Tribunners / Citizen Journalism
Menarik Risma Menjadi Cagub DKI Jakarta Adalah Tindakan Mencederai Kedaulatan Rakyat
Tri Rismaharini adalah Walikota Surabaya yang terpilih secara demokratis dan hingga saat ini terikat oleh kekuatan kontrak sosial dengan warga di Sura
Ditulis oleh : Petrus Selestinus, Advokat Peradi
TRIBUNNERS - Tri Rismaharini adalah walikota Surabaya yang terpilih secara demokratis dan hingga saat ini terikat oleh kekuatan kontrak sosial dengan warga di Surabaya.
Ia terpilih dan telah mengikat sumpah jabatan untuk memikul tanggung jawab politik sebagai Walikota Surabaya selama lima tahun.
Oleh karena itu, jika Tri Rismaharini memutuskan untuk meninggalkan Surabaya sebelum selesai masa baktinya untuk mengikuti kontestasi Pilgub DKI Jakarta harus atas dasar kekuatan kontrak sosial atau karena kekuatan UU.
Penegasan ini sangat penting untuk dikemukakan, oleh karena fakta yang muncul dari hari ke hari adalah terdapat upaya kuat untuk membawa Tri Rismaharini menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta, hanya atas dasar dan alasan hak prerogatif ketua umum PDIP.
Dalam konteks politik praktis dan pragmatis, wacana dan desakan sekelompok orang agar DPP PDIP segera menetapkan Tri Rismaharini sebagai Cagub DKI Jakarta, melalui mekanisme hak prerogatif Megawati Soekarnoputri, boleh-boleh saja.
Namun dalam konteks demokratisasi, kedaulatan rakyat dan prinsip-prinsip hukum, maka pilihan mencagubkan Tri Rismaharini dalam Pilgub DKI Jakarta, adalah sebuah langkah inkonstitusional.
Karena Tri Rismaharini berada dalam posisi terikat kepada kontrak sosial dengan konstituennya dan kekuatan sumpah jabatan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan UU.
Karena itu upaya membawa Tri Rismaharini ke Jakarta hanya mengandalkan kekuatan hak prerogatif ketua umum partai yang lahir dari dan berdasarkan AD dan ART Partai Politik adalah tidak sah.
Sebab kekuatan berlaku AD dan ART PDIP hanya dalam teritori internal PDIP serta tidak berlaku dan mengikat ke luar sehingga hal itu sebagai sesuatu yang mubasir dan melanggar hukum.
Secara hukum, seorang kader partai politik ketika menjadi pejabat eksekutif negara meskipun dalam waktu yang bersamaan dihadapkan pada pilihan apakah harus loyal kepada negara sesuai dengan lafal sumpah jabatan atau harus loyal kepada hak prerogatif ketua umum partai politik sesuai dengan kehendak ketua umum partainya, maka sebagai pejabat negara di bidang eksekutif ia hanya loyal kepada kepentingan negara sesuai dengan lafal sumpah jabatan (mono loyalitas).
Karena itu partai dan ketua umum partai tidak boleh mengintervensi otoritas eksekutif negara.
Posisi Tri Rismaharini sebagai pejabat negara di bidang eksekutif, berbeda dengan posisi pejabat negara dari kader partai di bidang legislatif.
Pada posisi seorang kader partai sebagai anggota DPR, maka partai politik memiliki kekuasaan untuk menarik dan menggantikan keanggotaan kader partai di DPR RI oleh kader satu partai dari dapil yang sama atas kekuatan UU.
Sedangkan di bidang eksekutif tidaklah demikian, karena UU tidak memberi wewenang kepada ketua umum partai untuk menggantiantarwaktukan seorang pejabat eksekutif negara dari kader partai.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.