Tribunners / Citizen Journalism
Tarif Baru Donald Trump, Ekspor Sumatera Utara Terguncang?
Bergantung pada komoditas seperti kelapa sawit, karet, dan kopi dan proses hilirisasi industri kebijakan AS ini bisa menggoyang ekonomi daerah
Oleh: Dr Aryanto Tinambunan MSi, dosen tidak tetap FEB Unika Santo Thomas, Pengurus ISKA (Ikatan Sarjana Katolik Indonesia) Sumut, dan ASN Pemprov Sumut
KEPUTUSAN Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk kembali memberlakukan tarif impor baru terhadap sejumlah produk dari luar negeri baru-baru ini bukan hanya soal hubungan dagang Washington dan Beijing.
Kebijakan ini, yang diambil dengan dalih melindungi industri dalam negeri dan mempersempit defisit neraca perdagangan AS, menyebar efek domino ke berbagai belahan dunia—termasuk Indonesia.
Sumatera Utara, salah satu provinsi andalan ekspor nonmigas di Tanah Air, termasuk yang harus bersiap menghadapi dampaknya.
Di tengah ketergantungan pada komoditas seperti kelapa sawit, karet, dan kopi, serta proses hilirisasi industri yang masih dalam perjalanan, kebijakan proteksionis dari AS bisa menjadi angin kencang yang menggoyang perahu ekonomi daerah.
Baca juga: Pengamat Soroti Pelemahan Rupiah Imbas Kebijakan Tarif Trump
Kebijakan yang Menyentak Dunia
Tarif baru yang diberlakukan AS menyasar berbagai sektor, mulai dari logam, komponen kendaraan, hingga produk pertanian.
Negara-negara Asia seperti Tiongkok, Vietnam, dan Thailand menjadi target utama.
Namun dalam rantai pasok global yang sangat terhubung, kebijakan terhadap satu negara dapat berimbas pada negara lain yang tidak menjadi target langsung—termasuk Indonesia.
Baca juga: Tarif Trump Terancam Guncang Ekonomi ASEAN, Prabowo Siapkan Langkah Jitu untuk Indonesia
Kenaikan tarif ini membuat produk dari negara-negara yang terdampak langsung menjadi lebih mahal di pasar AS.
Sebagai respons, mereka kemungkinan besar akan mengalihkan produk-produknya ke pasar lain untuk menjaga volume penjualan.
Ini menciptakan tekanan kompetitif baru bagi negara seperti Indonesia yang selama ini menikmati akses relatif stabil ke pasar Eropa, Asia Selatan, atau Timur Tengah.
Sumatera Utara: Potret Ekonomi Ekspor
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nonmigas Sumatera Utara mencapai lebih dari USD 7 miliar pada 2024.
Kontributor terbesarnya adalah produk kelapa sawit dan turunannya, disusul oleh karet, kopi, gambir, teh, dan produk olahan perikanan.
Negara tujuan utama ekspor antara lain India, Tiongkok, Belanda, Malaysia, dan Amerika Serikat.
Sejumlah pelaku usaha, khususnya di sektor agribisnis dan industri pengolahan, sudah mulai merasakan ketatnya persaingan sejak pertengahan tahun lalu.
Mereka menghadapi tekanan harga, kompetisi dari negara tetangga, dan volatilitas kurs yang memperkecil margin keuntungan.
Ketika produk-produk pesaing dari luar negeri membanjiri pasar ekspor dunia karena ditolak oleh AS, harga komoditas global ikut tertekan.
Sawit, yang selama ini menjadi penyumbang devisa terbesar dari Sumatera Utara, mengalami penurunan harga dalam beberapa bulan terakhir. Petani sawit di Labuhanbatu, Asahan, dan Simalungun pun mulai merasakan turunnya harga beli di tingkat pabrik.
Efek Turunan ke Ekonomi Daerah
Penurunan ekspor dan harga komoditas berdampak langsung ke pendapatan petani dan pelaku industri.
Ketika pendapatan mereka menyusut, konsumsi rumah tangga ikut melambat. Ini tentu menjadi sinyal bagi pemerintah daerah untuk waspada, karena konsumsi domestik adalah motor utama pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pelemahan ekspor juga berdampak pada neraca perdagangan nasional.
Jika defisit berjalan membesar, rupiah berpotensi semakin melemah terhadap dolar AS yang sudah menembus hingga 17 ribuan per dolar.
Ini akan memicu kenaikan harga barang impor, termasuk bahan bakar, pupuk, dan alat pertanian. Di Sumatera Utara, yang masih mengimpor banyak barang penunjang industri, kondisi ini bisa memicu inflasi.
Inflasi yang tinggi akan menjadi beban tambahan, bukan hanya bagi masyarakat menengah ke bawah, tetapi juga bagi pelaku usaha kecil dan menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian lokal.
Baca juga: Soal Kebijakan Tarif Impor Donald Trump, Pemerintah Indonesia Diminta Fokus pada Ekonomi Digital
Hambatan untuk Hilirisasi
Salah satu agenda penting ekonomi Sumatera Utara dalam beberapa tahun terakhir adalah hilirisasi industri.
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, misalnya, digadang-gadang menjadi pusat pengolahan produk kelapa sawit dan industri kimia berbasis sawit.
Dengan fasilitas insentif pajak dan kemudahan perizinan, kawasan ini diharapkan menarik investasi besar-besaran untuk meningkatkan nilai tambah produk.
Namun, dalam situasi global yang penuh ketidakpastian seperti sekarang, banyak investor cenderung menahan diri.
Mereka lebih memilih menunggu arah kebijakan global menjadi lebih jelas sebelum berani menanamkan modal dalam jumlah besar.
Ini menjadi tantangan tersendiri bagi Sumatera Utara untuk tetap menjaga momentum hilirisasi.
Tanpa investasi baru, upaya industrialisasi bisa melambat.
Padahal, hilirisasi adalah strategi penting untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan memperkuat daya saing produk lokal di pasar global.
Strategi Menghadapi Dampak
Dinamika global yang sedang terjadi ini menuntut respons yang cepat, cerdas, dan terkoordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Beberapa langkah yang bisa diambil Sumatera Utara antara lain:
Pertama, diversifikasi Pasar Ekspor: Perluasan pasar ke Afrika, Timur Tengah, atau Eropa Timur menjadi penting.
Pasar alternatif ini bisa menyerap produk ekspor Sumut dan mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional yang kini mulai jenuh;
Kedua, dukungan kepada UMKM Ekspor: Banyak pelaku usaha kecil yang punya potensi ekspor namun terkendala sertifikasi, logistik, dan akses pembiayaan. Pemerintah perlu menyediakan insentif dan pelatihan agar mereka bisa naik kelas;
Ketiga, penguatan Infrastruktur dan Logistik: Pelabuhan Belawan dan akses jalan ke pusat produksi masih perlu banyak perbaikan agar produk dari hulu ke hilir bisa dikirim lebih efisien dan kompetitif;
Keempat, kebijakan Perlindungan Harga Petani: Dalam jangka pendek, pemerintah bisa mengintervensi harga dasar komoditas strategis agar petani tidak terlalu dirugikan oleh gejolak pasar internasional dan Kelima, kolaborasi Pusat-Daerah dalam Promosi Investasi: Promosi KEK dan potensi industri Sumatera Utara harus lebih agresif dilakukan di tingkat internasional dengan dukungan penuh dari Kementerian Investasi dan lembaga terkait.
Menjaga Arah di Tengah Badai
Amerika Serikat mungkin hanya sedang menjaga kepentingan domestiknya. Namun, di tengah ekonomi global yang terhubung erat, langkah proteksionis semacam ini tak bisa dipandang sebelah mata.
Provinsi seperti Sumatera Utara, yang sangat bergantung pada ekspor dan investasi, perlu segera menyesuaikan strategi agar tidak tergulung ombak kebijakan luar negeri.
Kebijakan satu negara memang tak bisa dikendalikan, tapi arah kebijakan dalam negeri dan daerah bisa kita bentuk bersama.
Ini saatnya Sumatera Utara memperkuat pondasi ekonominya dengan ketahanan, inovasi, dan kolaborasi karena sejauh apa pun badai datang, arah layar tetap bisa kita kendalikan.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
4 Fakta Pria Beristri Siram Wajah Wanita Simpanan Pakai Air Keras di Padangsidimpuan, Dipicu Cemburu |
![]() |
---|
Hutan untuk Rakyat, Menhut Serahkan 8,4 Juta Hektare ke 1,4 Juta KK |
![]() |
---|
Misteri Kerangka Manusia dalam Pohon Aren di Serdang Bedagai, Ada Kaus 'Just Run' dan HP Nokia |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Medan Hari Ini Selasa, 9 September 2025: Berpotensi Hujan Ringan |
![]() |
---|
6 Fakta Kecelakaan Bus ALS di Padang yang Tewaskan 2 Atlet, Sopir Kabur hingga Diduga Ngantuk |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.