Selasa, 30 September 2025

Puluhan Siswa SMP Negeri di Pangandaran Tidak Bisa Baca, Guru Sebut Karena Pandemi Covid-19

Mereka tak bisa membaca setelah pembelajaran tatap muka tak bisa dilakukan karena pandemi Covid-19

Penulis: Erik S
freepik
Ilustrasi anak-anak membaca - 29 siswa-siswi di SMP Negeri 1 Mangunjaya, Kecamatan Mangunjaya, Pangandaran, Jawa Barat, tidak bisa membaca. 

TRIBUNNEWS.COM, PANGANDARAN -  29 siswa-siswi di SMP Negeri 1 Mangunjaya, Kecamatan Mangunjaya, Pangandaran, Jawa Barat, tidak bisa membaca.

Pandemi Covid-19 dituding menjadi satu penyebabnya.

Baca juga: Dua Tahun Belajar Virtual, 10 Persen Siswa SD di Lombok Barat Tidak Lancar Baca Tulis

Dian Eka Purnamasari, dewan guru sekaligus Koordinator Gerakan Literasi Sekolah (GLS) mengatakan dari data tersebut, 11 siswa adalah kelas VII.

Kemudian 16 siswa dari kelas VIII dan dua siswa dari kelas Ix.

Mereka tak bisa membaca setelah pembelajaran tatap muka tak bisa dilakukan karena pandemi Covid-19.

"Akhirnya, proses pembelajaran kurang efektif ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD)," katanya, Kamis (3/8/2023) siang.

Penyebab lain, kondisi orang tua yang mungkin terlalu sibuk dengan aktivitasnya.

Sehingga, mereka tidak melakukan stimulus dan bimbingan belajar kepada anaknya.

"Saya juga merasa sedih, kasihan, khawatir mereka minder di kelas. Makanya, saya biasanya memberi tanda pada buku nilai," ucap Dian.

Supaya cepat bisa membaca, dia kemudian mencoba mengetes secara lisan terhadap siswa-siswi tersebut.

Dia menduga, hal tersebut bukan hanya terjadi di sekolah tempat kerjanya tapi juga terjadi di beberapa sekolah lain.

Baca juga: Sempat Lambat Baca Tulis, Mahasiswi UNY Lulus dengan IPK 3,93 dan Berprestasi

"(Di SMP lain) kayaknya sama saja. Malah saat saya lihat komentar di salah satu pegiat pendidikan di Instagram, banyak yang mengeluhkan," ujarnya. 

Satu siswa memutuskan keluar

Satu siswa SMP Negeri 1 Mangunjaya memilih keluar karena minder tak bisa tulis baca.

"Ya, ada satu orang pada dua tahun kemarin (keluar). Jadi, ketahuan tidak bisa membaca," ujar Dian. 

Dian mengatakan, wali kelasnya menyarankan anak tersebut belajar membaca waktu pulang sekolah. 

"Tapi, mungkin saya enggak tahu gimana, apakah ada temannya yang iseng atau gimana, akhirnya dia merasa minder karena teman-temannya sudah bisa membaca tapi dia belum," katanya.

Baca juga: Cara Daftar Seleksi Jalur Mandiri Pendidikan Kedokteran UNP 2023, Ini Syaratnya

Padahal, guru-guru sudah mencoba menahan siswa tersebut untuk tidak memilih keluar sekolah SMP.

"Tapi, susah," ucapnya.

Siswa tersebut baru kelas tujuh ketika itu.

"Karena, kata orang tuanya itu, anaknya sudah enggak mau bersekolah lagi karena malu (tidak bisa baca)," kata Dian. 

Biasanya, guru meluangkan waktunya untuk siswa agar belajar membaca ketika waktu pulang atau setelah selesai waktu kegiatan belajar-mengajar.

"Nah, mungkin ada siswa lain yang melihat dia tidak pulang dan sedang belajar membaca di sekolah, jadi akhirnya minder dan anak itu enggak mau bersekolah lagi," ujarnya.

Namun, Eka mengatakan, siswa tersebut tak putus sekolah.

Baca juga: Nadiem Makarim Ungkap Skema Wajib Belajar 13 Tahun dalam RUU Sisdiknas

"Katanya mau pindah ke sekolah MTs. Jadi, ya sudah, yang penting jangan sampai putus sekolah. Setelah itu, baru diizinkan," kata Dian. 

Saran dinas pendidikan

Kasi SMP di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pangandaran, Supri, minta kegiatan literasi yang sudah dilakukan lebih dikuatkan kembali dengan pengawasan lebih.

"Termasuk, dari kami Dinas Pendidikan dari unsur pengawas, bahkan dari orang tua dan komite semua," ujar Supri.

Hal itu harus dilakukan agar siswa yang belum bisa atau tidak lancar membaca menjadi bisa cepat membaca.

Menurutnya, program gerakan literasi sebetulnya itu sudah bagus dilaksanakan di SMP Negeri 1 Mangunjaya.

"Kita kan membuat kegiatan semacam pembiasaan 5 sampai 10 menit sebelum kegiatan pembelajaran anak-anak dibimbing oleh gurunya untuk melakukan kegiatan membaca," katanya.

Permasalahan lain munculnya anak SMP yang tidak bisa membaca di antaranya disebabkan Pandemi Covid-19.

Baca juga: Gandeng Mahasiswa, Ganjar Milenial Rehabilitasi Taman Baca di Rangkasbitung

Ketika Pandemi Covid-19 kemarin kegiatan pembelajaran menggunakan gadget karena tidak melaksanakan pembelajaran secara tatap muka.

"Nah, di situlah jadi tidak ada kegiatan bimbingan langsung kepada siswa. Sedangkan kemarin-kemarin kan kita memercayakan orang tua, kita memercayakan media seperti gadget," ucap Supri.

Karena itu, lanjut dia, ketika ada soal yang kemudian dilaksanakan secara online daring, itu tidak terkontrol.

"Kan pihak sekolah enggak tahu yang mengerjakannya itu siapa. Apakah orang tuanya ataukah mungkin kakaknya. Jadi, termasuk enggak terkontrol juga oleh kita," kata dia.

"Apalagi di jenjang SD, di masa anak-anak kelas 1, 2, 3 rajin membaca tapi sementara kita bapak ibu gurunya tidak bisa melakukan pembelajaran tatap muka. Nah, itu mungkin di antaranya," ujarnya. 

Penulis: Padna

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul MIRIS, Ada Puluhan Siswa di Satu SMP Negeri di Pangandaran yang Tak Bisa Membaca

dan

Minder Belum Bisa Membaca, Satu Siswa SMP di Pangandaran Pilih Keluar Sekolah

dan

Puluhan Siswa SMP di Pangandaran Tak Bisa Baca, Begini Saran Dinas Pendidikan

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved