Selasa, 7 Oktober 2025

Pasar Klitikan Notoharjo, Warisan Penataan Era Jokowi yang Kini Merindukan Revitalisasi

Berdiri sejak 2006 sebagai solusi penataan PKL di era kepemimpinan Jokowi, Pasar Klitikan Notoharjo kini mengalami tantangan yang berat.

Mg/Nur Hidayah
PASAR KLITIKAN - Suasana di Pasar Klitikan Notoharjo, Solo, Selasa (12/78/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Udara masih terasa sejuk, mentari masih malu-malu untuk memperlihatkan diri, dan waktu menandakan akan menuju pagi.

Ramai pembeli datang memadati pelataran pasar klitikan notoharjo.

Para pedagang dengan tekun menggelar alas untuk meletakkan dagangnya, menatanya dengan rapi agar mudah dilihat oleh pembeli.

Suara penjual dan pembeli yang saling bernegosiasi membuat atmosfer pasar semakin riuh tiada henti.

Mata akan disajikan dengan pemandangan barang-barang bekas seperti jam tangan, sepatu, gas elpiji, parang, hingga onderdil motor yang ditata sedemikian rupa.

Hampir dua dekade berdiri, Pasar Klitikan Notoharjo masih menjadi pusat perburuan barang bekas di Kota Surakarta. 

Didirikan pada tahun 2006, pasar ini merupakan hasil dari program penataan kota yang digagas oleh Wali Kota Surakarta saat itu, Joko Widodo, untuk merelokasi pedagang kaki lima (PKL) dari kawasan Banjarsari. 

Kepala Pasar Klitikan Notoharjo, Triyanto, menuturkan bahwa pasar ini menampung sekitar 1118 Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Banjarsari. 

"Ini adalah programnya Bapak Jokowi waktu itu, untuk penataan pedagang PKL di Kota Surakarta agar tertampung dan tertata dalam satu induk," ujar Trianto.

Lapak di Pasar Klitikan Notoharjo
LAPAK PASAR KLITIKAN - Lapak di Pasar Klitikan Notoharjo, Solo, Selasa (12/78/2025).

Setiap pedagang diberi hak penempatan melalui Surat Hak Penempatan (SHP) untuk kios berukuran 2x3 meter. 

Penempatan pedagang dilakukan secara terorganisir melalui sistem zonasi, di mana barang dagangan sejenis dikelompokkan dalam satu area, seperti onderdil, pakaian, dan lainnya.

Baca juga: Menilik Pasar Burung Depok Kota Solo, Surganya Bagi Pecinta Kicau

Pasar Klitikan Notoharjo yang berlokasi di Jalan Sungai Serang Pasar Kliwon, Kota Surakarta ini beroperasi setiap hari. 

Pada hari biasa, pengunjung bisa di bawah 100 orang, sementara pada akhir pekan atau hari libur bisa mencapai 300 orang lebih.

Kios-kios buka dari pukul 06.00 WIB hingga 18.00 WIB, sementara pada pagi hari dari pukul 05.00 WIB hingga 08.00 WIB terdapat pedagang oprokan (lesehan) yang meramaikan suasana. 

Untuk kewajibannya, pedagang kios membayar retribusi bulanan sebesar Rp80.000 melalui sistem elektronik, sedangkan pedagang oprokan dikenai tarif Rp700 untuk lapak dan Rp100 untuk kebersihan.

Setelah 19 tahun beroperasi, Pasar Klitikan Notoharjo belum pernah tersentuh revitalisasi besar. 

Menurut Trianto, tantangan terbesar yang dihadapi pengelola saat ini adalah perawatan infrastruktur.

"Selama 19 tahun ini, kami sebagai pengelola inginnya ada penataan dan perawatan," ungkap Triyanto kepada Tribunnews pada Selasa (12/08/2025)

Ia merinci tiga isu prioritas yang mendesak untuk ditangani, di antaranya adalah banyak saluran pembuangan yang sudah dangkal dan kotor akibat usia, sebagian besar talang di lorong-lorong pasar sudah banyak yang bocor dan rusak.

Selain itu, juga terdapat banyak pohon yang sudah tinggi dan rimbun, yang dikhawatirkan dapat membahayakan keselamatan saat cuaca buruk.

Seiring berjalannya waktu, denyut nadi ekonomi kerakyatan ini mulai dihadapkan pada tantangan zaman, mulai dari kondisi bangunan yang menua hingga persaingan dengan era digital.

Pasar Klitian Notoharjo menghadapi pergeseran perilaku konsumen akibat kemajuan teknologi. 

Gempuran toko online menjadi salah satu penyebab menurunnya jumlah pengunjung. 

Pihak pengelola, atas arahan dari dinas, telah berupaya mendorong pedagang untuk beradaptasi dengan penjualan digital melalui program bimbingan teknis (bimtek) gratis. 

Namun, inisiatif ini belum mendapat respons positif dari para pedagang.

"Pedagang itu kelihatannya belum ada gereget sama sekali. Mereka tidak mau meninggalkan tempat dasarnya (berjualan), padahal ilmu itu untuk jangka panjang," keluh Triyanto

Terkait adanya perbedaan pandangan antara pengelola dan paguyuban pedagang, Trianto mengakui hal tersebut bisa terjadi. 

Menurutnya, terkadang ada pedagang yang juga merupakan tokoh di paguyuban melanggar aturan dengan menempatkan barang dagangan di area umum, seperti di bawah tangga atau pagar, yang mengganggu ketertiban.

Menatap masa depan, Trianto berharap pemerintah kota dapat memprioritaskan penataan dan perbaikan di Pasar Klitikan Notoharjo. 

Mengingat lokasi pasar yang semakin strategis di tengah area perkantoran, rumah sakit, dan fasilitas publik lainnya, penataan ulang dianggap krusial.

"Harapan kami, perlu ada perubahan. Dengan penataan, (pasar akan) cakep, senang. Kami butuh pendampingan dari pemerintah untuk menata, karena tenaga kami terbatas," tutupnya.

Seorang pemilik kios onderdil, Tutik, mengaku bahwa belakangan ini kios miliknya yang berada di Pasar Klitikan Notoharjo sering sepi.

Ia tidak tahu mengapa hal tersebut terjadi, namun Tutik berharap adanya penataan ulang, agar Pasar Klitian dapat ramai seperti dulu lagi.

“Jadi memang dulu itu di sini itu ramai, tapi sekarang-sekarang ini. Harapannya yaa semoga ada penataan ulang, ada revitalisasi, supaya pasar bisa ramai seperti dulu lagi,” ujar Tutik 

Hal tersebut juga dirasakan oleh Edy (55), setelah belasan tahun menempati kios yang legal dan berbadan hukum, tantangan yang dihadapi Edy dan rekan-rekannya telah berubah drastis. Gempuran platform jual beli online menjadi salah satu pukulan terberat. 

"Sejak ada HP, penjualan merosot tajam dan akhirnya banyak kawan-kawan yang juga gulung tikar," ungkapnya.

Para pedagang kini harus pandai membandingkan harga dengan yang tertera di lokapasar seperti Shopee untuk menentukan harga jual barang mereka.

"Penentuannya sekarang ya toko online juga," tambah Edy.

Barang dagang yang dijual lapak di Pasar Klitikan Notoharjo
BARANG KLITIKAN - Barang dagang yang dijual lapak di Pasar Klitikan Notoharjo, Selasa (12/8/2025)

Sebagai pedagang yang telah lama malang melintang, Edy memiliki pandangan tersendiri mengenai wacana revitalisasi pasar. 

Ia khawatir proses perbaikan besar akan berdampak pada hilangnya pendapatan pedagang. 

Menurutnya, jika pemerintah ingin melakukan revitalisasi yang membuat pedagang tidak bisa berjualan untuk sementara waktu, harus ada kompensasi yang dipikirkan.

"Kalau dari pemerintah pikirkan, ini revitalisasi sekian, kalau pedagang nggak jualan kita kasih suplai. Seharusnya seperti itu, kalau nggak ada, kita tolak besar-besaran " tegasnya

 

(mg/Nur Hidayah) 
Penulis adalah peserta magang dari Universitas Sebelas Maret (UNS)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved