Konflik Agraria
BAM DPR RI Minta Konflik Agraria di TTS Diselesaikan Antarkementerian, Jangan Dibebankan ke Rakyat
BAM DPR RI menerima aspirasi dari DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan mengenai konflik klaim lahan di 146 desa.
Penulis:
Acos Abdul Qodir
Editor:
Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI menerima aspirasi dari DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT), mengenai konflik klaim lahan di 146 desa yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung oleh Kementerian Kehutanan.
Penetapan ini menimbulkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat, termasuk sekitar 185 ribu transmigran yang telah memiliki sertifikat tanah, tetapi tetap menghadapi hambatan administratif.
Wakil Ketua BAM DPR RI Adian Napitupulu mendesak kementerian dan lembaga terkait untuk segera duduk bersama guna mencari solusi konkret. Ia menegaskan bahwa penyelesaian konflik ini merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, bukan masyarakat.
“Menteri Kehutanan duduk dengan Kemendagri, duduk dengan ATR/BPN. Jangan dikembalikan lagi pada rakyat,” tegas Adian di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Adian menyoroti bahwa penetapan batas desa dan kawasan hutan dilakukan tanpa pelibatan masyarakat desa, sehingga ketika terjadi konflik, rakyat justru dibebani tanggung jawab.
“Apakah rakyat desa petani itu dilibatkan dalam penetapan desa? Enggak. Dilibatkan dalam penetapan hutan? Tidak. Itu keputusannya petinggi-petinggi itu. Jadi ketika terjadi masalah, jangan dilempar ke bawah,” ujarnya.
Ia juga mengkritik kewajiban pajak atas tanah yang statusnya masih disengketakan, serta menyayangkan sikap Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan yang dinilai kerap menghindari tanggung jawab.
“Kalau batas kawasan hutan sampai sekarang harus bayar pajak, ini problem. Dan ini tanggung jawab kalian di tingkat pusat semua,” tandasnya.
Ketua DPRD TTS Mordeckay Liu menyampaikan apresiasi atas respons cepat BAM DPR RI terhadap surat permohonan yang dikirimkan pihaknya.
“Surat kami baru dikirim 4 Agustus, dan hari ini sudah dijadwalkan rapat. Terima kasih BAM DPR RI,” ujar Mordeckay.
Ia menegaskan bahwa kehadiran DPRD TTS di Senayan membawa suara masyarakat dari seluruh wilayah kabupaten, dan bahwa persoalan klaim lahan oleh Kementerian Kehutanan telah lama menjadi keluhan warga.
Baca juga: ARUN Dukung Dialog Damai dalam Konflik Agraria di Ketapang: TNI Sudah Ambil Langkah Tepat
“Kami sudah belasan kali didatangi masyarakat dari 17 kecamatan dan 300 desa. Data sudah kami siapkan, tapi Kemenhut tidak pernah mau duduk bersama,” katanya.
Konflik lahan di Kabupaten TTS, khususnya wilayah Besipae, berakar dari penetapan kawasan hutan lindung oleh Kementerian Kehutanan atas tanah yang telah lama dihuni dan dikelola masyarakat.
Penetapan dilakukan tanpa pelibatan warga sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan beban administratif, termasuk kewajiban membayar pajak atas tanah yang statusnya belum jelas. Keluhan masyarakat telah berulang kali disampaikan, tetapi belum ada penyelesaian konkret dari pemerintah pusat.
BAM DPR RI adalah badan di DPR yang menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, lalu meneruskannya ke komisi atau lembaga terkait untuk ditindaklanjuti. Meski tidak memiliki kewenangan legislasi, BAM berperan penting sebagai penghubung antara rakyat dan parlemen dalam memperjuangkan isu-isu publik.
Konflik Agraria
Membangun Budaya Pilah Sampah dari Rumah: Cerita Perubahan dari RT 19 Bagendung Kota Cilegon |
---|
Dosen Indonesia Terjebak di Demonstrasi di Nepal, Pelatihan Ditemani Sirine hingga Kepulan Asap |
---|
All Sedayu Hotel Kelapa Gading, Pilihan Ideal untuk Acara Bisnis dan Keluarga di Jakarta Utara |
---|
Banjir Bandang di Nagekeo NTT: 6 Orang Tewas, 3 Masih Hilang, Status Tanggap Darurat Cuaca Ekstrem |
---|
Satu Regu Prajurit TNI Bersenjata Merapat ke Gerbang Utama DPR RI Jelang Demo Ojol Hari Ini |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.