Dari Layar Gawai ke Peradaban: Transformasi Wakaf di Tangan Gen Z
Gen Z dikenal haus akan pengalaman bermakna. Mereka ingin terlibat langsung, bukan hanya mendengar ceramah atau seminar.
Penulis:
Hasiolan Eko P Gultom
Editor:
Muhammad Zulfikar
Hasiolan EP/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM - Di sebuah kafe kecil di Jakarta, beberapa anak muda terlihat asyik menatap layar gawai mereka.
Bukan sekadar membuka media sosial atau menonton video hiburan, melainkan berdonasi melalui platform digital.
Baca juga: Bukan Sekadar Gaya, Kimberly Ryder Pilih Utamakan Fungsi untuk Aksesori Gawai
Nominalnya tidak besar—hanya belasan ribu rupiah—namun yang mereka lakukan sejatinya sedang menyalakan kembali spirit filantropi Islam bernama wakaf.
Fenomena ini menjadi potret baru bagaimana generasi Z, yang lahir dan tumbuh di tengah kemajuan teknologi, mulai menemukan cara mereka sendiri dalam berkontribusi membangun peradaban.
Baca juga: Penggunaan Gawai pada Anak Terus Meningkat, Bisa Ganggu Perkembangan Otak Balita
Dengan sentuhan jari, generasi digital native ini mampu menyalurkan manfaat wakaf yang sejak berabad-abad lalu menjadi pilar kesejahteraan umat.
Literasi Wakaf: Dari Tradisi ke Era Digital
Wakaf dalam Islam bukan sekadar ibadah, tetapi juga instrumen sosial ekonomi yang berkelanjutan.
Mengutip situs platform seputar layanan zakat dan wakaf, Dompet Dhuafa, wakaf bisa diartikan sebagai satu di antara instrumen dalam Islam yang memungkinkan individu untuk berkontribusi dalam pembangunan sosial dan ekonomi secara berkelanjutan.
Secara sederhana, wakaf dapat diartikan sebagai penyerahan hak milik suatu benda atau harta untuk dipertahankan pokoknya, dan dialirkan manfaatnya bagi kepentingan umum.
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, diwariskan, atau dihibahkan, melainkan harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat.
Berbeda dari zakat memiliki syarat dan perhitungan tertentu, wakaf jauh melampaui itu. Ketika zakat berdasarkan apa yang kita miliki, wakaf berdasarkan apa yang orang lain butuhkan.
Wakaf dapat ditunaikan siapapun yang masih memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
Dengan kata lain, waqf it’s another level.
Harta yang diwakafkan tidak boleh diperjualbelikan, melainkan dimanfaatkan untuk kepentingan umat—dari pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi.
Menurut Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi wakaf di Indonesia mencapai angka fantastis: sekitar 420 ribu hektar tanah dan Rp180 triliun wakaf uang per tahun.
"Dengan potensi itu, sejatinya Indonesia mampu membangun puluhan ribu sekolah, rumah sakit, hingga menopang jutaan UMKM. Namun sayangnya, baru sebagian kecil yang benar-benar dikelola produktif," tulis ulasan situs tersebut dikutip, Jumat (26/9/2025).
Di sinilah peran literasi wakaf menjadi penting, terutama bagi generasi muda yang kini mendominasi populasi.
Generasi Z yang terbiasa serba digital bisa menjadi motor penggerak baru jika literasi wakaf dikenalkan dengan cara yang sesuai dengan bahasa mereka.
Baca juga: Anak Kecanduan Gawai, Apa yang Perlu Dilakukan Orang Tua? Ini Saran Psikolog
Gen Z: Kecil Nominalnya, Besar Dampaknya
Sebagai generasi yang sedang merintis karier, mungkin kontribusi mereka belum besar. Namun bayangkan jika jutaan anak muda rutin menyisihkan sebagian kecil dari penghasilannya untuk wakaf. Efek kolektifnya akan luar biasa.
Lebih dari itu, Gen Z dikenal haus akan pengalaman bermakna. Mereka ingin terlibat langsung, bukan hanya mendengar ceramah atau seminar.
Gamifikasi, komunitas berbasis minat, hingga proyek wakaf bertema lingkungan atau kesehatan adalah beberapa cara kreatif untuk mengajak mereka ikut serta.
Dengan begitu, wakaf bukan hanya sekadar ibadah, tetapi juga pengalaman personal yang memberi rasa bangga sekaligus relevan dengan isu yang mereka pedulikan.
Teknologi: Jembatan Menuju Peradaban Baru
Kini, berwakaf bisa dilakukan hanya dengan Rp10 ribu melalui aplikasi. Prosesnya cepat, transparan, dan bisa diakses kapan saja.
Teknologi digital menjadikan wakaf lebih inklusif, tidak lagi terbatas pada waktu atau jarak, menurut situs lembaga filantropi dan kemanusiaan Islam non-profit tersebut.
Inovasi ini menjadi katalisator. Setelah literasi terbentuk dan nilai bersama tercipta, teknologi memastikan partisipasi generasi muda dapat terus tumbuh.
Perlahan tapi pasti, peradaban wakaf yang kokoh bisa dibangun kembali, menapak jejak kejayaan Islam yang dahulu lekat dengan praktik filantropi ini.
Di tangan generasi Z, wakaf menemukan wajah barunya.
Mereka mungkin tidak membawa kitab di genggaman, tetapi lewat layar ponsel, mereka tengah menulis bab baru peradaban Islam.
Pertanyaannya, sudah siapkah kita membangun peradaban Islami ala Gen Z hanya melalui sentuhan jari?
Gen Z Semakin Kritis, Prabowo Rombak Kabinet Demi Formasi Ideal |
![]() |
---|
Menteri Agama: Tradisi Berbagi Umat Islam Berpotensi Bebaskan 2 Juta Lebih Penduduk Miskin |
![]() |
---|
Menteri Agama Ajak Content Creator Hadirkan Wajah Masjid yang Dekat dengan Umat |
![]() |
---|
Slank 'Racunin' Gen Z Lewat Album The Greatest Hits Live |
![]() |
---|
Najwa Shihab: Passion Harus Adaptif agar Tetap Relevan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.