Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Selamat Datang di Republik Investasi

Menko Polhukam Prof Dr Mahfud MD menyarankan, yang tak sepakat Omnibus Law bisa menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi.

Tribunnews/Jeprima
Sebuah kendaraan dinas Polisi dirusak dan digulingkan oleh sejumlah massa aksi demonstran menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2020). Tribunnews/Jeprima 

Partisipasi rakyat hanya terakomodasi dalam proses politik elektoral, bukan keterlibatan ikut menentukan bagaimana masa depan negeri ini. 

Demokrasi prosedural yang menjadi dasar kekuasaan, kemudian dimaknai dengan balas jasa pada investor politik karena sistem elektoral yang mensyaratkan biaya politik yang tinggi.

Balas jasa yang dapat diberikan oleh kekuasaan politik adalah regulasi dan program yang berpihak pada investor yang membantunya mendapatkan kekuasaan.

UU Ciptaker merupakan kolaborasi teknokratik yang mencoba merasionalisasi arah pembangunan yang berorietasi pada pertumbuhan ekonomi.

Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2020 – 2024, dinyatakan:  Kebutuhan Investasi dan Pembiayaan untuk mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,4 – 6,0 persen per tahun, dibutuhkan investasi sebesar Rp36.595,6 – 37.447,6 triliun sepanjang tahun 2020-2024.

Dari total kebutuhan tersebut, pemerintah dan BUMN akan menyumbang masing-masing sebesar 11,6 – 13,8 persen dan 7,6 – 7,9 persen, sementara sisanya akan dipenuhi oleh masyarakat atau swasta (RPJMN 2020 - 2024).

Meski RPJMN tersebut hasil revisi di 28 Juni 2020, tidak dimunculkan faktor Pandemi Covid 19 dan tetap optimistis dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Target investasi pun demikian, dan pemerintah hanya menyediakan anggaran maksimal sekitar 20 persen. Artinya sebagian besar investasi dibutuhkan dari swasta yang dapat dipastikan berasal dari luar negeri.

Ambisi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi sudah seperti kredo andalan dari pemerintahan rezim reformasi. Dengan berbagai revisi ala neoliberal, pemerintah lebih mengutamakan pembangunan fisik dalam skala luas dan jangka panjang.

Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dikenal Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dalam dokumennya agenda tersebut akan dijalankan dari 2011- 2025.

SBY sepertinya hendak meninggalkan legacy bagi pemerintahan selanjutnya untuk memiliki pola dan target dalam pembangunan Indonesia.

Kritik yang ditujukan pada rencana tersebut adalah memberi ruang  bagi perluasan cara produksi kapitalis bekerja di Indonesia.

Dalam konteks ekologi sendiri, kerusakan-kerusakan lingkungan dipastikan akan terjadi mengingat proyek-proyek yang dirancang membutuhkan lahan-lahan yang luas.

Seperti proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFFE). Proyek ini dalam rencananya telah mengalokasi lahan 1,6 juta hektare dan akan dibantu dengan investasi perusahaan dari Arab Saudi.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved