Indonesia Masih Rawan Stunting, Kader Aisyiyah Dilatih Pembiasaan Makan Bergizi Pada Balita
Indonesia masih menghadapi stunting dan wasting), gizi lebih (overweight dan obesity), dan defisiensi mikronutrien (hidden hunger) bisa terjadi dala
Editor:
Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia masih menghadapi 'Triple Burden of Malnutrition (TBM)', dimana gizi kurang (stunting dan wasting), gizi lebih (overweight dan obesity), dan defisiensi mikronutrien (hidden hunger) bisa terjadi dalam waktu bersamaan.
Global Health Observatory WHO yang diakses oleh Asia Pathways tahun 2022 menunjukkan bahwa Indonesia yang berada dalam kawasan southeast asia mempunyai prevalensi tertinggi untuk masalah gizi kurang (wasting dan underweight) serta kedua tertinggi untuk masalah stunting.
Baca juga: Wali Kota Jakarta Pusat Tekankan Pentingnya Dukungan Swasta untuk Program Pencegahan Stunting
Penyebabnya adalah pola makan dan faktor sosial-ekonomi masyarakat yang mempengaruhi akses masyarakat terhadap bahan pangan.
Melihat kondisi ini, Majelis Kesehatan Pengurus Pusat Aisyiyah (Makes PPA) memberikan pembekalan kepada lebih dari 100 kader perwakilan suluruh wilayah Indonesia.
Kegiatan pembekalan tersebut bertujuan untuk menyiapkan kader sebagai pendamping masyarakat dalam pembiasaan konsumsi makanan sehat dan bergizi.
Ketua Majelis Kesehatan PPA Dr. Warsiti S.Kep., M.Kep., S.Mat pembekalan untuk kader merupakan tindak lanjut dari program sosialisasi dan edukasi gizi untuk pengentasan stunting yang telah menjadi concern Aisyiyah dalam lima tahun terakhir. Dalam implementasinya, PPA berkolaborasi dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI).
“Sudah beberapa tahun lalu kita bekerja sama dan mudah-mudahan ini menjadi kontribusi nyata Aisyiyah bersama YAICI bersama-sama membangun generasi sehat menuju Indonesia Emas 2045,” kata Warsiti, Selasa (8/4).
Program pendampingan pembiasaan makan bergizi yang di gagas PPA bersama YAICI akan menyasar ibu dengan balita yang memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi kandungan gula seperti minuman kemasan, kental manis ataupun makanan minim zat gizi lainnya.
Baca juga: Pola Makan Rekomendasi Ahli Gizi untuk Tingkatkan Mood
Sebanyak 72 ibu dengan balita dari 3 wilayah, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Kupang dan Kabupaten Muaro Jambi telah terdata sebagai peserta pendampingan dan penerima manfaat program.
Selanjutnya, para kader yang telah mendapatkan pembekalan secara intensif akan menjalankan program pendampingan di wilayahnya masing-masing. Selama periode dua bulan, kader pendamping akan memberikan edukasi kepada ibu dan balita, membimbing ibu dalam pembiasaan anak serta mencatat perubahan-perubahan kebisaan anak.
Tak hanya itu, intervensi berupa bahan pangan juga diberikan secara berkala, untuk mendukung pembiasaan makan bergizi keluarga.
Ahli gizi Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prof Dr Tria Astika Endah Permatasari, SKM, MKM yang turut membidani program tersebut mengingatkan salah satu fokus yang harus diperhatikan kader saat pendampingan adalah pemberian susu secara tepat pada anak.
Sebab, masih banyak orang tua yang belum mengetahui jenis susu yang tepat masih tepat pada anak.
“Hati-hati kalau kita lihat susu UHT apalagi yang punya rasa ditambahkan rasa coklat itu kandungan gulanya lebih tinggi, karena ada penambah rasa manis di situ,” tutur Prof Tria.
Ketua Bidang Advokasi YAICI, Yuli Supriati sangat berharap program pendampingan gizi tersebut dapat memberikan manfaat yang luas kepada masyarakat. Menurutnya, langkah ini merupakan strategi efektif untuk memperbaiki status gizi masyarakat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.