Tribunners / Citizen Journalism
Mewujudkan Pemilu yang Merekatkan Bangsa
Selain sebagai wujud nyata demokrasi, Pemilu merupakan jalan peralihan kekuasaaan yang damai.
Apa yang terjadi di AS itu tentu harus menjadi pelajaran penting bagi kita, bahwa mental siap menang dan siap kalah harus dipupuk secara terus menerus dalam jiwa peserta atau aktor utama pemilu.
Sebagai sebuah kompetisi yang diwarnai adu gagasan dan adu program, kalah dan menang dalam Pemilu adalah keniscayaan sehingga harus dipahami betul oleh seluruh elemen bangsa.
Apabila ini dipahami dengan baik, maka Pemilu justru menjadi perekat bangsa dalam konteks peralihan kekuasaan, bukan ajang perpecahan.
Namun, untuk mewujudkan pemilu yang mengintegrasikan bangsa itu tentu perlu sejumlah kondisi yang mendorongnya.
Pertama, pemilu yang jujur, adil, dan transparan. Dalam konteks ini, penting bagi KPU sebagai penyelenggara utama pemilu untuk bisa meyakinkan masyarakat bahwa pemilu yang dihadirkan adalah pemilu yang jujur, adil, dan transparan.
Apabila KPU gagal meyakinkan publik bahwa Pemilu berlangsung secara jujur dan adil maka potensi terjadinya peralihan kekuasan yang damai akan sulit terwujud.
Tentu ini bukan perkara mudah, akan tetapi demi mewujudkan hal itu tentu KPU sebagi penyelenggara akan melakukan kerjasama dengan Stakeholder dengan menyampaikan Tahapan serta Program Kegiatan secara Transparan kepada Masyarakat pada umumnya dan peserta pemilu pada khususnya.
Tentu kita masih ingat Pemilu di masa Orde Baru. Meski seakan demokratis, nyatanya Pemilu tersebut berjalan tidak jurdil.
Pendek kata, sebelum pemilu selesai, sudah diketahui pemenangnya.
Kondisi itu akhirnya menjadi bom waktu hingga akhirnya meledak dan terjadilah Reformasi 1998 yang tentu saja menimbulkan kerugian jiwa, materiiil, dan non materiil.
Tentu saja penyelenggaran Pemilu yang jurdil tidak hanya tanggungjawab KPU, tetapi juga tanggung jawab pihak terkait lainnya seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai hakim dalam hal pelanggaran oleh penyelenggara Pemilu.
Kedua, penguatan kesadaran Pemilu damai bagi peserta Pemilu, pemilih, dan elemen masyarakat lainnya.
NKRI sebagai negara dengan ribuan pulau dan juga beragam suku bangsa atau budaya tentu dinilai sangat riskan dengan adanya potensi perbedaan yang berakibat pada potensi perpecahan.
Bukan tidak mungkin, sebagai warga negara yang memiliki hak pilih yang berhak menentukan pilihan serta pandangan politiknya secara bebas tanpa campur tangan dari pihak manapun akan mengalami potensi perbedaan pandangan ataupun pilihan politik dengan orang orang terdekat, saudara serumah atau tetangga.
Kadang perbedaan pandangan politik ini bahkan sengaja dimainkan di tengah-tengah masyarakat yang pendidikan politiknya masih kurang.
Sumber: TribunSolo.com
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sebelum Batalkan Aturan Data Capres-Cawapres Rahasia, KPU Koordinasi dengan KIP |
![]() |
---|
Berdampak pada Pelaksanaan Pemilu, HNW Tekankan Pentingnya Kajian Serius Putusan MK 135 |
![]() |
---|
Komisi II Usul Revisi UU Pemilu Masuk Prolegnas Prioritas 2026 |
![]() |
---|
Zulhas Sebut Ada Hak Publik untuk Ketahui Informasi Syarat Capres-Cawapres |
![]() |
---|
Ketua KPU Mochammad Afifuddin: Profil, Harta dan Aturan Ijazah Capres yang Dibatalkan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.