Misteri Hubungan Mahasiswi UNS dengan Dr Sumardiyono, Mengapa Tertulis Namanya dalam Surat Wasiat?
Surat wasiat DA sebut nama dosen UNS, Dr Sumardiyono. Apa hubungan mereka dan alasan mahasiswi itu nekat akhiri hidup?
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Nama dosen Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr. Sumardiyono, S.KM., M.Kes., mendadak menjadi sorotan setelah muncul dalam surat wasiat yang diduga ditulis oleh mahasiswi berinisial DA (22), sebelum ia melompat ke Sungai Bengawan Solo.
Tragedi ini menyisakan duka mendalam dan sejumlah pertanyaan. DA adalah mahasiswi semester 8 Program Studi D4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Sekolah Vokasi UNS.
Ia berasal dari Temanggung, Jawa Tengah. Diduga kuat, DA mengakhiri hidupnya karena tekanan mental dan gangguan psikologis yang telah lama ia derita.
Peristiwa itu terjadi pada Senin (30/6/2025). Lokasi kejadian berada tidak jauh dari kampus UNS di Jebres, Solo.
Di pinggir jembatan tempat ia diduga melompat, ditemukan sepeda motor miliknya, tas berisi barang-barang pribadi, buku catatan, dan sepucuk surat yang kemudian diduga sebagai surat wasiat.
Dalam surat tersebut, DA menulis permintaan maaf kepada ibunya dan menyebut secara khusus nama dosennya, Dr. Sumardiyono. Ia menyampaikan bahwa dirinya sudah tidak sanggup menahan beban mental akibat gangguan bipolar yang ia alami.
DA juga menyesal telah mengingkari janji kepada sang dosen untuk bertahan dan melanjutkan hidup.
Surat itu memicu perhatian publik. Mengapa seorang dosen akademik disebut dalam surat wasiat pribadi yang menyentuh seperti itu?

Baca juga: UNS Pernah Sarankan Mahasiswi yang Lompat Bengawan Solo Cuti Kuliah, tapi Ditolak Tak Mau Dikasihani
Penjelasan UNS dan Klarifikasi Nama Dosen
Juru Bicara UNS, Prof. Dr. Agus Riwanto, memberikan klarifikasi resmi atas temuan nama Dr. Sumardiyono dalam surat tersebut.
Ia menjelaskan bahwa Dr. Sumardiyono adalah dosen pembimbing akademik DA sekaligus pembimbing pertama skripsi yang bersangkutan. Selain itu, beliau juga menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Sekolah Vokasi UNS.
“Pak Sumardiyono dan Kepala Prodi D4 K3 telah mengetahui kondisi psikologis DA dan bahkan sudah merekomendasikan agar ia mengambil cuti selama tiga bulan,” ujar Agus Riwanto, Selasa (1/7/2025). Namun, rekomendasi itu ditolak DA karena ia tidak ingin merasa dikasihani.
Menurut Agus, sang dosen telah memberikan perhatian dan dukungan moral kepada DA yang beberapa kali menunjukkan tanda-tanda ingin mengakhiri hidup. Bahkan, DA sempat berjanji tidak akan melakukannya dan berniat melanjutkan kuliah hingga lulus.
Sayangnya, janji itu tak ditepati.
Dalam surat wasiat yang ditinggalkan DA, disebutkan bahwa ia merasa tak sanggup menjalani hidup dengan kondisi mentalnya yang kian memburuk. Ia mengakui menderita bipolar dan kerap dihantui perasaan hampa dan kelelahan emosional yang terus menerus.
“Maaf, Pak. Saya tidak kuat lagi. Saya gagal menepati janji,” begitu kira-kira kutipan dari isi surat DA yang tersebar di kalangan internal kampus.
Selain menyebut sang dosen, DA juga meminta maaf kepada ibunya, menuliskan rasa cinta dan rasa bersalah karena tak bisa menjadi anak yang kuat seperti yang diharapkan.
Pihak kampus menegaskan bahwa peristiwa ini tidak berkaitan dengan tekanan akademik. Pihak Prodi dan fakultas justru telah memberikan berbagai bentuk keringanan dan pendekatan persuasif agar DA bisa menyelesaikan studi dengan baik.
Baca juga: Terjun ke Bengawan Solo, Mahasiswi UNS Belum Ditemukan, Kapal Dikerahkan
Pandangan Psikolog dan Masalah Sistemik
Pakar Psikologi UNS, Dr. Farida Hidayati, menanggapi peristiwa ini sebagai peringatan serius tentang pentingnya dukungan kesehatan mental di lingkungan pendidikan tinggi.
Menurutnya, banyak mahasiswa mengalami tekanan yang tidak mereka ungkapkan karena takut akan stigma sosial.
“Banyak yang tidak mau cerita karena takut dianggap lemah, kurang iman, atau tidak bersyukur. Stigma itu sangat menghambat mereka untuk mencari bantuan,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bahwa biaya untuk mengakses psikolog profesional tidaklah murah, dan jumlah tenaga profesional di bidang ini masih sangat terbatas, terutama di daerah.
“Puskesmas pun jarang menyediakan layanan psikologi memadai. Ini yang jadi kendala besar,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dr. Farida menilai bahwa generasi muda saat ini cenderung ingin segalanya cepat selesai. Ketika menghadapi masalah yang berlarut-larut, mereka cenderung kehilangan arah karena kurangnya ketahanan emosional.
“Mereka tidak siap menghadapi proses yang panjang. Padahal hidup tidak selalu instan. Ketika emosi tidak teratur, pikiran gelap bisa muncul,” jelasnya.
UNS mengimbau seluruh mahasiswa agar tidak ragu untuk mencari pertolongan jika merasa dalam tekanan berat, baik secara akademik maupun pribadi. Pihak kampus juga menyediakan layanan konseling yang bisa dimanfaatkan tanpa stigma.
Redaksi juga mengingatkan, bagi pembaca yang merasa memerlukan layanan konsultasi terkait kesehatan mental, atau pernah memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup, tersedia layanan konsultasi gratis seperti:
Hotline Psychology Mobile RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta: 0812-2551-0001
Jangan ragu untuk bercerita. Mencari bantuan bukan tanda kelemahan, tapi bentuk keberanian dan harapan.
Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id dengan judul Nama Dosen UNS Tertulis di Surat Wasiat Mahasiswi yang Lompat ke Sungai Bengawan Solo,
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.