Antisipasi Ancaman Deepfake, Komdigi Gencarkan Literasi Digital
Deepfake merupakan teknologi berbasis kecerdasan buatan untuk memanipulasi wajah, suara, atau gerakan seseorang dalam foto, video atau audio.
Penulis:
Dennis Destryawan
Editor:
Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konten deepfake yang penuh tipuan banyak digunakan scammer untuk memperdayai korbannya. Banyak masyarakat yang kemudian tertipu dan mengalami kerugian hingga jutaan rupiah.
Deepfake merupakan teknologi berbasis kecerdasan buatan yang digunakan untuk memanipulasi wajah, suara, atau gerakan seseorang dalam foto, video, atau audio sehingga tampak nyata, padahal palsu.
Ancaman utama dari deepfake adalah penyebaran informasi palsu, seperti hoaks politik, pencemaran nama baik, penipuan digital, hingga pelecehan.
Hal tersebut dapat merusak reputasi individu, memicu konflik sosial, dan melemahkan kepercayaan publik terhadap informasi digital.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria mengatakan, pemerintah terus memperkuat upaya perlindungan masyarakat di ruang digital melalui tiga strategi utama, yaitu peningkatan literasi digital, penindakan konten berbahaya, dan regulasi perlindungan anak.
"Komdigi berkomitmen menciptakan ruang digital yang aman bagi semua. Kami gencar melakukan edukasi literasi digital, melakukan takedown terhadap konten negatif, dan bekerja sama dengan aparat hukum untuk menindak kejahatan digital," ujar Nezar Patria, dikutip Senin (28/7/2025).
Menurutnya, tantangan terbesar saat ini datang dari penyalahgunaan teknologi seperti deepfake dan AI yang makin canggih. Konten manipulatif visual dan audio tidak hanya menyesatkan, tapi juga menyasar kelompok rentan seperti perempuan dan anak.
“Gelombang perkembangan teknologi membuka peluang luar biasa, tapi juga membuka celah ancaman yang bisa melemahkan kepercayaan antarmasyarakat,” jelasnya.
Ia mengutip laporan Sensity AI yang menunjukkan lonjakan 550 persen kasus deepfake sejak 2019 dan menyebutkan bahwa 90 persen di antaranya digunakan untuk tujuan berbahaya.
Baca juga: Kerugian Penipuan Digital Capai Rp2,6 Triliun, Indonesia Butuh Ekosistem Keamanan Siber yang Tangguh
“Yang paling terdampak adalah perempuan dan anak. Setidaknya 11 persen perempuan usia 15 sampai 29 tahun pernah mengalami kekerasan berbasis gender online sejak usia belia,” ujarnya.
Merespons kondisi tersebut, Kementerian Komdigi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 atau PP TUNAS yang mengatur penyelenggaraan sistem elektronik untuk perlindungan anak.
“Dalam hal ini, kami berharap di tingkat daerah sosialisasinya bisa lebih intensif untuk semua pemangku kepentingan, terutama di sekolah dan komunitas,” tutur Nezar Patria.
Baca juga: Insiden Juliana Marins Dimanfaatkan untuk Penggalangan Dana Palsu di Brasil, Pakai Deepfake AI
Nezar Patria menekankan arti penting literasi digital sebagai keterampilan dasar, termasuk kemampuan kritis dalam memilah informasi dan menjaga privasi data.
“AI seharusnya menjadi teman untuk berimajinasi dan berinovasi, bukan untuk membahayakan atau merugikan orang lain,” tegasnya.
Kementerian Komdigi mengajak pemerintah daerah, komunitas, hingga keluarga untuk ikut serta memperkuat ekosistem digital yang sehat dan aman, menuju transformasi digital nasional yang inklusif.
“Dengan memaksimalkan manfaat dan meminimalkan risikonya, kita bisa bersama-sama mewujudkan generasi emas yang cerdas dan berdaya saing menuju Indonesia Emas 2045,” ungkap Nezar Patria.
Rentosertib: Terobosan Pengobatan Fibrosis Paru Idiopatik Berkat Kecerdasan Buatan |
![]() |
---|
Beri Kuliah di Unhan, Bamsoet Soroti Arus Hoaks dan Eskalasi Aksi Massa di Dunia Digital |
![]() |
---|
Deepfake di RI Naik 550 Persen, Komdigi Minta Platform Digital Sediakan Fitur Pengecekan Konten |
![]() |
---|
7 AI Image Generators Gratis yang Hasilnya Dinilai Realistis dan Cara Pakainya |
![]() |
---|
23 AI Video Generator Gratis dan Berbayar di Tahun 2025 untuk Konten Kreator |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.