Gagap Pemilih Pemula Kelompok Minoritas di Pilpres 2024: Infobesitas hingga Trauma Masa Lalu
Nurul Amalia mengatakan di masa kampanye ini memang bermunculan konten hoaks menggunakan narasi diskriminatif kepada kelompok minoritas
“ Tapi yang secara khusus membahas soal Ahmadiyah di kampanye Pilpres ini saya belum menemukan,” ungkapnya ketika ditemui pada 22 Desember 2023 lalu.
“ Pilihan saya cenderung ke pasangan yang akan meneruskan kebijakan Pak Jokowi, karena 9 tahun belakangan, JAI relatif aman dari kekerasan ataupun tindakan tidak menyenangkan lainnya,” kata dia.
Ia mendapatkan cerita soal kekerasan yang masif dialami JAI terjadi pada tahun 2005-an hingga sampai 10 tahun belakangan yang mulai mereda.
Ia mengaku khawatir jika kekerasan yang terjadi ke JAI itu juga menimpa dirinya, sehingga alasan keberlangsungan keamanan jadi pertimbangan utama dalam memberikan suara di Pilpres 2024.
“ Sepanjang pemerintahan Pak Jokowi kekerasan ke JAI sedikit, tapi masih ada, cuma ya relatif aman, jadi saya mencari yang kira-kira meneruskan program Pak Jokowi, yang programnya meneruskan ya Prabowo,” kata dia.
Eka yang merupakan mahasiswa salah satu universitas di Solo ini juga kerap berdiskusi secara informal dengan anggota Ahmadiyah lain di Solo.
“ Hanya diskusi secara umum, kalau untuk pilihan dikembalikan ke masing-masing individu.”
Sementara Dwi, penghayat kepercayaan mengaku akan memberikan hak suaranya kepada kandidat yang beberapa kali memberikan perhatian ke Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
“ Ada kandidat yang setahu saya sudah beberapa kali berkegiatan dengan penghayat kepercayaan, itu mungkin yang jadi pertimbangan untuk memilih kandidat tersebut,” kata dia.
Berbeda dengan Eka dan Dwi, Tri yang merupakan transpria dari salah satu kabupaten di Solo Raya ini menyatakan untuk tidak memilih karena ada pengalaman di masa lalu.
“Berdasarkan yang sudah-sudah, apapun hasil Pilpres, isu keragaman identitas gender dan seksual masih jadi sasaran diskriminasi dan kekerasan,” kata dia.
Tri hanya berharap agar siapapun yang terpilih berani bersikap tegas, bukan hanya memberikan janji-janji sewaktu kampanye.
“ Harus ada tindakan langsung dengan memberikan perlindungan bagi kelompok dengan keragaman identitas gender dan seksual serta memberikan fasilitas yang sesuai,” harap dia.
“ Saya lihat yang ada di medsos, cuplikan debat juga lihat, namun saya sudah menentukan pilihan untuk tidak memilih,” ungkap Tri.
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia mengatakan di masa kampanye ini memang bermunculan konten hoaks yang menggunakan narasi diskriminatif ke kelompok minoritas.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.