Sabtu, 4 Oktober 2025

Guru Honorer 16 Tahun Kerja Mendadak Dipecat Gegara Kritik Konten Politik, Ini Kata Kepsek

Jupriadi dipecat mendadak setelah 16 tahun mengajar di SMAN 10 Makassar. Datanya dihapus dari Dapodik, ia tak terima dan bingung.

Editor: Glery Lazuardi
TribunSulbar/Sandi Anugrah
Jupriadi, guru SMAN 10 Makassar, terdiam di depan ruang laboratorium komputer tempat ia mengabdi selama 16 tahun sebelum mendadak dipecat. 

TRIBUNNEWS.COM - Jupriadi, seorang guru mendadak dipecat setelah 16 tahun mengajar. 

Dia mengajar mata pelajaran Teknik Informatika sejak 2007 di SMAN 10 Makassar, Sulawesi Selatan.

Dia bingung dan tidak terima karena data sudah dihapus dari Data Pokok Pendidikan atau Dapodik.

Dia diperbantukan sebagai guru setelah sekolah kekurangan tenaga pengajar untuk mata pelajaran Teknik Informatika.

Ia ditunjuk langsung pihak sekolah mengajar ilmu komputer, saat itu masih menjadi bagian dari kurikulum pendidikan nasional.

Namun, setelah mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dihapus dari kurikulum, tugas Jupriadi dialihkan ke pengelolaan laboratorium komputer.

Ia bertanggung jawab atas jaringan, peralatan, dan juga membantu di bagian tata usaha.

Ketika program Smart School diluncurkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Jupriadi dipercaya menjadi operator utama, mengelola delapan layer sistem yang diterapkan di SMAN 10 Makassar.

Selama bertahun-tahun, Jupriadi aktif menjalankan tugasnya.

Termasuk melakukan sosialisasi ke kelas-kelas.

Ia bekerja di bawah kepemimpinan beberapa kepala sekolah.

Mulai dari Plt Basri hingga Bahmansyur. 

Namun, ia sering mempertanyakan status dan kelayakan tugas sebagai operator Smart School. 

Pengakuannya,  ia tidak pernah mendapat tanggapan dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan.

Konflik bermula saat pesan politik dikirim ke grup WhatsApp sekolah. 

Jupriadi menanggapi dengan menyatakan bahwa grup pendidikan seharusnya bebas dari konten politik.

Tak lama setelah komentarnya, ia dikeluarkan dari grup.

Keesokan harinya, ia dipanggil Kepala Tata Usaha dan menerima surat yang awalnya ia kira insentif Smart School. 

Ternyata, surat tersebut berisi pemberitahuan bahwa ia dibebastugaskan.

“Saya pribadi tidak terima. Tidak pernah dipanggil sebelumnya, tidak ada SP 1 sampai SP 3,” ujar Jupriadi, Senin (29/9/2025).

Jupriadi mengaku tidak pernah menjalani evaluasi kinerja dan merasa telah menjalankan tugasnya dengan baik setiap hari.

Ia juga membenarkan pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2019 dari Partai Keadilan dan Persatuan (PKP), Dapil IV Panakkukang-Manggala.

Menurutnya, tidak ada aturan yang melarang tenaga honorer untuk maju sebagai caleg.

Setelah diberhentikan pada Maret 2023, Jupriadi mencoba mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) penuh waktu di tahun 2024 dan paruh waktu di tahun 2025.

Namun, usahanya gagal karena data dirinya telah dihapus dari sistem Dapodik.

“Saya sudah siapkan semua berkas, tapi data saya di Dapodik sudah dihapus,” keluhnya.

Menanggapi viralnya kasus ini, Kepala SMAN 10 Makassar, Bahmansyur, memberikan klarifikasi.

Ia membenarkan Jupriadi mulai mengabdi sejak era kepemimpinan Drs Syamsu Alam sebagai guru komputer.

Namun, menurut Bahmansyur, Jupriadi tidak memiliki Akta IV dan NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), serta tidak tercatat dalam daftar hadir guru sejak Januari 2022.

“Selama tiga bulan terakhir, kami menilai tidak ada peningkatan dan perbaikan kinerja dari sisi kedisiplinan dan efektivitas pekerjaan,” ujar Bahmansyur dalam keterangan tertulis, Minggu (28/9/2025).

Sekolah memutuskan tidak melanjutkan tugas Jupriadi terhitung sejak 8 Maret 2023.

Tugas terakhirnya sebagai pengelola laboratorium komputer dan penanggung jawab Smart School.

Kini, Jupriadi hanya bisa berharap ada kejelasan dan keadilan atas statusnya, serta perlindungan bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi

Sementara itu, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bojonegoro, Jawa Timur, yang terbukti melakukan praktik pungutan liar (pungli) terkuak.

Pemkab Bojonegoro melalui Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) akhirnya memberikan sanksi tegas berupa pemecatan dan penurunan kelas jabatan terhadap dua oknum ASN yang terbukti melakukan praktik pungli.

Keputusan sanksi berat itu diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim audit internal dari BKPP, Inspektoran dan instansi lain yang diketuai oleh Pj Sekretaris Daerah.

Plt Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Bojonegoro, Hari Kristianto, mengemukakan, Pemkab Bojonegoro menjatuhkan sanksi disiplin berat kepada dua ASN yang terbukti melakukan pelanggaran integritas dengan menjanjikan pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) kepada sejumlah orang dengan imbalan uang.

Menurutnya kedua pelaku telah menghadiri pemanggilan resmi untuk mendengarkan keputusan sanksi dari pemerintah daerah.

“Dalam proses pemeriksaan, keduanya mengakui telah menjanjikan kepada beberapa pihak untuk bisa diangkat menjadi PNS di lingkungan Pemkab Bojonegoro dengan syarat memberikan sejumlah uang,” jelas Hari, Senin (21/7/2025).

Kedua oknum ASN yang dijatuhi sanksi berat itu bekerja di instansi berbeda.

Oknum tersebut yakni perempuan berinisial SW, seorang guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Dinas Pendidikan Bojonegoro, dan W, seorang PNS di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro.

Oknum guru PPPK berinisial SW diberikan hukuman disiplin berat berupa pemutusan hubungan kerja secara tidak hormat.

Keputusan ini diambil karena pelanggaran yang dilakukan dianggap mencoreng citra pemerintah dan mencederai prinsip pelayanan publik yang bersih.

"SW (oknum) guru PPPK Dinas Pendidikan dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pemutusan hubungan kerja tidak dengan hotmat," jelasnya.

Sementara itu, pelaku lainnya berinisial W, yang berdinas sebagai staf di RSUD Sosodoro Djatikoesoemo Bojonegoro, dijatuhi sanksi berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah.

Tak hanya itu, ia juga mendapat hukuman tambahan berupa pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sebesar 25 persen selama 12 bulan ke depan.

"W staf RSUD Sosodoro dijatuhi hukuman disiplin berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah dan pemotongan TPP 25 persen selama 12 bulan," sambungnya.

Hari menegaskan, pemerintah tidak akan mentolerir pelanggaran etika dan integritas seperti ini.

Sanksi diberikan sebagai bentuk komitmen dalam menegakkan disiplin dan membersihkan birokrasi dari praktik-praktik yang merugikan masyarakat.

Langkah tegas ini sekaligus menjadi peringatan bagi seluruh ASN di lingkungan Pemkab Bojonegoro agar tidak menyalahgunakan jabatan dan kewenangan untuk kepentingan pribadi, apalagi yang melibatkan jual beli jabatan.

Atas kejadian ini, Pemkab Bojonegoro mengimbau kepada masyarakat untuk tidak mudah tergiur janji-janji pengangkatan PNS melalui jalur tidak resmi.

Segala bentuk seleksi ASN dilakukan secara transparan dan terpusat oleh pemerintah pusat sesuai prosedur yang sah.

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved