Tribunners / Citizen Journalism
Menantikan Sikap Wasathiyah PBNU dan Penegakan HAM
Polarisasi umat baik antar golongan maupun pemerintahan semakin menajam. PBNU harus mengambil sikap wasathiyah.
Tanpa perlu melangkahi dan mendahului kesimpulan akhir Komnas HAM, konsep Wasathiyah PBNU dapat diterjemahkan melalui pendekatan dua paradigma tersebu; keamanan negara dan hak untuk hidup damai dan aman tersebut. Tiga lembaga negara (TNI, Polri, Komnas HAM) menjadi pintu masuk secara bersamaan untuk menerjemahkan konsep Wasathiyah NU. Berpihak pada lembaga negara, bagi NU, adalah berpihak pada pemerintahan yang sah.
Hemat penulis, perselisihan PBNU dan FPI hanya riak-riak kecil. FPI bukan HTI yang ingin mengganti NKRI, Pancasila, UUD ’45 walaupun ingin menerjemahken ke dalam versi kelompok mereka sendiri. IB-HRS sempat mewacanakan NKRI Bersyariah atau kembali pada UUD ’45 sebelum amandemen, dan lainnya. Persoalan interpretasi (furu’iyah) dan bukan substansi (ushuliyah). Berbeda dengan HTI yang hendak mengganti ketiganya dengan sistem Negara Khilafah.
Perselisihan furu’iyah PBNU versus FPI ini dapat menjadi pegangan dalam menentukan sikap Wasathiyah. Perselisihan FPI versus TNI-Polri ini biarkan ditangani dan ditengahi oleh Komnas HAM.
Di luar isu penegakan hukum dan HAM, bukan urusan PBNU. Sebab, sejarah kemesraan dan keharmonisan FPI dan TNI-Polri pernah berlangsung, hal itu juga harus dijadikan pertimbangan.
Ibarat kata, penembakan 6 anggota laskar ini adalah “riak-riak keluarga” antara TNI-Polri dan FPI. Tidak ada gading yang tak retak, kata pepatah. Namun, isu hukum dan HAM adalah kepentingan bersama. Wallahu a’lam bis sawab.
*Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.