Senin, 6 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Raja Bahrain ke Rusia Sinyal Kuat Tergerusnya Hegemoni AS di Timur Tengah

Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa meminta Rusia turut serta dalam konferensi perdamaian Palestina yang digagas Liga Arab.

Kantor Berita Bahrain
22 delegasi negara negara Arab dalam Deklarasi Manama KTT Bahrain 

Rusia dipandang sebagai elemen yang sangat menentukan dalam peta politik internasional, selain China tentunya.

Dalam satu decade terakhir, sikap dan pandangan kekuatan Timur Tengah mulai bergeser orientasinya.

Tidak semata tergantung lagi pada kekuatan barat –AS dan sekutu utamanya-- yang hegemonik dan memperlihatkan watak kolonialis imperialis.

Hubungan AS dengan negara-negara kunci di Timur Tengah setelah Perang Dunia II lebih bersifat subordinatif.

AS bertindak sebagai beking militer atau pelindung para elite yang berkuasa, dengan imbal balik konsesi minyak dan kontrol wilayah.

Konflik dan ketegangan sengaja diciptakan dan digoreng-goreng. Sosok kontroversial Moammar Khadaffi dan Saddam Hussein dikapitalisasi untuk menaku-nakuti penguasa Arab.

Persaingan Arab versus Iran dibesar-besarkan, dipancing-pancing lewat isu sectarian persaingan Sunni-Syiah.

Bendera Palestina dipasang di pagar kawat berduri selama demonstrasi bertajuk  pawai bendera di sepanjang perbatasan Jalur Gaza dengan Israel di timur kota Gaza pada 18 Mei.
Bendera Palestina dipasang di pagar kawat berduri selama demonstrasi bertajuk pawai bendera di sepanjang perbatasan Jalur Gaza dengan Israel di timur kota Gaza pada 18 Mei. (Mohammed Abed/AFP via Getty Images)

Revolusi Musim Panas Arab (Arab Spring) yang dimulai di Tunisia, turut memantik berbagai perubahan sikap elite Arab.

Para penguasa Arab yang datang dari dinasti-dinasti tertentu, menyadari bahaya Arab Spring, dan mulai menghitung siapa paling diuntungkan dari situasi ini.

Semakin lama, para elite Arab juga menyadari betapa konflik-konflik yang menghancurkan Timur Tengah diciptakan barat, demi melanggengkan hegemoni dan kontrol kekuasaan kawasan.

Kelompok kejam ISIS dibangkitkan di Mosul Irak, membesar, lalu menebarkan ketakutan di wilayah Arab. Dari Irak, ISIS bergerak ke Suriah.

Presiden Bashar Assad digoyang dan hendak didongkel menggunakan kehadiran ISIS, dan kelompok-kelompok bersenjata fundamentalis seperti Al Nusra, Al Qaeda, dan kelompok Kurdi.

Kelompok-kelompok Islam bersenjata itu menjadi proksi negara Arab, Turki, AS, Inggris dan sekutunya yang menghendaki destabilitas Suriah.

Beruntung, Rusia hadir di waktu tepat menolong Suriah. Iran juga sukses menolong Irak dan Suriah saat membasmi ISIS.

Kehadiran Rusia di Suriah benar-benar membalikkan situasi. Damaskus yang hampir jatuh, bisa diselamatkan.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved