Sekolah Keren Tanpa Rokok: Secercah Harapan dari Surakarta di Tengah Candu Nikotin pada Anak
Inilah cerita upaya bebas dari asap rokok yang dilakukan SMPN 3 Surakarta, Yayasan KAKAK serta Pemkot Surakarta.
Penulis:
garudea prabawati
Editor:
Suci BangunDS
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Di balik hiruk-pikuk kampanye anti rokok dan peringatan keras bahaya merokok di bungkus rokok, sebuah fakta mencemaskan masih mencuat: jumlah anak-anak hingga remaja yang merokok di Indonesia tetap tinggi.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Nasional Sosial Ekonomi (Susenas) menyebutkan bahwa prevalensi perokok anak di Indonesia usia 10–18 tahun meningkat dari 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 9,1 persen pada 2023.
Data lainnya, dari Badan Pusat Statistik (BPS), per 2023, proporsi perokok Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas adalah sebanyak 28,62 persen, jumlah tersebut menurut World Health Organization atau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berpotensi akan terus bertumbuh.
Mengutip who.int, menyebutkan bahwa jumlah perokok berusia 15 tahun ke atas di Indonesia diprediksi mencapai 38,7 persen dari total penduduk pada tahun 2025.
Dengan demikian, Indonesia pun menduduki urutan kelima negara dengan proporsi perokok terbanyak di dunia.
Peningkatan ini menjadi tamparan keras bagi berbagai pihak, baik orang tua, sekolah hingga regulasi pemerintah.
Sebuah ironi besar, mengingat pemerintah sering menyuarakan ambisi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 dan memanfaatkan bonus demografi agar tidak menjadi bencana demografi.
Candu yang Tak Mudah Terputus

Fenomena miris yang terjadi di berbagai sudut negeri, hanya dengan harga hanya seribu atau dua ribu rupiah, anak-anak bisa merasakan nikotin yang seharusnya tidak pernah menyentuh paru-paru mereka.
Disadari maupun tidak, mulai dari coba-coba, hal inilah yang menjadi titik awal masuk dalam lingkaran candu yang tak mudah terputus.
Dijelaskan dalam laman resmi Kementerian Kesehatan RI, kemkes.go.id, nikotin yang masuk ke tubuh anak tidak hanya menimbulkan ketergantungan, tetapi juga merusak sistem saraf, paru-paru, jantung, bahkan perkembangan otak yang sangat krusial di usia remaja.
Mengingat organ tubuh remaja belum berkembang optimal, sehingga masuknya nikotin di dalam tubuhnya akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan organ tubuhnya.
Hal ini juga dilabeli WHO sebagai epidemi tembakau, salah satu ancaman kesehatan masyarakat terbesar yang pernah dihadapi dunia, yang menyebabkan lebih dari 7 juta kematian setiap tahunnya serta kecacatan dan penderitaan jangka panjang akibat penyakit yang berhubungan dengan tembakau.
Dalam laporan WHO pada 25 Juni 2025 disebutkan bahwa semua bentuk penggunaan tembakau berbahaya, dan tidak ada tingkat paparan tembakau yang aman.
Penggunaan tembakau ini termasuk merokok dengan tembakau pipa air, cerutu, cerutu kecil, tembakau yang dipanaskan, tembakau linting sendiri, tembakau pipa, bidis dan kretek, serta produk tembakau tanpa asap.
Sumber: TribunSolo.com
Sekolah Keren Tanpa Rokok
Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Surakarta
Bebas Asap Rokok
Yayasan Kakak
SMPN 3 Surakarta
22 Orang Mahasiswa di Solo Jateng Terima Bantuan Uang Rp 3 Juta Guna Persiapan Kerja di Jepang |
![]() |
---|
Pengurus Baru PWI Pusat Periode 2025-2030 akan Dilantik di Surakarta, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Generasi Muda Diminta Kuasai Digital Skill, Kreativitas, dan Siap Ciptakan Lapangan Kerja |
![]() |
---|
Ayu Widyaningrum Dapat Gelar Kehormatan 'Kanjeng Mas' dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat |
![]() |
---|
Jadwal dan Lokasi SIM Keliling Kota Surakarta selama September 2025, Ini Rincian Biayanya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.