Selasa, 7 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Membaca Moderasi di Indonesia

Pendiri Institut Moderasi Indonesia (InMind) menjelaskan agama sesungguhnya sudah bersifat moderat sehingga  tidak perlu  moderasi

Editor: Eko Sutriyanto
Istimewa
Sampul buku Moderasi Beragama dan Berbangsa di Indonesia 

Dalam  konteks  agama,  para  pendiri  Institut  Moderasi  Indonesia  (InMind) ini menjelaskan bahwa  agama  sesungguhnya  sudah bersifat moderat sehingga  tidak perlu  moderasi. Yang  perlu dimoderasi adalah cara  beragama. 

Ini berarti bahwa keekstreman  sesungguhnya bukan lahir dari agama, tetapi dari cara  memahami dan mempraktikkan ajaran agama.

Kasus  terakhir  ekstremisime  agama  di  Indonesia  adalah  upaya  pembunuhan Jend  TNI  (Purn)  Wiranto,  yang  ketika  itu  –akhir  tahun  2019–  menjabat  selaku Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).

Usai peresmian  sebuah  gedung  universitas di Banten,  seseorang  tiba-tiba  menusukkan pisau   ke   perut   dan   membuat   Wiranto   sempat   dalam   kondisi   kritis.   

Sikap ekstremisme  ini  yang  berupaya  dibendung  dengan  hadirnya  buku  yang  terbit pada Juli 2020 ini.

Jauh  sebelum  pencanangan  PBB,   di  Indonesia  konsep  moderasi  ini  sudah digagas dalam  Musyawarah  Nasional Majelis Ulama  Indonesia  (Munas MUI IX) pada  tahun  2015.

Momen  terpilihnya  KH.  Ma’ruf  Amin  sebagai  Ketua  Umum MUI ini mengangkat tema Islam Wasathiyah untuk  Indonesia  dan Dunia yang Berkeadilan   dan   Berkeadaban”.   Salah   satu   rekomendasinya   adalah   Taujihat Surabaya, yang berisikan 12 Prinsip Washatiyah Islam.

Prinsip-prinsip  tersebut  antara  lain   jalan  tengah,  berkeseimbangan,  lurus dan tegas,toleransi, egaliter, musyawarah, reformasi, mendahulukan yang prioritas, dinamis dan inovatif.

Kemudian berkeadaban, penerimaan  eksistensi  negara  bangsa,  dan  kepeloporan  dalam  kebaikan dan kemaslahatan hidup.

Beberapa  gagasan itulah yang  coba  diulas dalam buku terbitan InMind Press ini.

Khususnya  pada  prinsip-prinsip  yang  ditekankan  kembali  oleh  KH.  Ma’ruf Amin  dalam  kunjungannya   ke   Rajaratnam   School   of   International   Studies, Nanyang Technological University  (RSiS NTU).

Gagasan-gagasan   tersebut   kemudian   diturunkan   menjadi   bab-bab pembahasan   di  dalam   buku   berupa   bangunan   toleransi   beragama,  mengambil jalan tengah, menjaga keseimbangan, bersikap toleran, perdamaian  menuju  reformasi,   egaliter dan  non-diskriminatif,  dan 7] musyawarah mufakat.

Namun demikian, Eno Syafrudien –yang juga adalah menantu dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin– dan Rizaldi Lufti memandang bahwa moderasi baragama saja  tidak  cukup.  

Untuk  menuju  Indonesia  Maju,  juga  dibutuhkan  kesadaran moderasi  dalam  kehidupan  berbangsa.  Seperti  halnya  agama,  bangsa  Indonesia juga sesungguhnya sudah cukup moderat dengan menerima keragaman, sehingga tidak perlu dimoderasi.  Yang perlu dimoderasi  adalah cara dalam berbangsa.

Kedua  penulis  melihat  bahwa  Indonesia  sebenarnya  memiliki  fondasi  kokoh

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved