Tribunners / Citizen Journalism
Siswa Sayat Tangan, Sekolah Harus Turun Tangan
Lima puluhan siswa SMP di Pekanbaru kedapatan menyayat-nyayat tangan mereka sendiri. Penyebab pastinya masih terus diteliti. Sejauh ini, sejumlah kemu
Sampai di situ, sorotan tentang perilaku menyakiti diri di kalangan remaja terbatas pada faktor individu itu sendiri.
Agar utuh, faktor lingkungan tidak boleh dikesampingkan. Dari lingkungan pendidikan, academic burnout alias kejenuhan bahkan kemuakan di bangku sekolah merupakan persoalan hidup yang dicoba diatasi dengan melukai badan.
Jika itu yang terjadi, bisa dipahami bahwa secara sengaja mencederai diri sendiri ditujukan untuk mendapat pengalaman beda sensasi. Itulah pelarian dari situasi monton tanpa kegairahan.
Tambahan, seandainya terdapat unsur zat-zat adiktif yang dikonsumsi para pelaku dalam skala masif, dan ini berkesesuaian dengan produk-produk lain yang juga meracuni kalangan remaja, patut diwaspadai bahwa golongan usia tersebut memang tengah menjadi incaran narcoterrorism.
Individu-individu yang akan memasuki usia produktif dibuat lumpuh sedemikian rupa, sehingga bonus demografi masa depan itu justru telah berubah sejak hari ini menjadi bencana demografi.
Bukan Aib
Guru besar psikologi dari The University of Wisconsin-Eau Claire, Jennifer Muehlenkamp, menyebut bahwa pengobatan (treatment) diperlukan untuk menghentikan perilaku mencederai tubuh tanpa motif bunuh diri.
Walau begitu, kata Muehlenkamp, kebanyakan pelaku bisa mengandalkan dirinya sendiri untuk menyetop kebiasaan buruknya itu.
Pandangan Muehlenkamp, hemat saya, berisiko tinggi. Anggaplah bahwa remaja yang menyilet-nyilet pergelangan tangannya itu nantinya termasuk sebagai individu seperti yang Muehlenkamp katakan.
Tapi itu nantinya. Kemungkinan dini yang bisa berlangsung adalah infeksi parah, kehabisan darah, dan komplikasi susulan yang timbul dari tubuh yang terus-menerus dalam kondisi terluka.
Sementara pada saat yang sama, karena siswa-siswa itu tidak membiarkan orang lain tahu tentang perilaku mereka, pertolongan pun datang terlambat. Akibatnya, betapa pun para pelaku sesungguhnya tidak ingin mengakhiri hidup, tetapi komplikasi-komplikasi buruk yang mereka derita justru bisa seketika menamatkan hidup tanpa sempat mereka antisipasi.
Bentuk-bentuk penanganan terhadap serbaneka masalah di atas sudah sering diulas.
Lewat tulisan ini, saya ingin memberikan sanjungan kepada jajaran SMP Negeri 18 Pekanbaru.
Terungkapnya kasus yang dilakukan puluhan siswa di sekolah tersebut bermula dari razia dwi pekanan yang dilakukan pihak sekolah. Target razia adalah telepon cerdas milik siswa.
Mendapati anak-anak didiknya mengalami luka sejenis di pergelangan tangan, sekolah bergegas memeriksakan mereka ke Badan Narkotika Nasional.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.