Jumat, 3 Oktober 2025

Latih Mental Jadi Dalih Senior Aniaya Pratama Mahasiswa Unila saat Diksar hingga Berujung Tewas

Kuasa hukum korban menyebut dalih senior menganiaya junior saat diksar pada 11-14 November 2024 lalu demi melatih mental.

Tribun Lampung/Bayu Saputra
PENDAMPINGAN HUKUM - Pengacara dari Azizi Lawfirm, Yosep Friadi (dua kiri) dan Abdi Muhariyansyah (kiri) bersama korban Muhammad Arnando Al Faaris (dua kanan) dan Sukril Kamal saat di kantor hukum Azizi Lawfirm, Sabtu (31/5/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum Muhammad Arnando Al Faaris, Yosef Friadi, buka suara terkait dugaan penganiayaan yang dilakukan saat pendidikan dan latihan dasar (diksar) dari Unit Kegiatan Mahasiswa Ekonomi Pecinta Lingkungan Universitas Lampung (Mahepel Unila).

Faaris merupakan salah satu korban dari dugaan penganiayaan oleh senior dari Mahepel Unila.

Di sisi lain, dugaan penganiayaan ini turut mengakibatkan peserta lain yaitu mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila bernama Pratama Wijaya Kusuma tewas.

Kembali lagi kepada pernyataan Yosef, dia menuturkan dalih para senior melakukan penganiayaan terhadap para peserta Mahapel adalah untuk melatih mental.

Yosef mengungkapkan hal ini diketahui lewat pengakuan dari Faaris.

"Jadi, yang disampaikan panitia pelaksana, dalam hal ini ada senior di situ, (dalih) itu pelatihan mental karena alam itu sejahat itu. Ini kan untuk menyatukan mindset mengenai alam itu," katanya dikutip dari YouTube tvOne, Minggu (1/6/2025).

Yosef juga mengungkapkan dugaan penganiayaan terhadap Pratama, Faaris, dan peserta lainnya tidak hanya dilakukan oleh senior korban yang masih berstatus sebagai mahasiswa aktif Unila.

Dia mengatakan ada alumni Unila yang diduga turut melakukan penganiayaan.

Baca juga: Tragedi di Unila: Mahasiswa Tewas Diduga Akibat Penyiksaan, Teman Diksar Korban Buka Suara

Yosef menuturkan hal itu diketahui dari pengakuan Faaris yang tidak mengenal sosok dari para alumni tersebut.

"Ternyata itu (dugaan penganiayaan) bukan hanya senior-senior yang aktif di kampus. Akan tetapi, juga senior-senior di luar kampus. Karena apa? Klien kami tidak mengenali itu," tuturnya.

Lebih lanjut, Yosef juga menjelaskan terkait kasus dugaan penganiayaan baru terungkap belakangan meski diksar digelar pada 10-11 November 2024 lalu.

Dia mengatakan hal tersebut lantaran adanya peserta yang mendadak sakit setelah mengikuti diksar dan berujung meninggal dunia pada 28 April 2025. Adapun sosok yang dimaksud Yosef adalah Pratama.

Yosef mengatakan diagnosa penyebab meninggalnya Pratama karena ada penggumpalan darah di kepala dan lebam di tubuhnya.

Setelah mengetahui adanya kabar tersebut, Yosef mengatakan kliennya langsung melaporkannya ke pihak Unila.

Namun, pihak Unila justru diduga mengancam Faaris dengan menyodorkan surat agar mengaku mengikuti diksar tanpa paksaan.

"Jadi, klien kami ini merasa terancam karena dia kan sudah melaporkan hal ini ke pihak kampus dan ternyata di situ klien kami disodorkan surat bahwa dirinya mengikuti (diksar) secara sukarela," jelas Yosef.

Selain itu, Faaris juga disebut diancam nilainya akan dipermasalahkan jika bersuara terkait kasus ini.

Kronologi Dugaan Penganiayaan Versi Faaris

Sebelumnya, Faaris sempat membeberkan kronologi terkait dugaan penganiayaan yang dialami olehnya dan rekannya yang kini sudah meninggal dunia, Pratama, saat mengikuti diksar Mahapel Unila pada 11-14 November 2024 silam.

Dia mengungkapkan awal mula siksaan diperolehnya ketika pada 11 November 2024  disuruh untuk membawa tas dengan beban berat.

"Kami dikumpulkan di Desa Talang Mulya, HP dan dompet dikumpulkan. Mulai kegiatan harus menyelesaikan dengan datang berenam dan pulang berenam," kata Faaris pada Kamis (29/5/2025), dikutip dari Tribun Lampung.

Faaris menuturkan selanjutnya peserta diksar disuruh melakukan perjalanan selama 15 jam dengan istirahat minim.

Akibatnya, rekan Faaris sampai tidak kuat lagi berjalan dan sempat meminta kepada seniornya untuk beristirahat.

Namun, bukannya menyanggupi permintaan rekan Faris, senior tersebut justru menyuruh agar perjalanan tetap dilanjutkan dengan memberi tongkat.

"Tidak bisa pulang duluan atau istirahat panjang, istirahat hanya saja 5-30 menit. Jadi dalam perjalanan, teman saya kakinya sudah tidak kuat lagi karena membawa tas gunung yang berat."

"Bukannya beban dikurangi tapi malah kasih tongkat untuk berjalan," kata Faaris.

Faaris mengatakan dirinya dan rekannya akan disuruh push up sebanyak 25 kali jika tidak melanjutkan perjalanan.

Dia menyebut fisik Pratama adalah yang paling lemah dibanding rekan lainnya.

Hal tersebut dibuktikan dengan kaki Pratama yang terluka saat akan melepaskan sepatu.

Baca juga: Mahasiswa Unila Tewas Diduga Disiksa Senior, Rekan Korban Ungkap Fakta dan Sebut Dapat Tekanan

Lalu, punggung Pratama juga berwarna merah diduga akibat membawa tas dengan beban terlalu berat.

"Kami juga harus bangun tenda dengan kayu ranting, kalau tidak hafal yel-yel akan dihukum push up lagi," tambahnya. 

Akibat fisiknya yang lemah, Pratama disebut oleh Faaris paling banyak disiksa oleh para seniornya.

"Panitia diksar bilang jangan berpura-pura lemah dan Pratama paling lemah yang paling banyak dapat penyiksaan," tutur Faaris. 

Kini, Faaris mengaku sudah keluar dari FEB Unila dan tengah mencoba mencari tempat kuliah lain.

Di sisi lain, dia berharap penyiksaan semacam ini tidak terjadi lagi  meski dirinya sudah tidak menempuh pendidikan di Unila.

Selain itu, dia juga mendesak agar UKM Mahepel di Unila dibekukan pasca insiden ini.

"Karena masalah ini pengkaderan menggantikan kekerasan fisik dan seharusnya tidak ada lagi. Tetapi alumni selalu ikut, diharapkan Mahepel dibekukan," tuturnya.

Kata Mahepel dan Pihak Kampus

Terpisah, Humas Mahapel FEB Unila, Syanti, mengungkapkan pihaknya akan jalani pemeriksaan oleh Rektorat Unila.

"Kami bakal menjalani pemeriksaan oleh rektorat, silakan lihat hasilnya nanti tanpa perlu mengarahkan opini publik," ujarnya, Rabu (28/5/2025).

Syanti menuturkan, dugaan Pratama meninggal karena kekerasan ini belum ada bukti. Sementara itu, pihak Unila bergerak dengan membuat tim investigasi khusus.

"Kami diminta rektor untuk membentuk tim investigasi terkait dengan kekerasan yang dilakukan salah satu ormawa di lingkungan FEB Unila," ujar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unila, Suyono.

Ia mengungkapkan, tim investigasi ini harus segera bergerak.

"Semua ini bisa diselesaikan tentu saja saya akan punya target investigasi, semua itu akan dilakukan agar cepat selesai,"

"Kalau hari ini masih pening jadi belum bisa berfikir, tapi insyaallah saya kirimkan ke BEM terkait timeline yang saya buat untuk nanti saya berikan kepada tim investigasi," tegasnya.

Sebagian artikel telah tayang di Tribun Lampung dengan judul "Cerita Mahasiswa FEB Unila Disiksa Kakak Tingkat Saat Ikuti Diksar Mahepel"

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Lampung/Noval Ardiansyah)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved