Senin, 6 Oktober 2025

Kisah M dan 'Keajaiban' JKN bagi Penyintas HIV

Sistem JKN yang dikelola BPJS Kesehatan menjadi pilar penting dalam memastikan akses layanan kesehatan bagi anak-anak dengan HIV/AIDS (ADHA).

Penulis: Sri Juliati
Editor: Tiara Shelavie
Tribunnews.com/Sri Juliati
PENYINTAS HIV - Pendiri Yayasan Lentera Surakarta, Yunus Prasetyo memeluk anak-anak dengan HIV/AIDS di rumah singgah yang berada di Jalan Suryo nomor 49, Kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan Jebres. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan telah menjadi pilar penting dalam memastikan akses layanan kesehatan bagi anak-anak dengan HIV/AIDS (ADHA) di Indonesia. Tak terkecuali bagi M dan sejumlah ADHA di Yayasan Lentera Surakarta. 

Sistem JKN yang dikelola BPJS Kesehatan telah menjadi pilar penting dalam memastikan akses layanan kesehatan bagi anak-anak dengan HIV/AIDS (ADHA) di Indonesia. Tak terkecuali bagi M dan sejumlah ADHA di Yayasan Lentera Surakarta.

TRIBUNNEWS.COM - Inisialnya M. Ia adalah seorang gadis yang hendak beranjak dewasa. Tepat pada 1 Mei lalu, ia merayakan ulang tahun yang ke-20.

M adalah sosok yang ramah dan mudah akrab, sekalipun dengan orang yang baru dikenal. Namun, di balik senyum yang selalu mengembang di wajah, tersimpan kisah perjuangan M yang hidup dengan HIV di tubuh.

"Aku tahu kondisiku seperti ini saat kelas 3 SMP," kata M kepada Tribunnews.com, Kamis (24/7/2025).

Tak hanya melawan penyakit, M juga harus melawan stigma dan diskriminasi yang menderanya. Saat sang ibu tiada karena penyakit serupa pada tahun 2015, M dan sang adik, Mg yang juga penyintas HIV diasingkan oleh warga.

M yang kala itu berusia 10 tahun sempat tinggal di ruang kelurahan. Sampai akhirnya, sesosok pria bernama Yunus Prasetyo datang menjemput.

Oleh Yunus, kakak beradik itu dibawa ke Surakarta, Jawa Tengah yang berjarak 186 Km dari kampung halaman mereka di Kediri, Jawa Timur. Mereka tinggal bersama dengan para penyintas lainnya di bawah naungan Yayasan Lentera Surakarta

Sejak didirikan oleh Yunus Prasetyo bersama Puger Mulyono dan Kefas Jibrael Lumatefa pada 2012, yayasan memiliki misi menampung, merawat, dan mengadvokasi anak yatim-piatu dengan HIV/AIDS.

Saat ini, 37 anak tinggal di shelter Yayasan Lentera yang menempati bangunan bekas SD di Jalan Suryo nomor 49, Kelurahan Purwodiningratan, Kecamatan Jebres. Dari ke-37 anak ini, 26 di antaranya mengidap HIV/AIDS. Sisanya, masih dalam pemantauan.

Program JKN dari BPJS Kesehatan jadi Asa

MENONTON KARTUN - Anak-anak penghuni Yayasan Lentera Surakarta tengah asyik menonton kartun di televisi Rumah Lentera Anak, tempat di mana anak penderita HIV/AIDS hidup bersama, difoto pada Rabu (7/5/2025)
MENONTON KARTUN - Anak-anak penghuni Yayasan Lentera Surakarta tengah asyik menonton kartun di televisi Rumah Lentera Anak, tempat di mana anak penderita HIV/AIDS hidup bersama, difoto pada Rabu (7/5/2025) (Tribunnews.com/Chrysnha Pradipha)

Di Yayasan Lentera, M dan ADHA lainnya yang semula bukan siapa-siapa telah menjadi keluarga meski tanpa rangkulan orang tua atau saudara. 

Di sana, mereka tidak hanya mendapatkan tempat berteduh, tetapi juga memperoleh hak-hak dasar sebagai anak, salah satunya kesehatan.

Setiap hari, mereka menjalani terapi antiretroviral (ART) dengan mengonsumsi sejumlah obat (antiretroviral, ARV) untuk menekan jumlah virus (viral load) hingga tidak terdeteksi sekaligus menjaga sistem kekebalan tubuh (jumlah CD4) tetap kuat. 

Baca juga: 10 Provinsi dengan Tingkat Kepemilikan Jaminan Kesehatan Tertinggi di Indonesia 2025

ART adalah pengobatan utama untuk HIV dan AIDS, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengurangi risiko penularan. 

"Setiap hari, aku minum 5 butir kombinasi obat-obatan antiretroviral siang-malam," ujar M.

M mengaku tak pernah lalai untuk urusan minum obat. Kejadian di masa lalu tentang kehilangan orang yang dicintai menjadi pengingatnya.

"Aku pernah kehilangan mama dan sahabat dekatku di Yayasan Lentera karena mereka jarang minum obat dan jarang kontrol, tubuh mereka sampai kurus dan nggak bisa jalan. Aku baru tahu kalau ternyata efeknya sampai separah itu dan nggak mau itu terjadi," ungkapnya.

Setiap bulan, M dan ADHA lainnya juga melakukan kontrol dan pemeriksaan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan. Termasuk tes viral load dan jumlah sel CD4 (sel kekebalan tubuh) yang dilakukan sekali setahun.

Semua layanan ini dapat diakses secara mudah dan gratis oleh mereka. Pasalnya, semua penyintas HIV di Yayasan Lentera telah terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

Mereka pun bisa mendapatkan akses pengobatan dan pemantauan kesehatan yang komprehensif, sesuai dengan pedoman pengobatan HIV/AIDS dari Kementerian Kesehatan.

Hal inilah yang menjadikan kondisi kesehatan M dan ADHA di Yayasan Lentera selalu stabil. Mereka pun tumbuh dan berkembang seperti layaknya anak-anak. Mereka bisa bersekolah, bermain, hingga jalan-jalan. Kalaupun jatuh sakit, hanya batuk, pilek, atau sakit gigi.

Termasuk M, yang kini tengah menempuh pendidikan S1 jurusan akuntansi di sebuah kampus di Surakarta dan bekerja di sebuah rumah makan.

"Aku sangat terbantu dengan adanya program JKN dan bersyukur sekali terdaftar sebagai peserta. Terlebih dengan kondisiku saat ini, harus minum obat selamanya, menjalani segala macam tes dan pemeriksaan, tanpa keluarga pula. Berkat BPJS Kesehatan, semua layanan kesehatan bisa aku akses secara gratis," ujarnya.

Hal serupa juga disampaikan pendiri Yayasan Lentera Surakarta, Yunus Prasetyo. Ia mengaku, program JKN sangat membantu dalam perawatan kesehatan anak dengan HIV/AIDS.

"Meski ada beberapa penyakit yang tidak ter-cover, tetap kami rawat mereka sampai sembuh. Anehnya saat kami mau membayar, tahu-tahu sudah ada yang mbayarin," ungkap Yunus.

Menurutnya, dalam sekali pemeriksaan, seorang ADHA membutuhkan biaya hingga Rp 500 ribu, belum termasuk tes darah, viral load, dan jumlah sel CD4.

Jika dikalikan dengan jumlah anak di Yayasan Lentera, maka sudah pasti biaya kesehatan yang dikeluarkan akan membengkak. Sementara yayasan ini dapat berjalan berkat bantuan atau donasi dari berbagai pihak.

Yunus mengatakan, semua 'anak-anaknya' sudah menjadi peserta JKN kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Meski sebelumnya, ada beberapa anak yang masuk kategori Non-PBI alias mandiri.

"Kami sempat membayar iuran BPJS Kesehatan secara mandiri selama setahun sebelum akhirnya semua anak-anak di sini dimasukkan ke kategori PBI," kata dia.

Tumbuh Kembang ADHA Bisa Optimal

HIV ANAK - Dokter Spesialis Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dr Husnia Auliyatul Umma SpA MKes ditemui pada Rabu (7/5/2025)
HIV PADA ANAK - Dokter Spesialis Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dr Husnia Auliyatul Umma SpA MKes ditemui pada Rabu (7/5/2025). (Tribunnews.com/Sri Juliati)

Terpisah, Dokter Spesialis Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dr Husnia Auliyatul Umma SpA MKes mengatakan, perawatan kesehatan yang diterapkan pada anak dengan HIV/AIDS sama seperti orang dewasa. Hanya berbeda pada dosis berdasarkan umur dan berat badan serta kondisinya saat itu.

"Nantinya, anak-anak dengan kondisi stabil hanya perlu menjalani pemeriksaan rutin di puskesmas atau FKTP," kata dia.

Ia juga mengungkapkan, pada kondisi anak dengan HIV/AIDS yang stabil tak ada bedanya dengan anak-anak pada umumnya. Mereka bisa menjadi anak-anak yang aktif sepanjang rutin meminum ARV untuk menjaga kadar virus dalam tubuh tetap rendah.

Tumbuh kembang mereka juga berjalan optimal jika mendapatkan nutrisi yang baik serta rutin melakukan pemeriksaan berkala untuk memantau perkembangan anak dan mengidentifikasi masalah kesehatan yang mungkin terjadi.

Menurut dr Husnia, berdasarkan data sepanjang 5 tahun terakhir, jumlah anak dengan HIV/AIDS yang menjalani perawatan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta mencapai 137 anak.

Mereka datang dari berbagai daerah di Solo raya dan daerah lain di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan rentang usia paling kecil 2 tahun hingga 18 tahun.

Komitmen BPJS Kesehatan

Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surakarta, Debbie Nianta Musigiasari mengatakan, BPJS Kesehatan berkomitmen memberikan perlindungan kesehatan bagi ADHA. 

"Mereka dapat mengakses layanan kesehatan baik di Fasilitas kesehatan Primer maupun Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjut," ujarnya, Jumat (25/7/2025).

Pembiayaan pengobatan pasien HIV/AIDS di fasilitas kesehatan tingkat pertama termasuk paket kapitasi. Sementara di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut masuk dalam paket INA-CBG (Indonesia Case Based Groups).

"Prosedur itu sesuai Permenkes Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan JKN, sedangkan obatnya menggunakan obat program dari pemerintah," tambah Debbie.

Adapun perawatan/pengobatan ADHA yang ditanggung JKN meliputi pelayanan kesehatan di FKTP dan FKRTL sesuai dengan kompetensi masing-masing fasilitas kesehatan yang telah diatur dalam keputusan Kementerian Kesehatan.

BPJS Kesehatan, lanjut Debbie, juga berkomitmen memberikan layanan kesehatan yang adil, merata, dan tanpa diskriminasi kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Komitmen ini direalisasikan melalui berbagai bentuk kebijakan, inovasi layanan, serta prinsip keadilan sosial yang menjadi dasar operasional BPJS Kesehatan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku. 

"Setiap peserta, termasuk anak-anak dengan HIV/AIDS memiliki hak yang sama dalam mengakses jaminan kesehatan, tanpa perlakuan diskriminatif," tutup Debbie. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved