Film Romo Soegija
Rawat Keluarga saat Bung Karno Ditangkap Penjajah
Soekarno dan Hatta ditangkap. Dalam kondisi sulit ini, Rama Kanjeng ikut merawat keluarga Soekarno
FILM layar lebar Soegija berkisah tentang perjuangan dan kepahlawanan Monsinyur Albertus Soegijapranata, segera diputar di bioskop-bioskop 7 Juni 2012. Siapa sosok Soegija, dan apa perannya sehingga layak difilmkan?
Pastor FX Murti Hadi Wijayanto SJ selaku produser Film Soegija mengatakan Vatikan adalah salah satu dari negera-negara pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia. "Ini adalah jasa Monsinyur Soegijapranata," ujar Romo Murti. Berikut tulisan Romo Murti disajikan tribunnews.com secara bersambung.
21 Juli 1947, Agresi Belanda I. Sejak tahun 1946, pusat pemerintahan Indonesia berpindah ke Yogyakarta. Soekarno dan Hatta memimpin negeri yang baru lahir ini di Yogyakarta, sementara Sutan Syahrir masih menjabat sebagai Perdana Menteri di Jakarta.
Didorong oleh keprihatinan terhadap nasib bangsanya, Monsinyur Albertus Soegijapranata juga memindahkan Vikariatnya ke Yogyakarta dan tinggal di Bintaran.
Situasi bangsa pun semakin genting. Pemerintah kolonial Belanda semakin kuat ingin menguasai kembali Indonesia. Keuntungan pemerintah kolonial Belanda dalam perjanjian Linggarjati pun tidak membuat tekanan pada bangsa Indonesia mereda tetapi justru lebih keras dengan Agresi I yang dilakukan pada malam hari tanggal 21 Juli 1947 dengan melakukan penyerangan ke kota-kota besar dan strategis di Jawa dan Sumatera.
Saat Agresi Belanda I itu Rama Kanjeng, sapaan Monsinyur Albertus Soegijapranata, uskup pribumi pertama di gereja Katolik Indonesia ada di Gereja Purbayan Solo dalam rangka menjalani retret pribadi.
Suara sirine di mana-mana, jam malam mulai diberlakukan. Terdengar bahwa Belanda sudah menduduki banyak kota, korban-korban berjatuhan. Suasana yang makin genting ini membuat kementrian penerangan mendesak Rama Kanjeng untuk membuat pidato diplomasi yang disiarkan melalui Radio RRI Surakarta.
Tanggal 1 Agustus 1947, pidato itu dibacakan di RRI Surakarta pada pukul 20.00 malam. Isi pidato itu berujung pada desakan untuk gencatan senjata demi kehormatan kedua belah pihak. Pada kesempatan pidato itu Rama Kanjeng juga membacakannya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Belanda.
Pidato itu juga ditujukan untuk umat Katolik Belanda yang seharusnya berterima kasih dan ikut mendukung gerakan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pidato itu juga merupakan pernyataan sikap umat Katolik di Indonesia yang akan berpihak dan berjuang bersama seluruh rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan dan kesejahteraan masyarakat.
19 Desember 1948. Usaha-usaha gencatan senjata dilakukan melalui dukungan beberapa negara anggota PBB sampai ditandatanganinya Perjanjian Renville. Tetapi ini semua tidak menyurutkan usaha Pihak Belanda untuk menguasai kembali Indonesia Belanda melanggar perjanjian Renville, dan pada pagi hari pukul 05.30 pada tanggal 19 Desember 1948 kembali Belanda menyerang ibukota Indonesia, yaitu Yogyakarta.
Inilah Agresi militer Belanda yang kedua. Kota Yogyakarta diblokade. Soekarno dan Hatta ditangkap. Dalam kondisi sulit ini, Rama Kanjeng ikut merawat keluarga Soekarno. Dan dalam rangka perjuangan bangsa, Rama Kanjeng juga selalu berkontak di Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Pada masa blokade ini Rama Kanjeng juga tetap didatangi imam-imam dan umatnya. Suatu hari Rama Sandiwan Brata berkunjung, Rama Kanjeng berpesan agar umat Katolik ikut prihatin dengan situasi bangsa. Maka beliau berpesan supaya natal tahun ini dirayakan dengan sederhana.
Suatu hari beliau juga dikunjungi pemuda-pemuda Katolik. Mereka bertanya, sebagai umat Katolik apakah mereka juga harus ikut berjuang. Pertanyaan itu membuat Rama Kanjeng marah. Dengan nada marah Rama Kanjeng meminta pemuda-pemuda itu untuk pergi berjuang, dan kembali kalau sudah mati.
Sementara Rama Kanjeng ini sendiri dengan kepiawaiannya berdiplomasi, beliau berhasil menembus blokade Belanda dengan tulisan-tulisannya di majalah Commonwealth untuk pembaca di Amerika Serikat.
Tulisan-tulisan ini membuka mata dunia tentang situasi yang terjadi di Indonesia, tentang apa yang dilakukan bangsa Belanda terhadap rakyat Indonesia. Belanda berhasil memblokade pusat pemerintahan, tetapi gagasan-gagasan dari Rama Kanjeng tidak bisa diblokade.
1949
Pikiran-pikirannya menembus batas diplomasi yang ikut mewarnai perjuangan bangsa Indonesia untuk sungguh-sungguh merdeka. Belanda pun akhirnya mengakui kedaulatan RI melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang ditandatangani tanggal 27 Desember 1949.
Rama Kanjeng kembali pindah ke Semarang dan mulailah berkarya sebagai uskup pada zaman kemerdekaan. Salah satu yang masih menjadi perhatiannya adalah serangan ideologi komunis yang mulai berkembang di Indonesia pada jaman itu dan sudah ia waspadai sejak muda.
Pada masa itu Rama Kanjeng dengan dibantu Rama Djikstra mulai bekerja di bidang sosial dan ekonomi. Saat itu mulai dibentuklah serikat-serikat buruh, petani, dan nelayan yang diberi nama Panca Sila. Maka mulailah dikenal Buruh Pancasila, Petani Pancasila, dan Nelayan Pancasila.
1963
Di lingkungan Gereja sendiri pada masa itu terjadi Konsili Vatikan II. Dalam kondisi sakit, Rama Kanjeng harus banyak melakukan perjalanan ke luar negeri dalam rangka konsili. Dalam perjalanan Konsili dan berobat, beliau singgah di Belanda.
Beliau juga punya keinginan mengunjungi keluarga-keluarga missionaris Belanda yang bekerja di Indonesia. Beliau ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka. Kelelahan ini tidak dirasakan lagi, sampai pada malam hari pukul 22.20 tanggal 22 Juli 1963 beliau meninggal dunia di negeri Belanda.
Berita meninggalnya Rama Kanjeng langsung tersebar dan sampi juga ke telinga Soekarno yang segera membuat surat keputusan untuk pemakaman Monsinyur Soegijapranata SJ sebagai Pahlawan Nasional. (romokanjengthemovie.com)
- Penggal Dulu Kepala Saya, Maka Tuan Boleh Memakainya
- Pak, Apakah Pernah Melihat Uskup Makan Soto?
- 12 Miliar untuk 2.775 Aktor dan Aktris Film Soegija
- Soegija Gunakan Senjata Diplomasi untuk Merdekakan…
- Film Soegija Dipersiapkan Sejak Lima Tahun Lalu
- Soegija, Kisah Keluarga yang Terkoyak-koyak Peperangan