Berita Viral
Peserta Diksar Maut Unila Dapat Tekanan dari Senior dan Dekanat FEB, Pengacara Surati LPSK
Pihak korban diksar maut Universitas Lampung (Unila) bakal surati LPSK untuk minta perlindungan. Salah satu korban dapat tekanan dari senior
Penulis:
Muhammad Renald Shiftanto
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Salah satu peserta pendidikan dasar (diksar) organisasi kemahasiswaan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan (Mahapel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung, Muhammad Arnando Al Faaris diduga mendapat intimidasi dari seniornya.
Hal tersebut disampaikan oleh pengacara korban dan peserta diksar, Yosef Friadi.
Yosef menuturkan, pihaknya pun berencana akan menyurati Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Tadi kami kedatangan orang tua klien kami, Faaris, agar korban mendapatkan perlindungan dari LPSK," kata Yosef dari kantor hukum Azizi Lawfirm saat ditemui di kantornya, Senin (9/6/2025).
Kepada TribunLampung.co.id, Yosef menuturkan, Faaris juga mendapat ancaman dari Dekanat FEB Unila.
Yosef sendiri saat ini menjadi kuasa hukum lima teman korban, termasuk korban meninggal, Pratama Wijaya Kusuma.
"Kami akan mendampingi lima rekan korban, termasuk korban yang meninggal dunia."
"Semua korban menguasakan kepada kami," tutur Yosef.
Diketahui, Faaris merupakan salah satu peserta diksar Mahapel FEB Unila.
Ia menuturkan, bahwa saat diksa memang ada penyiksaan terhadap peserta.
Mengutip TribunLampung.com, ia sempat berusaha membuat laporan atas tindak kekerasan namun malah mendapat tekanan.
Baca juga: Belasan Panitia Diksar Mahapel Unila Dipanggil Polisi, Pengacara Siapkan Foto saat Kegiatan
"Saya berusaha melaporkan kekerasan yang terjadi yang dilakukan oleh kakak tingkat di Mahepel. Saya sendiri mengalami dan saya mengharapkan ada keadilan, tapi malah saya mendapatkan tekanan," kata Muhammad Arnando Al Faaris.
Karena membuat laporan tersebut, ia justru dicap sebagai pembuat masalah oleh kakak tingkat dan pihak kampus.
Faaris juga pernah diminta untuk menandatangani surat perjanjian supaya tak menceritakan ke siapapun soal kekerasan saat diksar oleh pihak kampus.
Karena merasa kecewa dengan sikap kampus, ia pun akhirnya memilih untuk keluar dari Unila.
"Saya tidak ikhlas dengan apa yang terjadi. Saya kecewa dengan sikap kampus, makanya saya keluar Unila," kata Faaris.
Faaris menceritakan, ada enam orang yang mengikuti diksar dan Pratama lah yang memiliki kondisi fisik paling lemah.
Namun, senior justru menganggap korban pura-pura lemah.
"Panitia diksar bilang jangan berpura-pura lemah dan Pratama paling lemah yang paling banyak dapat penyiksaan," tutur Faaris.
Ibu Korban, Wirna Wani juga menuturkan hal senada.
Dilansir TribunLampung.co.id, Wirna menuturkan anaknya sempat mengalami luka-luka hingga kejang otot sebelum meninggal dunia.
Ia mengatakan, saat kejadian, korban minta dijemput dan sesampainya di rumah, putranya pingsan.
"Anak saya sempat mengalami luka-luka, kejang otot, hingga akhirnya meninggal dunia setelah menjalani perawatan dan operasi."
"Anak saya itu habis ikut Mahepel, pada malam-malam dia minta dijemput. Sudah jam 10 malam saya jemput, dia lapar minta mi ayam. Tapi pas sampai rumah, belum sempat makan, dia pingsan," jelasnya.
Selain pingsan berkali-kali setelah pulang diksar, anaknya juga mengalami sejumlah luka di tubuh korban.
Baca juga: Buntut Tewasnya Mahasiswa Unila, Kampus Bekukan Mahapel hingga Ancam DO
Sang anak kepada Wirna juga mengaku mendapatkan kekerasan fisik selama kegiatan diksar.
"Anak kami menjalani operasi di RSUD Abdul Moeloek pada 27 April setelah hasil pemindaian menunjukkan adanya gumpalan darah dan cairan yang tidak lancar di otak," ungkapnya.
Wirna juga menyebut, ia mengunggah cerita anaknya ini ke Facebook.
Namun, setelah itu ada yang mendatanginya untuk minta unggahan tersebut dihapus.
"Jadi setelah saya unggah di Facebook, baru ada yang datang. Mereka minta unggahan saya dihapus. Saya turuti karena saya masih berduka," kata Wirna.
Wirna akhirnya melaporkan kasus yang menimpa putranya ini ke Polda Lampung pada Selasa (3/6/2025).
Bantahan Mahapel
Sebelumnya, Ahmad Fadilah selaku Ketua Mahapel mengakui adanya kegiatan fisik selama diksar namun membantah ada kekerasan terhadap para peserta.
"Untuk push up, sit up, dan yang lainnya itu merupakan aktivitas untuk menjaga stamina apalagi kegiatan tersebut memang berada di alam, jadi bukan sekedar dihukum," kata Fadilah.
Sementara kuasa hukum Mahapel, Chandra bangkit menuturkan bahwa korban meninggal bukan karena kontak fisik.
Sejumlah luka yang dialami peserta bukan dari penganiayaan.
"Luka-luka seperti lebam itu timbul akibat benturan alami seperti terkena ranting pohon, atau saat merayap di medan yang berat."
"Jadi tidak ada yang namanya kekerasan dalam bentuk fisik, tapi kalau push up, sit up, squat jump itu memang ada, dan itu dilakukan sesuai prosedur," ujar Bangkit, Selasa (3/6/2025).
Bangkit juga menuturkan, Pratama juga sudah sakit sejak awal kegiatan.
"Jadi Pratama ini masih aktif mengikuti kegiatan kampus pada Februari, dan mulai sakit baru sekitar pertengahan Maret (antara tanggal 10-26), sehingga tidak dapat langsung dikaitkan dengan kegiatan Diksar di bulan November," pungkasnya.
Baca juga: Beda Keterangan Orang Tua Korban dan Mahapel soal Mahasiswa Unila yang Tewas setelah Diksar
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id dengan judul Korban Diksar Minta Perlindungan LPSK, 11 Panitia Dipanggil Polda Lampung
(Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunLampung.co.id, Hurri Agusto/Bayu Saputra)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.