Wajib Militer Bagi Pelajar Nakal
Dedi Mulyadi Kirim Siswa ke Barak Militer, Warga Bekasi: Kebijakan Putus Asa
Adhel Setiawan, warga Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tak sepakat dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat yang mengirim siswa ke barak militer.
Adhel menyebut, alasannya melaporkan Dedi Mulyadi ialah sebagai bentuk protes.
"Sebagai bentuk protes atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menempatkan anak-anak bermasalah dengan perilaku akan ditempatkan di barak militer," kata Adhel, Senin.
Sebagai orang tua murid, ia menilai kebijakan KDM melanggar hak asasi manusia (HAM).
Anak ditempatkan sebagai objek, bukan sebagai manusia yang mempunyai kemampuan.
"Padahal anak ini sebagai manusia, itu mereka itu kan punya kemauan, punya harkat, punya martabat, punya karsa, dan punya bakat yang sudah ada sejak lahir, yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa," ungkap Adhel.
Ia tak sepakat jika mendidik anak melalui cara-cara militer karena setiap individu memiliki cita-citanya sendiri dan tidak bisa disamaratakan.
"Dimiliterkan, kami enggak setuju kalau anak ini disamaratakan, diseragamkan, maupun dibina dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan prinsip pendidikan," terangnya.
Respons Tokoh soal Kebijakan Siswa Ditempatkan di Barak Militer
Sejumlah pejabat hingga tokoh turut berkomentar terkait program mantan Bupati Purwakarta tersebut.
Kritikan datang dari Wakil Ketua DPD RI, Tamsil Linrung.
Menurut Tamsil, program yang dicanangkan Dedi Mulyadi merupakan keputusasaan, karena menyerahkan tugas membina anak ke militer.
"Saya kira jangan menunjukkan kebijakan kita itu sebagai jalan putus asa. Jadi, mau menyerahkan dengan pendekatan penanganan militer, saya kira tidak. Tidak perlu sampai begitu itu," kata Tamsil, saat ditemui di Kantor Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (11/5/2025).
Tamsil juga mempertanyakan seberapa banyak anak-anak yang dikategorikan sebagai anak nakal, sehingga perlu ada kebijakan yang meluas.
"Apakah itu sudah menjadi kecenderungan umum?" lanjutnya, dilansir Tribun Jakarta.
Tamsil pun menawarkan pendekatan keagamaan, seperti pesantren. Ia menilai, pemerintah seharusnya menekankan pendidikan berbasis keteladanan.
Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau Kak Seto, memberikan dukungan terhadap program yang dijalankan oleh Dedi Mulyadi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.