Senin, 6 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Gus Yaqut dan Sandi, Cermin Politik Harmoni di Era Jokowi

Jokowi berusaha membangun harmoni di tengah kecamuk suasana berbangsa dan bernegara yang akhir-akhir ini sangat dirasakan.

Editor: Husein Sanusi
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon. 

Gus Yaqut dan sandi, cermin Politik Harmoni di Era Jokowi

Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*

TRIBUNNEWS.COM - Orang bilang, Indonesia contoh terbaik kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmoni. Setelah merangkul rival terberatnya, Prabowo Subianto, di awal kepemipinan, Jokowi kini menempatkan Sandiaga Uno di jajaran kementerian. Sebuah akhir yang sempurna.

Tidak cukup itu, setelah sebelumnya sempat jatuh ke tangan orang bukan represetasi Nahdliyin, Jokowi mengangkat KH. Yaqut Cholil Qoumas di posisi Kementerian Agama (Kemenag). Sudah barang tentu keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) bangga dan merasa terakomodir, bahkan perasaan di "tinggal jokowi" itu berangsur reda.

Politik untuk membangun harmoni di tengah kecamuk kehidupan berbangsa, terlebih paska kedatangan Muhammad Rizieq Shihab (MRS) dari Arab Saudi, sangatlah tepat. Stabilitas dan soliditas nasional dibutuhkan oleh presiden di tengah ironi ekonomi bangsa akibat pandemi Covid-19.

Bergabungnya Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, dan kembalinya kursi Kemenag ke pangkuan NU, adalah kabar buruk bagi kelompok “pengacau” radikal. Sudah jamak diketahui umum, kelompok sempalan Islam, Front Pembela Islam (FPI), membela paslon Prabowo-Uno di Pilpres 2019.

Tidak hanya itu, politik harmoni yang Jokowi mainkan, dengan merangkul Prabowo-Sandi, dapat mengandung dua makna. Pertama, 68.6 juta atau 44.50% suara pendukung Prabowo-Sandi bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Dua figur utama mereka sudah berada di lingkaran kekuasaan.

Kedua, pancingan awal Jokowi kepada separuh rakyat Indonesia agar kembali bersatu padu, seperti tokoh-tokoh mereka sendiri, Prabowo-Sandi. Sekarang, terlebih pada masa pandemi, bukan saaatnya lagi berbicara perbedaan dan perpecahan, melainkan soliditas dan harmoni nasional.

Negara dalam keadaan sulit. Ekonomi harus segera pulih. Rakyat pun mesti dipastikan sehat nan produktif. Karenanya, konflik berlarut-larut yang terpolarisasi sejak Pilpres 2019 idealnya segera diakhiri. Presiden Jokowi melihat pentingnya harmoni anak bangsa, mengesampingkan visi-misi kelompok, mengedepankan kepentingan nasional.

Konflik politik umumnya semakin membara bila dikompori dengan isu-isu berbalut keagamaan. Jokowi mengerti, ormas yang konsisten mengangkat isu moderatisme antara lain NU. Gus Yaqut, Ketua Umum GP Ansor, dinilai cukup representatif dari dua sisi. Pertama, secara ideologi, paham Islam rahmatan lil alamin dan wasathiyah sebagai tameng paham radikalisme.

Kedua, secara keorganisasian, GP Ansor yang kelak akan terus mendukung Gus Yaqut selama menjabat Kemenag, juga cukup representatif untuk menghalang ormasi radikal. Intinya, secara ideologi maupun keorganisasian, perkembangan paham radikalisme diprediksi cukup untuk diblokir.

Sampai di sini dapat dikatakan, penempatan representasi NU ini di Kemenag bernilai setara dengan penempatan Prabowo di Kementerian Pertahanan (Kementan) atau Sandi di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Presiden telah memiliki cukup perangkat untuk menjaga stabilitas nasional, baik dari sudut pandang kepentingan ekonomi-politik maupun agama.

Politik harmoni presiden menandai langkah awal pemerintah untuk bangkit, setelah hampir satu tahun penuh terjerembab bersama seluruh negara di dunia akibat pandemi. Harapan kebangkitan ekonomi politik ini mustahil terwujud, apabila terus-menerus direcoki oleh kelompok keagamaan seperti FPI yang tidak berhenti bikin onar.

Sementara tugas-tugas negara masih banyak, seperti di antaranya pemberantasan korupsi, bukan semata mengurusi HRS dan pendukung fanatiknya. Untung saja, penangkapan menteri kelautan dan perikanan maupun menteri sosial berlangsung di tengah pandemi Covid-19. Secara politis, hal ini dapat diartikan tingginya komitmen pemerintah akan pemberantasan korupsi, di tengah seriusnya menangani pandemi.

Penulis memandang, dengan memaksimalkan potensi politis Sandiaga Uno (mantan rival di Pilpres) dan Gus Yaqut di posisi Kemenag, harmoni bangsa betul-betul tercapai. Sehingga pemerintah dapat mengalihkan fokus perhatiannya pada kebangkitan ekonomi di tengah pandemi dan pemberantasan korupsi yang belum tuntas, di antaranya belum tertangkapnya Harun Masiku, Eks Caleg PDIP, oleh KPK.

Urgensi penangkapan Harun Masiku tidak saja berimbas pada citra positif pemberantasan korupsi di Indonesia. Lebih dari itu, penangkapan Harun Masiku juga berguna bagi upaya deradikalisasi. Sebab, selama ini kelompok radikal sering mencibir pemerintah, karena terlalu fokus mengurusi HRS, sementara Harun Masiku tidak ditangani serius.

Pemberantasan korupsi paralel dengan gerakan deradikalisasi. Fakta menunjukkan, suburnya radikalisme di Indonesia tidak terlepas dari kekecewaan rakyat pada pemimpin yang korup. Agama hanya jadi kuda tunggangan. Ditunggangi agar kritik terhadap kepemimpinan yang korup lebih tampak sakral dan legitimit.

Politik harmoni Jokowi kali ini adalah awal bagi seluruh elemen masyarakat untuk bersatu padu. Prabowo dan Sandi dituntut untuk meredakan para pendukungnya, tentu melalui posisi/jabatan yang diemban. Begitu pun Gus Yaqut, dengan segala potensinya yang ada. Karena hanya langkah awal, presiden dituntut hal lain di masa depan, yakni kebangkitan ekonomi, keselamatan jiwa dari pandemi, dan pemberantasan korupsi.

Alhasil, tidak ada pilihan lain bagi rakyat kecuali mendukung pemerintah membangun keharmonisan hidup berbangsa dan bernegara. Bersama-sama bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat pandemi, menjaga kesehatan diri agar selamat dari penyakit, dan bersama mengontrol pemerintah agar tidak terjangkit virus laten korupsi. Wallahu a’lam bis shawab.

*Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved