Rabu, 1 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Korupsi di Kementerian Tenaga Kerja

Noel, Alarm Bahaya Bagi Prabowo

Noel, Wakil Menteri dan aktivis 98, ditangkap KPK. Rompi oranye jadi simbol alarm bahaya korupsi di tengah program besar pemerintah.

Editor: Glery Lazuardi
ISTIMEWA
Wijayanto Samirin - Wijayanto Samirin memberikan pandandan soal Noel, aktivis 98 dan Wakil Menteri, mengenakan rompi oranye usai ditangkap KPK. Alarm bahaya korupsi kembali menggema di negeri ini. 

Risiko Besar Bagi Prabowo

Program masif, berdampak luas, dan diwujudkan dalam waktu singkat adalah ciri khas Presiden Prabowo. Di satu sisi, karakter ini mendatangkan manfaat nyata bagi Indonesia: keputusan bergabung dengan BRICS, negosiasi dagang dengan AS yang cukup sukses, hingga kemajuan IEU-CEPA.

Namun di sisi lain, gaya ini juga menghadirkan risiko besar, terutama pada program yang rumit, berbiaya tinggi, jangka panjang, serta melibatkan tim besar dengan koordinasi intensif.

Program Makan Bergizi Gratis, misalnya. Target 83 juta siswa setiap hari dengan biaya Rp335 triliun per tahun, melibatkan 30.000 dapur serta rantai pasok yang panjang, jelas sangat berisiko. Bagaimana jika terjadi korupsi sistemik? Bagaimana jika kelalaian operasional menimbulkan keracunan massal?

Program Kopdes Merah Putih juga sangat rentan. Bagaimana jika mayoritas pinjaman oleh 80.000 koperasi justru macet? Apakah rakyat desa tidak akan marah karena Dana Desa yang mereka nantikan diambil alih kreditur? Apakah kita siap menghadapi “krisis Kabupaten Pati” dalam skala nasional?

Demikian pula program 3 Juta Rumah. Bagaimana jika terjadi korupsi sistemik? Bagaimana jika masyarakat berpenghasilan rendah gagal membayar cicilan KPR bersubsidi karena daya beli turun? Apakah mereka rela rumahnya disita bank? Yakinkah perbankan kita siap menghadapi tsunami kredit macet? Apakah ekonomi kita siap jika property boom terjadi lalu meletus dan berakhir seperti krisis subprime mortgage di Amerika Serikat?

Masalah-masalah itu, kalaupun muncul, mungkin tidak terjadi pada 2025 atau 2026, melainkan di 2027 atau 2028—saat kondisi ekonomi belum tentu lebih baik, dan Indonesia memasuki tahun politik. Pertanyaannya, apakah Pemerintah dan Presiden sudah mengantisipasi?

Fokus ke “Antar Kita”, Bukan Antartika

Idealnya, program Pemerintah harus sesuai kebutuhan sekaligus kemampuan. Tiga program prioritas tersebut jelas penting dan dinantikan rakyat. Namun pertanyaannya: apakah cara kita melaksanakannya sudah sesuai kapasitas fiskal dan kemampuan birokrasi? Jika terlalu memaksakan (overstretched), rekalibrasi program adalah langkah bijak.

Satu hal yang tak boleh dilupakan: ada ribuan, bahkan puluhan ribu, “Noel” di Indonesia. Keberadaan mereka memiliki daya rusak tinggi. Program yang baik dan mahal bisa menjadi buruk dan murahan. Rencana yang mestinya meningkatkan citra dan hadir sebagai solusi, justru berbalik merusak wibawa dan menjadi lahan korupsi.

Sebelum meluncurkan program besar dan mahal, Pemerintah harus sadar: korupsi ada di mana-mana. Tidak perlu mengejar koruptor sampai ke Antartika, karena kebanyakan justru ada di “antar kita”. Presiden Prabowo perlu melakukan bersih-bersih sejak dini. Tertangkapnya Noel harus dimaknai sebagai alarm bahaya yang wajib segera direspons, jika tidak ingin bangsa kita celaka.

Profil Singkat Wijayanto Samirin

Jabatan saat ini:

Komisaris Independen PT Indosat Tbk sejak 2015

Sekretaris Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional Anies–Muhaimin (Timnas AMIN)

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved