Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Mental Korup dan Revolusi Mental

Praktik korupsi sudah jauh lebih lama terjadi, hingga dalam kaitan normatif struktural di sebuah negara, dibutuhkan berbagai peraturan mencegahnya.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK Firli Bahuri memberikan keterangan kepada wartawan saat konferensi pers penetapan tersangka Menteri Sosial Juliari P Batubara di gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK resmi menahan Juliari P Batubara atas dugaan menerima suap terkait pengadaan bantuan sosial penanganan COVID-19 di Kementerian Sosial usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Kemensos. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Kenyataannya yang terjadi bentuk klientilisme yang mentransaksikan suara rakyat. Hal inilah yang membuat kontestasi politik menjadi berbiaya tinggi.  

Merebut suara rakyat dalam jumlah yang besar dan berskala luas membutuhkan kapital yang besar pula. Menyebut korupsi sebagai masalah mental, dapat berakibat pada penyederhanaan korupsi sebagai tindakan personal. 

Sementara, realitas sistem yang dikonstruksi dengan berbagai praktik yang korup, dapat membuat jebakan bagi siapa pun untuk melakukannya.

Secara personal, orang dapat  saja tumbuh di lingkungan yang baik dengan etika dan moral yang juga baik secara sosial.

Juliari Batubara, jika dilihat dari latar belakang kehidupannya, memperoleh pendidikan dasar hingga tinggi di sekolah-sekolah bergengsi, di dalam maupun luar negeri.

Dapat dipastikan dia berasal dari keluarga terdidik dan berada.  Bekal itulah yang membuat dia masuk ke dunia politik, bukan dipungut dari selokan, seperti baru-baru ini dikatakan petinggi Partai Gerindra, saat menyinggung kadernya juga seorang menteri yang  melakukan praktik korupsi.

Personifikasi kasus korupsi, sementara dia berada dalam satu bangunan besar sistem yang korup, pada kenyataanya tidak akan pernah menyelesaikan masalah.

Cara terbaik untuk memberantas korupsi adalah dengan mendidik rakyat untuk memiliki pengetahuan dan sikap kritis. Dengan bekal tersebut, rakyat akan memilih pemimpin yang tepat sesuai dengan harapannya.

Namun, upaya itu membutuhkan good will dan juga political will dari partai-partai politik dan pemerintah.

Pertanyaanya, apakah mungkin itu dilakukan, sementara pragmatisme kekuasaan masih bertujuan pada kekuasaan itu sendiri.

Jargon “revolusi mental” akan mental (terpelanting) menghadapi tabiat dari kekuasaan ini. Ketika kekuasaan diperoleh, maka korupsi menjadi bagian dari eksistensinya, Corruptio  Ergo Sum.(*)

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved