Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Dinamika Hubungan China-Amerika Serikat dan Pengaruh Indonesia dalam Percaturan Politik Global

China adalah mitra strategis komprehensif yang tepat bagi Indonesia untuk perdamaian dan kesejahteraan

Editor: Eko Sutriyanto
ist
Sukron Makmun, Intelektual muda NU, Wakil Sekjen PERHATI, dan Pengamat Politik Luar Negeri 

Oleh :  Sukron Makmun *)

 
TRIBUNNEWS.COM - Hubungan antar negara tidak jauh beda dengan hubungan sesama manusia. Naik turun dan dinamis. 50 tahun lalu (1972) Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon yang dikenal anti Komunis itu berkunjung ke China. Sontak hubungan yang tadinya beku menjadi cair. Kunjungannya menjadi tanda era baru kemesraan China-AS. 

Sebelumnya, ketika partai komunis mulai berkuasa (1949), AS tidak mengakui China. Sejak saat itu hubungan antar keduanya terputus selama dua dasawarsa.

Tapi pada akhir 1960an keduanya kembali saling membutuhkan. China yang terisolasi dan terbelakang secara diplomatis, berusaha untuk pulih dari reformasi yang membawa bencana, yang dikenal dengan Revolusi Kebudayaan.

Saat itu, China merasa khawatir tentang kemungkinan serangan yang dilancarkan oleh Uni Soviet, dan AS juga semakin resah dengan tindak-tanduk Soviet. Pada saat yang sama, AS ingin meningkatkan pengaruhnya di kawasan Asia. AS berharap, China dapat membujuk Vietnam Utara.

Terbukti, China dapat membantu melapangkan jalan bagi AS untuk keluar dari perang Vietnam yang merusak citranya sebagai negara adi daya.

China dan AS akhirnya secara resmi menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1979. AS mengakhiri 30 tahun pengakuan pemerintah Republik China saingan Chiang Kai-shek di Taipei.

Baca juga: Jepang Khawatir Perang Rusia-Ukraina Memicu China Melakukan Ekspansi Laut

Pada masa Presiden Trump hubungan kedua negara kembali memanas, disebut yang terburuk setelah perang Vietnam. Kerenggangan itu dipicu oleh sikap paranoid dan tudingan Trump bahwa Covid-19 adalah virus buatan China.

Tuduhan itu dibalas dengan propaganda yang lebih ganas di dalam negeri China. Namun di akhir kepemimpinannya, ia bertekuk lutut kepada China. Akhirnya AS dan China saling menurunkan tarif, sama-sama berkomitmen mengakhiri perang dagang.

Presiden Joe Biden, meskipun berasal dari Partai Demokrat yang terkenal lunak itu, tidak lantas membuat hubungan China-AS harmonis. Malah sebaliknya, hubungan memanas sejak awal dia berkuasa.

Pada acara pelantikannya sebagai presiden, perwakilan Taiwan diundang hadir. Itu diartikan sebagai sikap tidak bersahabat AS terhadap China, sebab bertentangan dengan one China policy, di mana China ingin dunia internasional hanya mengakui satu China yaitu Republik Rakyat China.

Banyak birokrat era Trump yang diminta untuk kembali bergabung dalam kabinet Biden. Tujuannya adalah untuk melanjutkan kebijakan dagang yang telah digagas oleh Trump.

Memanasnya hubungan China-AS juga dipicu oleh faktor lain, yaitu keinginan sekutu AS yang menghendaki adanya perimbangan kekuatan global dalam bentuk rivalitas China-AS.

Seharusnya, Biden dapat meneladani semangat perdamaian dan persahabatan yang telah dicontohkan oleh pendahulunya, Nixon.

Sebagai presiden saat itu, dia lebih memilih jalur diplomatik untuk kepentingan jangka panjang yang lebih besar.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved