Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Birokrasi dan Ekologi: Mampukah ASN Menjadi Penjaga Alam?

Sepanjang 2024, deforestasi netto tercatat sebesar 175,4 ribu hektare.  Angka ini merupakan selisih dari deforestasi bruto sebesar 216,2 ribu hektare

Editor: Dodi Esvandi
Xinhua/Xu Yu
Indonesia, negeri dengan kekayaan alam yang luar biasa, tengah menghadapi tantangan ekologis yang semakin kompleks. 

Dalam menghadapi kenyataan ini, kita perlu kembali pada nilai-nilai dasar bangsa, termasuk ajaran agama. Islam, sebagai agama mayoritas di Indonesia, telah lama menempatkan alam sebagai bagian dari ciptaan Allah yang harus dijaga. Dalam surat Al-A’raf ayat 56, Allah berfirman: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya.”

Ayat ini bukan sekadar anjuran moral, tetapi prinsip dasar dalam hubungan manusia dengan alam. Nabi Muhammad SAW pun bersabda bahwa merusak satu pohon di tanah haram adalah perbuatan zalim. Islam mengajarkan bahwa bumi adalah amanah, bukan milik mutlak manusia, dan akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.

Majelis Ulama Indonesia telah menegaskan hal ini melalui Fatwa Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Keadilan. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang menyebabkan kerusakan dinyatakan haram. Negara pun memiliki kewajiban syar’i untuk mencegah penguasaan sumber daya oleh pihak yang merugikan umat dan merusak ekosistem.

Fatwa ini seharusnya menjadi panduan moral bagi para pengambil kebijakan di semua tingkatan. Melindungi alam adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab terhadap khalayak luas.

Peran ASN dan Jalan Menuju Pemulihan

Kini, tugas kita bukan lagi menambah regulasi baru, melainkan memastikan pelaksanaan dan penegakan hukum yang sudah ada dijalankan dengan adil dan tegas. Pemerintah harus menindak tambang ilegal, menutup aktivitas yang merusak kawasan konservasi, dan menghukum oknum yang melindungi perusak lingkungan.

Pengawasan lapangan perlu diperkuat, termasuk memperluas peran masyarakat lokal dalam sistem pengawasan berbasis komunitas. Negara juga harus mempercepat pengakuan wilayah adat dan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Sebab, masyarakat adat sering kali menjadi garda terdepan dalam menjaga hutan dan laut—tanpa insentif, tanpa perlindungan, bahkan sering dikriminalisasi.

Pendidikan lingkungan berbasis nilai-nilai agama dan budaya harus digalakkan di sekolah, masjid, dan ruang publik. Dakwah tentang kelestarian alam harus menjadi agenda rutin, bukan hanya tugas para aktivis, tetapi juga para ulama, pendidik, dan pemimpin daerah.

Alam bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi juga sumber keberkahan. Pembangunan sejati tidak boleh dibangun di atas puing-puing ekologis. Kita membutuhkan keberanian politik, kejernihan hati nurani, dan kebijaksanaan spiritual untuk menempatkan alam sebagai mitra, bukan korban dari ambisi pembangunan.

Kita punya regulasi, kita punya ajaran agama, kita punya pengalaman pahit akibat kerusakan lingkungan. Maka, tak ada lagi alasan untuk menunda tindakan.

Masa depan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh angka pertumbuhan ekonomi, tetapi oleh bagaimana kita menjaga tanah, air, dan udara hari ini. Karena sesungguhnya, siapa yang merusak alam, berarti ia sedang merusak nasib bangsanya sendiri.

Menjaga kelestarian bumi bukanlah tugas tambahan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)—melainkan bagian tak terpisahkan dari sumpah jabatan dan tanggung jawab pelayanan publik. ASN tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kebijakan, tetapi juga sebagai penjaga nilai-nilai keberlanjutan dalam setiap proses pembangunan.

Di tengah arus pembangunan yang kerap mengabaikan aspek ekologis, ASN berdiri sebagai garda terdepan. Kita adalah tulang punggung birokrasi yang menentukan apakah regulasi yang telah dirancang dengan baik benar-benar diterapkan secara konsisten di lapangan, atau sekadar menjadi formalitas administratif.

Menyatukan Kebijakan Sektoral dalam Bingkai Keberlanjutan

Langkah awal yang harus diambil ASN adalah menyadari bahwa seluruh kebijakan sektoral—baik di bidang kehutanan, pertanian, energi, infrastruktur, hingga pendidikan—harus berpijak pada prinsip keberlanjutan. Tidak boleh ada lagi kebijakan yang mengabaikan analisis dampak lingkungan atau menyingkirkan asas keadilan ekologis.

Sebagai perencana, ASN memiliki peran penting dalam memastikan bahwa setiap program pembangunan selaras dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Sebagai pengawas dan pengendali, ASN bertanggung jawab untuk mencegah praktik koruptif dan manipulatif dalam proses perizinan, penyusunan dokumen AMDAL, hingga pelaporan dampak kegiatan.

ASN sebagai Agen Perubahan dan Teladan Publik

ASN juga memegang peran strategis dalam mengedukasi masyarakat. Ini bisa dilakukan melalui jalur formal seperti sekolah dan balai penyuluhan, maupun secara informal lewat keterlibatan sosial dan keagamaan. ASN harus menjadi contoh nyata dalam perilaku ramah lingkungan: hemat energi, mengurangi penggunaan plastik, mendukung pangan lokal, dan memilih transportasi rendah emisi.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved