Tribunners / Citizen Journalism
KH Imam Jazuli; Sang Pendobrak Tradisi
Dekade 90 an dan 2000 adalah degade emas yang siap menelorkan beberapa tokoh yang akan menghiasi panggung nasional.
KH. Imam Jazuli; Sang Pendobrak Tradisi
Oleh: KH Didik L. Hariri*
Mendengar nama KH. Imam Jazuli atau sering juga dipanggil Kiai Imjaz, ingatan saya seakan kembali pada rentang waktu lampau dan deretan nama yang cemerlang menghiasi pergerakan mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di Universitas Al Azhar, Mesir, pada dekade 1990 an hingga 2000.
Saya menganggap pada dekade tersebut merupakan dekade "golden generation" yang siap menelurkan beberapa tokoh yang akan menghiasi panggung nasional. Terbukti pada milenium ketiga ini muncul nama TGB (alumni Al Azhar, angkatan 91) di kancah politik nasional, siapa yang tak kenal Habiburrahman el Sirazy (alumni Al Azhar, angkatan 94) di bidang sastra Islam dan akhir-akhir ini ada UAS (alumni angkatan 98) di bidang dakwah, begitu juga nama-nama lain yang tidak cukup untuk saya sebutkan di sini.
Meskipun mereka sama-sama menyematkan nilai-nilai wasathiyah (moderasi Islam) akan tetapi setiap sosok mempunyai keunikan karakter dan kelebihan masing-masing.
Dan Kiai Imjaz inilah salah seorang sosok generasi emas dari Al Azhar, Mesir, yang turut menghiasi dinding perjalanan bangsa Indonesia yang mempunyai keunikan dan kelebihan tersendiri dari tokoh-tokoh lainnya.
Meskipun ladang pengabdiannya di dunia pesantren namun perhatiannya terhadap berbagai permasalahan bangsa. Baik permasalahan budaya, intelektualitas bangsa, hingga politik pertahanan NKRI tak luput dari perhatiannya. (Baca: https://www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com/amp/regional/2018/12/25/pesantren-advokasi-janda-bina-insan-mulia-luncurkan-program-nyata).
Dengan media pesantren yang dia dirikan, Kiai Imjaz tak henti-hentinya membuat gebrakan yang sementara orang dianggap sebagai gerakan di luar mainstream, seperti revitalisasi pesantren sebagai tonggak peradaban, dia lakukan secara nyata dengan menganugerahkan gelar doktor kehormatan pada beberapa cendekiawan yang mempunyai kontribusi terhadap perbaikan bangsa. (Baca: https://www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com/amp/pendidikan/2017/05/24/pertama-dalam-sejarah-pesantren-beri-gelar-doktor-honoris-causa).
Kiai Imjaz pada suatu kesempatan juga pernah mewajibkan santrinya untuk menonton film Ayat-ayat Cinta agar bisa melek peradaban. Begitu pula gebrakan program advokasi para janda yang membutuhkan perlindungan sosial maupun ekonomi.
Bahkan perhatian terhadap bangsa tersebut seakan tak lelahnya Kiai Imjaz mengambil ruang-ruang publik untuk menitipkan aufklarung (pencerahan) terhadap bangsa sesuai kapasitas keilmuan maupun keulamaannya dengan kritik-kritik yang tajam lewat media digital, baik medsos maupun media massa. Hal ini bisa kita searching namanya pada mesin data semisal google.
Baca juga: https://www.google.com/amp/s/m.tribunnews.com/amp/regional/2019/11/28/pesantren-advokasi-janda-gelar-seminar-industri-40-dan-bisnis-expo-untuk-para-janda-nusantara
Saya seolah kini menjadi seonggok prasasti yang sedang bahagia melihat para sahabat yang sedang menorehkan tinta emas buat negeri ini. Terutama Kiai Imjaz yang secara kronika terhadap proses sepak terjangnya. Sebagai orang yang lebih dulu menginjakkan negeri fir'aun untuk berproses, saya begitu jelas menyaksikan bagaimana pergolakan pemikiran maupun pergerakannya yang sangat kental dengan aura pemberontakan dari tempurung nilai-nilai Islam tradisional untuk melirik nilai-nilai pemikiran Islam lain yang berserak di tumpukan gudang intelektualitas yang ada di Mesir.
Maka saya tidak kaget ketika di pesantrennya beberapa waktu lalu tepatnya menjelang pemilu serentak tahun 2019 dia membuat gebrakan dengan membentuk sekolah politik bekerja sama dengan SMRC buat para bakal calon legislatif bagi semua partai yang akan maju ke DPR Pusat maupun Daerah, juga DPD. (baca:https://www.presnapress.com/regional/2018/01/24/percepat-perubahan-bangsa-pesantren-bina-insan-mulia-cirebon-launching-sekolah-politik)
Hal ini membuat saya kembali teringat di masa awal reformasi dia memilih memberikan ruang politik praktis yang di luar dugaan bagi mahasiswa Indonesia yang mayoritas alumni pesantren dengan mengusung PDIP untuk cabang Mesir dan Timur Tengah.
Seorang alumni pesantren Lirboyo yang sangat kental dengan tradisi klasik, sukanya membaca kitab kuning, kok bisa-bisanya mendirikan bahkan jadi ketua partai sekuler di tengah para mahasiswa alumnus pesantren. Itulah yang dianggap sebagai di luar dugaan sementara banyak orang terhadap Kiai Imjaz ini.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.