Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Napoleon Bonaparte, Adolf Hitler, dan Nafsu Perang Emmanuel Macron

Presiden Macron menyatakan barat akan melakukan segala cara untuk mencegah Rusia memenangkan perang di Ukraina. Bila perlu mengirim tentaranya Eropa.

SERGEI SUPINSKY / AFP
Presiden Prancis Emmanuel Macron berjabat tangan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kiri) diapit oleh Perdana Menteri Italia Mario Draghi (kiri) dan Kanselir Jerman Olaf Scholz (kanan) di Istana Mariinsky, di Kyiv, pada 16 Juni 2022. 

Saat peringatan jatuhnya Paris dan Napoleon pada 31 Maret 2024, Moskow mengingatkan para pemimpin Perancis modern akan sejarah ini.

Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, mengucapkan sindiran kepada pihak berwenang Prancis pada peringatan 210 tahun masuknya tentara Rusia ke Paris setelah kemenangan Rusia dalam Perang Patriotik 1812.

“Selamat berlibur kepada Wali Kota Paris Anne Hidalgo dan seluruh lapisan Russofobia dari otoritas Prancis saat ini! Pada saat itu, para pendahulu mereka tidak menghargai perdamaian Rusia dan harus menanggung akibatnya. Kami mendukung perdamaian dan kerja sama, namun atas dasar kesetaraan. Kami sangat menghargai pengalaman unik interaksi kami dengan Prancis, tetapi siapa pun yang membawa pedang akan… (jatuh oleh pedang).”

“Dalam sejarah Rusia, kampanye ini disebut sebagai Kampanye Luar Negeri tentara Rusia, yang dilakukan bersama dengan tentara sekutu — Prusia, Austria, Swedia, Inggris Raya, sebagai akibatnya negara-negara Eropa dibebaskan dari penindasan Prancis,” tulis Zakharova dalam pesannya.

“Rusia memainkan peran penting dalam menjaga Perancis tetap berada di dalam perbatasannya dan mengambil alih kota-kota Perancis di bawah perlindungannya, mencegah penjarahan oleh pasukan Prusia dan Austria,” lanjutnya.

“Dengan dekrit Alexander I, tentara Rusia memastikan koleksi Louvre dan museum Prancis lainnya serta monumen bersejarah tidak dapat diganggu gugat,” kenang Kementerian Luar Negeri Rusia.

Kementerian Luar Negeri Rusia memberikan pelajaran sejarah kepada Paris sebagai tanggapan atas pernyataan kasar Wali Kota Paris bahwa atlet Rusia dan Belarusia tidak akan diterima di Paris.

Sebaliknya Paris sangat mendukung warga Ukraina. Pernyataan Wali Kota Paris itu terkait Olimpiade Paris 2024.

Atlet Rusia dan Belarusia mendapat pembatasan luar bisa, termasuk oleh kebijakan Komite Olimpiade Dunia (OIC).

Atlet Rusia bahkan tidak boleh tampil di nomer beregu, hanya di lomba perorangan. Itu pun tidak boleh membawa atribut negaranya.

Kebijakan tidak adil OIC ini sebagai reaksi politik komite olahraga dunia itu terkait konflik dan perang Rusia-Ukraina.

Banyak kalangan menuding OIC menjalankan politisasi olah raga, serta menjauhkan olimpiade dari spirit asli olah raga.

OIC juga dinilai diskriminatif, karena Israel yang bertindak keji di luar batas kemanusiaan atas penduduk Palestina, dibiarkan begitu saja.

Kembali soal sentimen negatif elite Prancis dan Macron terhadap Rusia, sulit untuk tidak mengaitkannya dengan sejarah elite masa lalu negara itu.

Napoleon Bonaparte I gagal menundukkan Rusia. Hal sama diulang Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman.

Kini, Emmanuel Macron tampaknya mengikuti jejak Napoleon Bonaparte dan Adolf Hitler, ingin mengalahkan Rusia, dengan segala cara.

Sesuatu yang bakal gagal, dan mungkin akan merusak Prancis serta Eropa secara signifikan.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved