Tribunners / Citizen Journalism
Masihkah Kita Ingin Berpura-pura?
Banjir sangat dahsyat pernah menenggelamkan bumi untuk menyapu kaum yang durhaka di zaman Nabi Nuh. Lalu, kaum yang juga durhaka di zaman Nabi Luth
Suaranya nyaris tak mampu menembus dinding-dinding kepalsuan yang sudah dibentangkan. Suaranya nyaris tenggelam ditelan hiruk-pikuk perlombaan kepentingan sesaat.
Bukan, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di planet bumi. Orang-orang lurus nyaris tergerus.
Jadi, jika Allah turunkan Covid-19 sebagai teguran, mudah-mudahan tidak berubah menjadi azab, tidakkah kita bersyukur? Tidakkah kita ingin segera memperbaiki kehidupan ini?
Atau, kita masih ingin berpura-pura? Kita masih ingin terus memangsa segala? Kita masih tetap menikmati segala dosa?
Tidakkah kita ingin segera kembali hanya padaNya? Masihkah kita ingin tetap memuja selain Dia, Sang Khalik? Masihkah kita ingin menyatakan: Akulah yang terbaik! Masihkah kita ingin menyebut itu?
Dua ayat QS Ibrahim ini sengaja saya angkat untuk mengingatkan saya dan kita semua:
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak? Jika Dia menghendaki, niscaya Dia membinasakan kamu dan mengganti(mu) dengan makhluk yang baru. (QS Ibrahim 19)
Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sukar bagi Allah. (QS Ibrahim 20)
Jika Allah tak sayang lagi dengan kita, maka mudah bagiNya untuk berbuat apa saja. Jadi, sekali lagi, Allah memberi kita peringatan. Teguran indah dan teguran ringan.
Ayo hentikan kepentingan sektoral. Ayo berpikir dan bertindak bukan untuk diri sendiri atau kelompok. Ayo kita kedepankan kepentingan yang panjang bukan kepentingan sesaat yang lebih mengutamakan mudarat.
Jangan lagi kita berbohong untuk melindungi kepentingan tertentu. Jangan lagi kita rela mati-matian membela orang yang kita dukung, apalagi faktanya orang itu banyak menimbulkan kesengsaraan.
Lihatlah QS Ibrahim ayat 22, sudah tegas dituliskan Syaitan dan Iblis pun kelak akan mengingkari para pemujanya. Apalagi hanya manusia yang bukan siapa-siapa.
Begini bunyi artinya:
"Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu".
Masihkah kita tetap tak ingin menyadarinya? Masihkan kita anggap Covid-19 itu adalah hanya proses biasa? Masihkah kita yakin tanpa bantuan Allah kita mampu menyelesaikan semua ini?
Seberapa kuatkah kita tanpa campur-tangan Sang Khalik? Yakinkah kita satu menit ke depan, satu jam ke depan, satu hari, minggu, bulan, atau tahun ke depan kita masih ada? Atau yakinkah kita orang-orang yang kita puja, kita dukung kelak dapat menolong kita?
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.