Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

KPU Vs Bawaslu: Koruptor Bersorak

Pasal 76 ayat (1) UU Pemilu mengatur bahwa dalam hal PKPU diduga bertentangan dengan UU, maka pengujiannya dilakukan oleh MA.

Editor: Hasanudin Aco
Ist for ribunnews.com
Sumaryoto Padmodiningrat. 

Keputusan Bawaslu tersebut di samping kontrapruduktif terhadap common sense (perasaan umum) untuk menciptakan parlemen yang bersih dan berkualitas, juga melukai rasa keadilan publik, mengingat korupsi sudah menjadi common enemy (musuh bersama) bangsa ini.

Betapa tidak? Korupsi telah menggerogoti seluruh sendi bangsa ini, baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif yang merupakan trias politika. Di ranah eksekutif, data Kementerian Dalam Negeri, sedikitnya 313 kepala daerah terjerat korupsi.

Sejak berdiri tahun 2003, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini telah memproses 98 kepala daerah dalam 109 perkara korupsi dan money laundering (pencucian uang). Ini belum termasuk perkara yang ditangani kepolisian dan kejaksaan.

Pun belum termasuk sejumlah menteri yang terlibat korupsi seperti Said Agil Husein Al Munawar, Jero Wacik, Andi Mallarangeng, Suryadharma Ali, Siti Fadilah Supari, dan terbaru Idrus Marham.

Di ranah legislatif, dalam 10 tahun terakhir KPK mencatat sedikitnya 135 anggota DPR RI terlibat korupsi. Sedangkan anggota DPRD yang terlibat korupsi sedikitnya 3.650 orang. Top pimpinan legislatif juga terlibat korupsi, yakni mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dan mantan Ketua DPD RI Irman Gusman.

Di ranah yudikatif, sepanjang 2005-2016 ada 41 penegak hukum terlibat korupsi, meliputi hakim, panitera dan pengacara. Tahun 2017, KPK melakukan empat kali operasi tangkap tangan terhadap aparat penegak hukum. Sejak 2011, KPK telah menangkap 20 hakim nakal, terbaru adalah Merry Purba, hakim Pengadilan Negeri Medan yang ditangkap KPK, Selasa (28/8/2018).

Itu belum termasuk hakim nakal yang terkena sanksi MA. Sepanjang 2107, MA menjatuhkan sanksi kepada 38 hakim nakal. Sedangkan tahun ini, sejak Januari hingga Juni, MA telah menjatuhkan sanksi kepada 81 pegawai pengadilan mulai dari hakim, pegawai nonhakim, hingga pegawai peradilan lainnya seperti kepaniteraan, kesekretariatan, hingga staf. Top pimpinan yudikatif juga terlibat korupsi, yakni mantan Ketua MK Akil Mochtar.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) perlu turun tangan untuk “mendamaikan” KPU dan Bawaslu. Tapi apa pun hasilnya, bila eks-koruptor diperbolehkan menjadi caleg, jangan berharap lembaga legislatif akan bersih. Kalau legislatif tak bersih, bagaimana bisa mengawasi eksekutif? Koruptor pun akan bersorak-sorai.

Keputusan akhir ada di tangan rakyat, apakah mau memilih atau tidak memilih caleg eks-koruptor di daerah pemilihan caleg bersangkutan. Vox populi vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.

Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota DPR RI / Chief Executive Officer (CEO) Konsultan dan Survei Indonesia (KSI), Jakarta.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved