhir untuk memberi warna, tekstur, dan perlindungan tambahan pada kulit.
Produksi barang jadi:
Termasuk sepatu, tas, jaket, sofa, jok kendaraan, dan aksesori lainnya.
Jenis Industri Kulit:
Industri kulit mentah (perkamen):
Biasanya digunakan untuk seni tradisional seperti wayang atau tatah sungging.
Industri kulit jadi (leather):
Digunakan untuk produk fungsional dan fashion seperti alas kaki, tas, dan upholstery.
Peran Industri Kulit dalam Ekonomi:
Menyerap tenaga kerja, terutama di sektor padat karya.
Menjadi bagian dari rantai pasok global, terutama untuk ekspor produk kulit ke Asia dan Eropa.
Mendukung industri kreatif dan fashion lokal.
Industri ini juga semakin mengarah pada inovasi berkelanjutan, seperti penggunaan bahan kimia ramah lingkungan dan efisiensi energi dalam proses produksi
Industri kulit, yang selama ini dikenal sebagai sektor padat karya dan berorientasi ekspor, kini berada di persimpangan penting.
Di tengah bayang-bayang resesi global dan tekanan ekonomi domestik, pelaku industri kulit di Bogor justru melihat peluang baru.
Alih-alih bertahan dengan pasar tradisional, mereka mulai menyasar segmen fashion yang lebih dinamis khususnya produk sepatu dan tas kulit.
Langkah ini bukan sekadar diversifikasi, melainkan strategi adaptif untuk menjawab perubahan tren konsumen dan menjaga keberlanjutan bisnis di tengah ketidakpastian ekonomi.
Resesi adalah periode penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dan berlangsung selama dua kuartal berturut-turut atau lebih. Dalam kondisi ini, Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara mengalami kontraksi, yang berarti pertumbuhan ekonomi bernilai negatif.
Di era post-resesi, pelaku industri kulit mulai mengadopsi prinsip keberlanjutan sebagai bagian dari strategi bertahan dan tumbuh.
Era Post-Resesi adalah periode setelah suatu negara atau kawasan keluar dari fase resesi ekonomi, ditandai dengan mulai pulihnya aktivitas ekonomi, meningkatnya kepercayaan pasar, dan munculnya strategi baru untuk mendorong pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.
Ciri-Ciri Era Post-Resesi:
Pemulihan PDB
Produk Domestik Bruto mulai menunjukkan pertumbuhan positif setelah mengalami kontraksi selama dua kuartal atau lebih.
Penurunan angka pengangguran
Perusahaan mulai merekrut kembali tenaga kerja seiring membaiknya permintaan.
Kenaikan konsumsi dan investasi
Daya beli masyarakat perlahan pulih, dan investor mulai kembali menanamkan modal.
Transformasi model bisnis
Banyak pelaku industri melakukan penyesuaian strategi, seperti digitalisasi, efisiensi, dan diversifikasi produk.
Fokus pada keberlanjutan
Era ini mendorong pendekatan yang lebih ramah lingkungan dan sosial sebagai bagian dari pemulihan jangka panjang.
Di era post-resesi, industri kulit tidak hanya berusaha pulih dari tekanan ekonomi, tetapi juga melakukan transformasi.
Misalnya:
Ekspansi ke sektor fashion seperti sepatu dan tas kulit yang memiliki permintaan lebih stabil.
Penerapan prinsip keberlanjutan dalam proses produksi, seperti pengelolaan limbah dan efisiensi energi.
Penyesuaian terhadap tren konsumen yang kini lebih memilih produk berkualitas, tahan lama, dan ramah lingkungan.
Era post-resesi bukan sekadar masa pemulihan, tapi juga momentum untuk membangun ulang fondasi industri agar lebih tangguh dan relevan di masa depan.
Hal ini seperti yang dilakukan PT Mastrotto Indonesia. Perusahaan melanin ekspansi proses produksi dan
peluncuran proyek ekspansi baru ke sektor kulit untuk Fashion (alas kaki dan tas), yang menandai langkah strategis dalam memperluas jangkauan pasar dan lini produksi perusahaan.
Hans Koeswanto selaku Direktur PT Mastrotto Indonesia menyambut babak baru melalui proyek ekspansi ini.
Setelah selama 20 tahun menjadi bagian penting dari industri penyamakan kulit di kawasan Asia, khususnya dalam produksi kulit berkualitas tinggi untuk sektor Upholstery dan Automotive.
Dalam dua dekade terakhir, memperluas pangsa pasar tidak hanya di Indonesia, namun juga di berbagai negara seperti
Malaysia, India, Filipina, China, Vietnam, Korea, dan beberapa negara lain di Asia dan Eropa.
Dengan memperluas lini produksi ke sektor fashion, perusahaan tidak lagi bergantung hanya pada pasar Upholstery dan Automotive.
Alas kaki dan tas memiliki siklus permintaan yang lebih stabil dan luas, terutama di pasar domestik dan Asia Tenggara.
Fashion Tetap Bergerak di Tengah Krisis
Meski daya beli menurun, segmen fashion berbahan kulit tetap memiliki pasar loyal, terutama di kelas menengah ke atas.
Produk seperti sepatu dan tas kulit dianggap sebagai investasi jangka panjang oleh konsumen, bukan sekadar tren musiman.
Potensi Ekspor dan Pasar Global
Pasar fashion kulit di Asia dan Eropa terus berkembang, dengan permintaan tinggi untuk produk berkualitas dan berkelanjutan.
Inovasi Berkelanjutan dan Branding
Produk fashion memberi ruang lebih besar untuk inovasi desain, branding, dan storytelling yang bisa meningkatkan nilai tambah.
Dengan filosofi “Leather Forward”, perusahaan bisa menonjolkan komitmen terhadap keberlanjutan dan kualitas, dua hal yang sangat dihargai di industri fashion modern.
Adaptasi Terhadap Perubahan Konsumen
Konsumen saat ini lebih memilih produk yang fungsional, tahan lama, dan memiliki nilai estetika tinggi—karakteristik utama dari alas kaki dan tas kulit.
Ekspansi ini memungkinkan perusahaan menjawab kebutuhan pasar yang berubah tanpa harus meninggalkan identitasnya sebagai produsen kulit premium.
Langkah ini bukan sekadar bertahan, tapi juga membuka peluang baru untuk tumbuh lebih kuat dan relevan di era pasca-krisis.
Hans Koeswanto menambahkan harus terus beradaptasi dan berkontribusi di pasar global.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Industri Tembakau Jadi Sektor Padat Karya, Kadin Minta Pemerintah Berfokus Tumpas Produk Ilegal |
![]() |
---|
Pemerintah Ajak Industri Selenggarakan Program Magang 6 Bulan untuk Fresh Graduate dengan Gaji UMP |
![]() |
---|
Pemerintah Siap Kucurkan Rp 200 Triliun ke Sektor Riil, HKI: Momentum Percepatan Ekonomi Nasional |
![]() |
---|
WAKENI Resmikan Kolaborasi Strategis untuk Sukseskan IFMAC WOODMAC 2025 |
![]() |
---|
Komisi IX DPR RI Kunjungi Pabrik Jamu di Semarang, Soroti Pentingnya Jamu untuk Kesehatan Bangsa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.