JSIT Minta Dedi Mulyadi Kaji Ulang Kebijakan Satu Kelas 50 Siswa: Jaga Keseimbangan Ekosistem
Fahmi Zulkarnaen menyampaikan pandangannya atas kebijakan Pemprov Jabar yang membolehkan siswa per kelas di sekolah negeri hingga 50 orang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia, Fahmi Zulkarnaen menyampaikan pandangannya atas kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) yang membolehkan siswa per kelas di sekolah negeri hingga 50 orang
Menurut Fahmi, kebijakan itu bisa berdampak pada keberlanjutan sistem pendidikan nasional, terutama bagi lembaga pendidikan swasta.
"Pendidikan adalah hak setiap anak bangsa. Namun, kita perlu memastikan kebijakan yang diambil itu tidak hanya memperluas akses, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem pendidikan nasional," ujar Fahmi.
JSIT Indonesia Pemprov Jawa Barat dan pemerintah pusat mengkaji penerapan sistem voucher pendidikan yang dapat membantu menjaga keberlanjutan pendidikan swasta dan memperluas akses bagi seluruh warga negara.
"Kami percaya bahwa negara dan masyarakat dapat berjalan beriringan, bukan saling meniadakan. Oleh karena itu, kita perlu menyusun kebijakan publik dengan mendengarkan suara dari seluruh pemangku kepentingan," tambahnya.
JSIT Indonesia juga menekankan pentingnya kolaborasi yang setara antara negara dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang adil, berdaya, dan berkelanjutan bagi generasi masa depan Indonesia.
"Pendidikan terbaik lahir dari kolaborasi yang setara antara negara dan masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu menjaga semangat kolaboratif ini dalam menyusun kebijakan pendidikan," kata Fahmi.
Fahmi menambahkan, sejarah mencatat bahwa sekolah swasta telah memainkan peran strategis dalam mendidik anak bangsa jauh sebelum sistem sekolah negeri berkembang seperti sekarang.
Baca juga: Sejumlah Siswa Baru SMAN 1 Bandung Tidak Kebagian Meja Saat MPLS, Begini Tanggapan Dedi Mulyadi
"Di masa penjajahan dan awal kemerdekaan, ketika akses terhadap institusi formal milik negara terbatas, sekolah-sekolah swasta menjadi pilar utama dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan membentuk karakter bangsa. Mereka berdiri atas dasar keikhlasan masyarakat, semangat kebangsaan, dan komitmen terhadap nilai-nilai luhur pendidikan," jelasnya.
Seperti diketahui, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi beberapa waktu lalu membuat kebijakan menambah jumlah siswa dalam satu kelas di sekolah negeri dari 36 menjadi 50 pelajar.
Meski menuai beragam kritikan, Dedi berkilah kebijakan penambahan jumlah siswa dalam satu kelas itu merupakan bagian dari solusi darurat untuk mencegah anak-anak Jawa Barat putus sekolah.
“Negara tidak boleh menelantarkan warganya, sehingga tidak bersekolah. Jangan sampai warga mendaftar capek-capek ingin sekolah, tapi negara tidak memfasilitasi. Maka saya sebagai Gubernur Jabar bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak di Jabar,” ujarnya.
Dedi menekankan bahwa jumlah 50 siswa adalah batas maksimum.
Dalam praktiknya, jumlah siswa per kelas bisa bervariasi antara 30 hingga 50, tergantung kondisi dan kebutuhan daerah.
“Daripada tidak sekolah, lebih baik sekolah walaupun di kelasnya 50 siswa,” kata Dedi.
Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Cecep Suhendar, menyebut secara prinsip kebijakan gubernur tersebut untuk menekan angka anak putus sekolah dan memperpanjang rata-rata lama belajar anak memang baik.
Namun, ia menilai kebijakan itu tidak bisa diterapkan secara seragam di semua daerah tanpa mempertimbangkan kondisi wilayah masing-masing, termasuk distribusi sekolah swasta di tiap kecamatan.
"Tujuannya bagus untuk menghindari anak putus sekolah. Kedua, memperpanjang rata-rata lama sekolah anak. Sehingga di sekolah-sekolah negeri yang memang orang tua lebih memilih anaknya ke sekolah negeri, itu lebih tertampung banyak," ujarnya.
Namun demikian, Cecep mengingatkan keberadaan sekolah swasta juga harus diperhitungkan secara proporsional dalam kebijakan pendidikan.
Ia khawatir penambahan daya tampung sekolah negeri justru mengurangi jumlah siswa yang masuk ke sekolah swasta yang selama ini turut menopang pelayanan pendidikan di daerah.
"Sekolah swasta pun harus dihitung keberadaannya. Jangan sampai penambahan murid di sekolah negeri ini justru mengurangi jumlah murid yang ada di sekolah swasta," katanya.
Oleh karena itu, Cecep menekankan perlunya analisis data secara rinci di tiap wilayah, mulai dari jumlah lulusan SD, kapasitas daya tampung SMP atau SMA negeri maupun swasta, hingga potensi siswa yang belum tertampung.
Data ini penting agar kebijakan penambahan kelas tidak diterapkan secara seragam tanpa melihat karakteristik daerah.
"Jadi per wilayah ini harus dihitung. Berapa anak lulusan SD, kemudian berapa daya tampung SMP maupun SMA. Dan jangan lupa, daya tampung sekolah swasta juga harus dihitung. Jangan sampai menghitung daya tampung hanya oleh sekolah negeri saja. Ini yang mengakibatkan gejolak dari rekan-rekan sekolah swasta," ucapnya.
Usai Ramai Tunjangan Perumahan Rp71 Juta, DPRD Jabar Kemungkinan Akan Dibangunkan Rumah Dinas |
![]() |
---|
Dedi Mulyadi Sentil Mantunya Putri Karlina dan Bupati Garut soal Curhatan Abenk: Saya Yakin Peka |
![]() |
---|
Selain di Indramayu Kasus Pembunuhan Satu Keluarga Kerap Terjadi di Indonesia, Ini Daftar Lengkapnya |
![]() |
---|
Dedi Mulyadi Sebut Pelaku Pembunuhan Satu Keluarga di Indramayu Sudah Ditangkap |
![]() |
---|
Pelaku Pembunuhan Haji Sahroni dan 4 Anak Cucunya Ditangkap Polisi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.