Senin, 29 September 2025

Pelaku Usaha Ogah Pakai Lagu Lokal, DJKI: Itu Langkah Keliru dan Merugikan Ekosistem Musik

Pelaku usaha yang menyatakan akan menghentikan pemutaran lagu-lagu Indonesia demi menghindari kewajiban membayar royalti.

|
Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
REVISI UU HAK CIPTA - Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Ditjen KI) Kementerian Hukum RI (Kemenkum) Agung Damarsasongko saat jumpa media di The Habibie and Ainun Library, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025). Agung memastikan Revisi UU nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta akan mengatur soal tata kelola royalti musik dan penggunaan AI dalam membuat karya. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Alivio Mubarak Junior

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM memberikan respons tegas terhadap sejumlah pelaku usaha yang menyatakan akan menghentikan pemutaran lagu-lagu Indonesia demi menghindari kewajiban membayar royalti.

Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko menyayangkan sikap tersebut dan menilai langkah itu justru berdampak negatif terhadap perkembangan musik nasional.

Baca juga: Kisruh Royalti, Dari Agnez Mo hingga Vidi Aldiano, Ariel NOAH Setuju Ada UU Khusus Bahas Musik

"Itu justru akan melemahkan ekosistem musik lokal dan tidak memberikan apresiasi kepada pencipta/pemegang hak cipta," kata Agung di Kantor DJKI, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

"Musik adalah bagian dari identitas budaya. Ketika pelaku usaha enggan memberikan apresiasi yang layak kepada pencipta lagu Indonesia, yang dirugikan bukan hanya seniman, tetapi juga konsumen dan iklim kreatif nasional secara keseluruhan," lanjutnya. 

Menurutnya, musik memiliki peran penting dalam menciptakan suasana di tempat usaha, dan sudah selayaknya para pencipta lagu mendapat hak ekonomi atas karyanya. 

Ancaman untuk tidak lagi memutar lagu Indonesia dianggap bukan solusi yang bijak, melainkan bentuk ketidakadilan terhadap kontribusi para seniman.

Agung juga mengingatkan penggunaan musik untuk tujuan komersial di ruang publik tetap memerlukan lisensi yang sah, baik itu lagu dari dalam negeri maupun luar negeri.

Ia menekankan skema pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) telah dirancang agar adil, transparan, dan tidak memberatkan pelaku usaha. 

Bahkan, bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), terdapat mekanisme keringanan hingga pembebasan tarif royalti sesuai dengan kapasitas usaha.

DJKI berharap para pelaku usaha tidak melihat royalti sebagai beban, melainkan sebagai bentuk penghargaan terhadap kerja keras para kreator yang telah memberikan nilai tambah dalam operasional bisnis.

"Pelindungan hak cipta bukan semata soal kewajiban hukum, tapi bentuk penghargaan nyata terhadap kerja keras para pencipta," jelas Agung.
 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan