Minggu, 5 Oktober 2025

Blog Tribunners

Koalisi Sipil: Keterwakilan Perempuan di Lembaga Pemilu Perlu Diatur Spesifik

Koalisi sipil usulkan revisi UU Pemilu atur jumlah pasti komisioner perempuan di KPU, Bawaslu, dan DKPP demi keseimbangan gender.

Wartakota/Rangga Baskoro
TPS - Koalisi masyarakat sipil menyampaikan usulan revisi UU Pemilu untuk memastikan keterwakilan perempuan di KPU, Bawaslu, dan DKPP diatur secara tegas dan spesifik. 

TRIBUNNEWS.COM - Koalisi masyarakat sipil mendorong aturan yang lebih tegas dan spesifik terkait keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu. 

Mereka menilai regulasi yang ada saat ini belum cukup menjamin keseimbangan gender, sehingga peluang perempuan untuk duduk di posisi strategis masih terbatas.

Koalisi Masyarakat Sipil adalah gabungan berbagai organisasi, individu, dan kelompok independen yang bergerak di luar struktur negara dan pasar, dengan tujuan utama mengawal demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan sosial di Indonesia.

Tujuan Koalisi

Menjadi penyeimbang kekuasaan negara

Menyuarakan kepentingan rakyat yang terpinggirkan

Mendorong partisipasi publik dalam kebijakan

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari berbagai organisasi kepemiluan mengusulkan agar Revisi Undang-Undang Pemilu mengubah mekanisme afirmasi perempuan pada jajaran komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), 

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Keterwakilan perempuan di lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP merupakan isu penting dalam mendorong demokrasi yang inklusif dan berkeadilan gender.

Namun, meski ada regulasi yang mengamanatkan keterwakilan minimal 30 persen, implementasinya masih dianggap lemah dan formalitas belaka.

UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum hanya menyebutkan bahwa komposisi lembaga penyelenggara pemilu harus “memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%”.

Dalam praktiknya, jumlah perempuan yang terpilih sebagai komisioner sering kali jauh di bawah angka tersebut2.

Misalnya, pada seleksi KPU dan Bawaslu periode 2022–2027, hanya terdapat 4 perempuan dari 14 calon KPUdan 3 perempuan dari 10 calon Bawaslu.

Koalisi Masyarakat Sipil mengusulkan revisi UU Pemilu agar menetapkan jumlah minimal perempuan secara eksplisit, bukan sekadar persentase:

Lembaga

KPU RI

Jumlah Komisioner

7 orang

Usulan Minimal Perempuan

3 perempuan

Lembaga

KPU Daerah

Jumlah Komisioner

2 perempuan

Lembaga

Bawaslu RI

Jumlah Komisioner

5 orang

Usulan Minimal Perempuan 

2 perempuan

Lembaga

Bawaslu Kabupaten/Kota

Jumlah Komisioner

-

Usulan Minimal Perempuan 

1 perempuan

Lembaga

DKPP

Jumlah Komisioner

7 orang (5 dari masyarakat)

Usulan Minimal Perempuan 

2 perempuan

Jumlah pemilih perempuan lebih besar dari laki-laki, sehingga representasi penting untuk memahami kebutuhan mereka.

Konstitusi menjamin kesetaraan hak dan kesempatan dalam pemerintahan (Pasal 28C, 28D, dan 28H UUD 1945).

Perspektif perempuan dibutuhkan agar kebijakan pemilu lebih responsif terhadap isu gender dan inklusi sosial.

Frasa “memperhatikan” dalam UU dianggap terlalu lemah dan tidak mengikat secara hukum.

Tidak ada sanksi jika kuota 30% tidak terpenuhi.

Proses seleksi masih didominasi oleh struktur dan budaya patriarki

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama, menjelaskan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), syarat minimal keterwakilan perempuan di lembaga pemilu ialah 30 persen.

Namun, aturan dengan persentase dianggap masih kurang efektif, sehingga diusulkan agar revisi UU mengatur jumlah rinci afirmasi perempuan.

Tentunya berkaitan dengan ketentuan afirmasi yang selama ini dalam ketentuan pasalnya itu menyebutkan hanya memperhatikan keterwakilan perempuan 30 persen di KPU, Bawaslu, ataupun DKPP.

Nah dalam hal ini kami mengusulkan di dalam buku kedua, mengenai aktor pemilu ini ketentuan afirmasinya kita langsung secara tegas. Misalnya untuk KPU, sekurang-kurangnya tiga orang (perempuan jadi komisioner KPU) di level nasional dan juga level lokal dalam hal ini provinsi kabupaten kota sekurang-kurangnya ada dua orang perempuan.

Sementara, untuk jajaran komisioner Bawaslu RI dan provinsi diusulkan minimal diisi oleh dua perempuan. 

Di Bawaslu tingkat kabupaten/kota minimal harus ada satu perempuan yang menjadi komisioner.

Begitu juga di Bawaslu kita langsung tegaskan ketentuan afirmasinya sekurang-kurangnya dua orang untuk Bawaslu RI dan provinsi, dan 1 orang perempuan tingkat kabupaten/kota.

Heroik menambahkan, usulan serupa juga diterapkan kepada anggota DKPP. Dari total lima anggota DKPP, minimal dua di antaranya wajib diisi oleh perempuan.

Saat ini, hanya ada dua komisoner KPU RI di KPU RI: Betty Epsilon Idroos dan Iffa Rosita.

Semula, hanya Betty satu-satunya komisoner perempuan. Iffa menyusul di pertengahan masa jabatan, saat Hasyim Asy'ari lengser sebagai Ketua KPU RI akibat tindak asusila. 

Sedangkan di Bawaslu RI dan DKPP RI hanya ada masing-masing satu komisoner perempuan, yakni Lolly Suhenty dan Ratna Dewi Pettalolo. 

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved