Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Pertanggungjawaban Korporasi dalam Tindak Pidana

Meningkatnya jumlah kasus korupsi korporasi menyoroti perlunya kerangka hukum lebih ketat untuk mencegah bisnis terlibat dalam kegiatan terlarang.

Editor: Hasanudin Aco
Istimewa/Tribunnews.com
KORUPSI KORPORASI - Praktisi Hukum Muhamad Zainul Arifin, SH, MH, PhD bicara pertanggungjawaban Korporasi dalam tindak pidana. 

Oleh: Muhamad Zainul Arifin, SH, MH, PhD*

TRIBUNNEWS.COM - Korupsi merupakan salah satu tantangan terbesar dalam  sistem hukum da nekonomi global.

Dalam beberapa dekade terakhir, kasus korupsi yang melibatkan korporasi semakin meningkat, menunjukkan bahwa kejahatan ini tidak hanya dilakukan oleh individu tetapi juga oleh entitas bisnis.

Studi oleh Grasso (2020) menyoroti bahwapertanggungjawaban pidana terhadap korporasi telah berkembang seiring dengan perubahan teori hukum yang mulai melihat perusahaan sebagai entitas independen yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan kriminal yang dilakukan dalam lingkup bisnisnya (Grasso, 2020).

Tanggung jawab pidana korporasi dalam kasus korupsi masih menjadi perdebatan hukum yang kompleks.

Khususnya dalam menentukan sejauh mana suatu badan usaha dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh para anggotanya. 

Meningkatnya jumlah kasus korupsi korporasi menyoroti perlunya kerangka hukum yang lebih ketat untuk mencegah bisnis terlibat dalam kegiatan terlarang. 

Penulisan ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi
dalam kasus korupsi masih menjadi perdebatan hukum yang kompleks.

Terutama dalam menentukan sejauh mana entitas bisnis dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan ilegal yang dilakukan individu di dalamnya. 

Studi ini menunjukkan bahwa meskipun banyak yurisdiksi telah mengakui konsep Corporate Criminal Liability (CCL), implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk celah hukum dan inkonsistensi dalam putusan pengadilan. 

Dari perspektif keadilan hukum, terungkap bahwa penjatuhan sanksi terhadap badan hukum setelah pengurusnya dihukum dapat menimbulkan dilema hukum, terutama terkait dengan prinsip double jeopardy dan keadilan prosedural.

Dalam konteks hukum Indonesia, pendekatan yang lebih menekankan pertanggungjawaban individu dibandingkan dengan badan usaha sebagai subjek hukum masih  menjadi tantangan dalam penerapan hukum pidana korporasi.

Perlunya memberikan wawasan tentang perlunya reformasi hukum yang lebih jelas dalam menangani pertanggungjawaban pidana korporasi. 

Selain itu, pendekatan alternatif seperti mekanisme Deferred ProsecutionAgreements (DPA) atau model kepatuhan yang lebih ketat dapat menjadi solusi yang lebih efektif daripada sekadar menjatuhkan sanksi finansial tambahan yang tidak selalu menyelesaikan akar masalah. 

Regulasi hukum pidana ekonomi yang berbeda di setiapnegara dapat mempengaruhi efektivitas implementasi konsep pertanggungjawaban pidana korporasi. 

Ke depan, pentingnya pendekatan yang lebih sistematis dalam mengembangkan regulasi yang dapat mengakomodasi prinsip keadilan hukum bagi badan usaha dan individu yang mengelolanya. 

Reformasi hukum pidana ekonomi yang lebih jelas akan memberikan kepastian hukum yang lebih baik, mencegah korporasi menghindari tanggung jawab pidana melalui celah hukum, serta memastikan bahwa praktik bisnis berjalan secara etis dan bertanggung jawab.

Ketidakkonsistenan dalam penegakan hukum, dengan banyak yurisdiksi memprioritaskan akuntabilitas individu daripada tanggungjawab perusahaan.

Meskipun ada peraturan seperti Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA) di Amerika Serikat dan Undang-Undang Pembunuhan Korporasi dan Pembunuhan Korporasi di Inggris, kesenjangan dalam penegakan hukum memungkinkan perusahaan untuk menghindari tanggung jawab. 

Di Indonesia, penegakan tanggung jawab pidana korporasi berdasarkan Undang-Undang Anti-Korupsi masih lemah karena inkonsistensi hukum dan keterbatasan kelembagaan.

Studi ini berkontribusi pada wacana tentang akuntabilitas perusahaan dengan menekankan perlunya kerangka hukum yang lebih jelas dan mekanisme kepatuhan yang lebihketatuntuk meningkatkan kepastian hukum.

* Penulis:  Praktisi Hukum, Tinggal di Jakarta

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved