Nasib Marzuki, PNS di Maros yang Terlibat Terorisme, BKPSDM Ungkap soal Uang Pensiunan Pelaku
BKPSDM ungkap nasib Marzuki (50), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan yang terlibat kasus terorisme, Rabu (4/6).
TRIBUNNEWS.COM - Terungkap nasib Marzuki (50), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang terlibat dalam kasus terorisme.
Marzuki telah diberhentikan secara tidak hormat atau dipecat oleh pemerintah daerah.
Hal tersebut telah dikonfirmasi oleh Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Maros, Andi Sri Wahyuni AB.
Andi menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil karena Marzuki terlibat dalam kasus terorisme dan telah diproses secara hukum.
Sebelum ditangkap dan dipecat, Marzuki tercatat terakhir bertugas di Kecamatan Mandai, Maros.
“Jadi pada tahun 2024 kemarin, ada satu orang ASN yang diberhentikan secara tidak hormat. Namanya Marzuki, usia 50 tahun. Beliau sebelumnya bertugas di Kecamatan Mandai,” ujar Andi Rabu (4/6/2025), dilansir Tribun-Timur.com.
Andi mengungkapkan bahwa kasus ini berawal pada 2021.
Kala itu, Marzuki ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri karena diduga kuat terlibat dalam jaringan terorisme.
“Dia diamankan pada tahun 2021 oleh Densus 88. Proses hukumnya berjalan sampai akhirnya dia dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman pidana,” jelas Andi.
Setelah menjalani hukuman, pemda pun memproses pemberhentian Marzuki sesuai regulasi kepegawaian.
“Pemberhentiannya dilakukan tahun 2024, setelah yang bersangkutan selesai menjalani hukuman. Sesuai aturan, salah satu kategori yang masuk dalam Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) adalah apabila ASN terlibat dalam kasus terorisme,” ungkap Andi.
Baca juga: Pelajar SMA di Gowa Ditangkap Densus 88, Sang Ibu Tak Menyangka Anaknya Terlibat Terorisme
Andi juga mengatakan bahwa sebagai konsekuensi dari PTDH, Marzuki otomatis kehilangan seluruh hak sebagai ASN atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), termasuk hak pensiun.
“Karena statusnya diberhentikan tidak dengan hormat, maka tidak ada pensiunan yang diberikan. Semua hak-haknya sebagai ASN dicabut,” terangnya.
Mengutip dari KompasTV, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) mencatat sepanjang 2020 dan 2021, terjadi peningkatan jumlah ASN terlibat paham radikalisme.
Pada 2020, ada 11 PNS yang terlibat paham radikalisme.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.