Travel Story
VIDEO Kisah Magis Golok Sukamahi: Lebih dari Sekedar Senjata, Sebuah Jalan Kehidupan
Pemandangan unik terlihat saat para perajin menangani bilah golok dengan tangan kosong meskipun masih membara.
Editor:
Srihandriatmo Malau
Sebagian lainnya mengamplas. Ada juga yang mewarnai golok menggunakan pernis.
Namun, para pemuda, umumnya bekerja sebagai pembuat bilah golok. Mereka bekerja dari pagi, kadang hingga larut malam.
Namun, umumnya, mereka membuat golok dengan cara membentuknya dari pelat besi. Menggunakan cara ini, pembuatan golok bisa relatif cepat.
Modelnya juga beragam, lebih kekinian dan tak terlalu terikat tradisi. Kopak rawing, sisit, dan salam nunggal, adalah beberapa di antaranya.
Selain golok-golok dari pelat besi yang dibuat secara cepat untuk memenuhi kebutuhan pasar, ada juga para perajin golok masih membuat golok dengan cara lama, yakni dengan cara ditempa.
Namun, jumlahnya sudah tak banyak.
Menurut Hudri Sulaeman (49), Ketua RW 03, Sukamahi, jumlahnya kini tinggal empat orang.

Tradisi yang Terus Hidup: Turun-temurun
Meski era modern mendominasi, sebagian kecil perajin, seperti Abah Soim, tetap mempertahankan seni tempa tradisional Sukamahi.
Di usianya yang menginjak 75 tahun, Abah Soim dengan lihai membentuk bilah besi menjadi golok yang bernilai seni tinggi.
Hal itu disampaikan Soim serius, saat ditemui, Minggu (17/11/2024).
Di usianya yang tak lagi muda, Soim masih menempa ditemani cucunya di bengkel kerja mereka yang sederhana.
Tangan tuanya masih tangkas mengayun palu godam yang berat memimpihkan batang besi membara hingga mencapai bentuk yang benar-benar sesuai dengan yang ia inginkan.
“Di sini hari Minggu tetap kerja."
"Liburnya hari Jumat,” ujarnya dalam bahasa Sunda yang kental.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.